JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung terus menelisik  dugaan korupsi pemberian kredit  PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN) Pembiayaan Maritime kepada ‎PT Meranti Maritime dan Meranti Bahari, anak usaha Meranti Group, senilai Rp1,3 triliun. Pembiayaan itu digunakan untuk pembelian tiga kapal yakni, KM Kayu Putih, KM Kayu Ramin dan KM Kayu Eboni. Namun belakangan PT Meranti justru dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akhir pekan lalu, setelah proposal perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ditolak kreditur.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, meskipun tak terkait, namun tim penyidik mengaku akan mendalami penetapan pailit tersebut. Sebab PANN telah memberikan kredit ke PT Meranti untuk membeli kapal. Dalam perkembangannya, PT Meranti tak sanggup bayar sehingga menanggung kewajiban utang Rp1,3 triliun.

"Kita masih dalami. Kalau tidak dibantu kapalnya akan disita, antara lain itulah alasannya," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jumat (26/5).

Arminsyah mengatakan, setelah memeriksa sejumlah saksi, baik pihak PT PANN maupun PT Meranti penyidik mengantongi bukti untuk menetapkan calon tersangka. Kendati telah mengantongi alat bukti, namun untuk menetapkan tersangka penyidik mengaku masih akan menunggu hasil evaluasi.

"Untuk itu, kita masih butuh waktu agar tim meyakini dan bisa melangkah lebih jauh," kata Arminsyah.

Pada Jumat (19/8) lalu, Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menetapkan PT Meranti Maritime dan Direkturnya Henry Djuhari dalam keadaan pailit.

Dalam penetapannya, ketua majelis hakim Titiek Tedjaningsih mengatakan, pemungutan suara (voting) tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 37/2004 tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)  dan Kepailitan. Apalagi, masa PKPU Meranti telah habis selama 270 hari.

Titiek menjelaskan, dalam voting PT PANN Pembiayaan Maritim merupakan kreditur pemegang jaminan (separatis) mendukung proposal perdamaian Meranti. Sementara, kreditur separatis lain PT Bank Maybank Indonesia Tbk justru menolak proposal tersebut.

ISTIMEWAKAN MERANTI - PT PANN dinilai mengistimewakan PT Meranti Maritim. Apalagi PT PANN juga menerima proposal perdamaian Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Meranti Maritime dan PT Meranti Bahari yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2015. Padahal kedua perusahaan tengah berutang sebesar Rp1,3 triliun. Bahkan PANN Maritime berkali-kali menyalurkan kredit ke Meranti Grup padahal kredit sebelumnya belum dibayar.

Direktur Eksekutif Kawal Uang Rakyat Indonesia (KURI) Leonardus Pasaribu menduga telah terjadi persekongkolan yang sangat sistematis dalam mengemplang uang negara dengan modus pemberian fasilitas pembiayaan pengadaan kapal oleh PT PANN Pembiayaan Maritim kepada dua perusahaan Meranti Group senilai Rp1,3 triliun, termasuk dana talangan.

Modusnya, PT PANN akan mengajukan tagihan kepada PT Meranti Bahari melalui permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tapi tujuannya mengemas seolah-olah antara PT PANN dengan dan PT Meranti Maritime dan PT Meranti Bahari hanya kredit macet biasa. Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, seorang debitur diizinkan menawar pengurangan pembayaran utangnya kepada kreditur atau inisiatif debitur. Dengan memintakan proses ini kepada pengadilan artinya seolah-seolah PT PANN sudah melakukan upaya penagihan kepada PT Meranti.

Kasus ini bermula saat  PT PANN mengucurkan kredit kepada perusahaan Group PT Meranti Maritime untuk pengadaan Kapal KM Kayu Putih pada 2011 lalu. Namun dalam perjalanannya Kapal KM Kayu Putih ternyata tidak laik jalan dan tidak beroperasi. Pembayaran kreditnya akhirnya macet. Lalu Kapal KM Kayu Putih ini dikembalikan dalam kondisi tidak baik. Saat itu utang yang  tercatat belum dibayar kepada PT PANN mencapai USD18 juta dan Rp21 juta dengan masa jatuh tempo pembayaran 2015.

Saat bersamaan PT Meranti Bahari, anak perusahaan PT Meranti Maritime mendapat kucuran kredit dari PT PANN untuk membiayai pengadaan kapal KM Kayu Ramin sebesar USD27 juta dan Kapal KM Kayu Eboni sebesar USD27 juta. Sedang yang dijadikan jaminan hanya kapal yang dibiayai tersebut dan tidak ada jaminan lainnya.

Tak hanya itu, PT PANN juga mengucurkan kembali kredit baru kepada PT Meranti Bahari sebesar  USD9 juta untuk operasional eks pengadaan kapal kayu putih yang sudah dikembalikan sebelumnya. Bahkan tahun 2015 setelah itu PT PANN Pembiayaan Maritime kembali mengucurkan dana talangan tunai sebesar USD4 juta untuk operasional PT Meranti Maritime.

Dari sinilah  dugaan terjadi bancakan itu bermula. Sebab pemberian dana talangan oleh PANN Pembiayaan Maritime diduga telah melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor: 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan mengenai larangan pemberian dana talangan. Dalam Pasal 52 ayat (1) disebutkan "Dalam melakukan kegiatan usaha, perusahaan pembiayaan dilarang melakukan pembiayaan secara dana tunai kepada debitur."

BACA JUGA: