JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tersangka kasus korupsi pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Amran Mustary meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak tebang pilih menetapkan tersangka. Sebab meski telah menetapkan tujuh tersangka kasus ini, baru dirinya tersangka dari pihak pemerintah. Sejumlah pejabat lainnya masih belum tersentuh.

Pihak Amran yang merupakan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara pun mengaku tak terima dengan kondisi ini. Melalui pengacaranya, Hendra Karianga, ia meminta KPK menelusuri keterlibatan pejabat Kementerian PUPR lainnya. Hendra mengklaim kliennya hanya pejabat bawahan yang tidak mempunyai peran besar atas perkara tersebut.

"Hanya monitoring. Apakah pekerjaan sudah dilakukan dan seterusnya. Nah di balai itu ada PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), ada ULP (Unit Layanan Pengadaan), ada pokja, ada satker. Mereka ini di-SK-kan kedudukannya sama-sama dengan kepala balai. Dari aspek hukum administrasi mereka sama-sama dilegalkan, diangkat oleh Menteri," kata Hendra saat dihubungi wartawan, Minggu (28/8).

Hendra mengakui kliennya memang melakukan pertemuan dengan pihak pengusaha dalam hal ini Abdul Khoir dan rekan-rekannya di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan. Pertemuan ini membahas mengenai imbalan yang diterima anggota dewan untuk memuluskan proyek.

"Dia hanya diperintah oleh atasannya di PUPR dan Komisi V DPR. Amran hanya eselon III, diperintahkan sama DPR RI, masa dia nggak tunduk," dalih Hendra.

Hendra mengakui kliennya telah menerima uang total Rp15 miliar dari proyek-proyek tersebut. Tetapi, jumlah sebesar itu tidak dinikmatinya sendiri. Namun diberikan kepada pihak lain yang merupakan atasannya di PUPR.

"Sebab sudah menjadi rahasia umum kontraktor harus membeli pekerjaan atau proyek itu. Rp15 miliar itu tidak dimakan sendiri, kemudian dibagi-bagikan. Mengalir sampai atasan Amran dari tingkat Kepala Biro, Dirjen, sampai Sekjen juga DPR. Dapat semua," ujarnya.


KEMBALI PERIKSA ANGGOTA DPR - KPK  hari ini kembali memeriksa anggota DPR dari Komisi V Andi Taufan Tiro sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan jalan di Kementerian PUPR. Andi Taufan datang sekitar pukul 09.00 WIB tanpa memberikan keterangan kepada wartawan.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan pemeriksaan ini.  "Iya, ATT diperiksa sebagai tersangka," kata Priharsa kepada wartawan di kantornya, Senin (29/8).

Andi Taufan merupakan satu dari tujuh orang yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus ini. Ia diduga menerima uang Rp7,4 miliar dari bos PT Windhu Tunggal Persada Abdul Khoir. Pemberian itu terkait proyek Pembangunan Ruas Jalan Wayabula–Sofi senilai Rp30 miliar dan Peningkatan Ruas Jalan Wayabula–Sofi senilai Rp70 miliar. Dalam dakwaan terhadap Abdul Khoir, Andi disebut memegang proyek yang berasal dari dana aspirasi DPR itu total senilai Rp170 miliar.

Ini adalah pemeriksaan yang kesekian kali terhadap Andi Taufan. Sebelumnya ia pernah diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka pada 4 dan 12 Mei 2016 lalu. Andi Taufan juga merupakan satu-satunya tersangka yang belum ditahan dalam perkara ini.

Saat ditanya apakah KPK akan menahan Andi Taufan, Priharsa mengaku belum mengetahuinya. "Belum dapat info," pungkasnya.

Selain Andi Taufan, beberapa nama yang telah menjadi tersangka yaitu dua anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto. Sementara  dari pihak swasta adalah Abdul Khoir, Julia Prasetyarini, Dessy A. Edwin. Sedang dari pihak pemerintah telah ditetapkan  Amran Mustary selaku Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.

Sebenarnya ada satu lagi anggota dewan yang disebut juga menerima uang yaitu Musa Zainuddin. Ia diduga menerima uang melalui seorang staf ahli DPR Jaelani dari seorang pengusaha bernama Soe Kok Seng terkait pembangunan jalan. Tetapi hingga saat ini Musa masih bebas berkeliaran.

Penetapan tersangka terhadap Mustary dan enam orang lainnya adalah buntut  tertangkap tangannya anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti oleh KPK.  Damayanti ditangkap KPK tak jauh dari kantor DPP PDIP Lenteng Agung usai menerima sejumlah uang dari Abdul Khoir melalui kurirnya. Belakangan diketahui uang sogok yang mencapai miliaran itu berasal dari ijon proyek  dana aspirasi DPR.

BACA JUGA: