JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dugaan korupsi dalam kasus pembiayaan, pengalihan hutang, dan pengoperasian serta pemberi dana talangan oleh PT PANN Pembiayaan Maritime, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada PT Meranti Maritime masih terus diusut penyidik Kejaksaan Agung. Dalam perkara ini, bobolnya keuangan negara mencapai Rp1,3 triliun diduga akibat kongkalikong oknum petinggu kedua perusahaan tersebut.

Sebab, PT Meranti yang tidak memiliki cukup agunan, tetap diberikan kredit hingga akhirnya macet.Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung menyampaikan, saksi Suhardono Sudjono selaku Direktur Utama PT PANN Pembiayaan Maritime menerangkan, kontrak pembelian pengadaan kapal dengan opsi beli dilakukan amandemen kontrak.

Saat itu diwajibkan kepada PT Meranti Maritime untuk menambah agunan tetapi tidak dipenuhi. Namun PT PANN tetap mengucurkan kredit. "Keterangan saksi masih didalami, kita kroscek dengan keterangan saksi lainnya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Kamis (2/2).

Rum mengungkapkan, dari keterangan saksi bernama Libra Widiarto selaku Direktur Operasional PT PANN, juga terungkap, kontrak dan laporan keuangan yang dibuat akuntan publik tidak pernah dilakukan pengecekan lagi. Dalam kasus pemberian kredit oleh PT PANN ke PT Meranti, penyidik juga telah memeriksa dokumen kerjasama PT PANN dengan Meranti Group.

Hasilnya ditemukan dugaan tindak pidana berupa mark up dalam pemberian fasilitas keuangan negara untuk pembelian kapal yang dilakukan oleh PT Meranti Maritime dan PT Meranti Bahari. Pada 2011 PT PANN mengucurkan kredit kepada perusahaan Group PT Meranti Maritime untuk pengadaan kapal Kapal KM Kayu Putih. Namun dalam perjalanannya Kapal KM Kayu Putih ternyata tidak laik jalan dan tidak bisa beroperasi. Pembayaran cicilan kredit pun akhirnya mengalami kemacetan.

Lalu Kapal KM Kayu Putih ini dikembalikan dalam kondisi tidak baik. Saat itu utang tercatat yang belum dibayar kepada PT PANN mencapai US$18 juta dan US$21 juta dengan jatuh tempo pembayaran pada tahun 2015 lalu. Saat bersamaan PT Meranti Bahari, anak perusahaan dari PT Meranti Maritime, juga mendapat kucuran kredit dari PT PANN untuk membiayai pengadaan kapal KM Kayu Ramin sebesar US$27 juta dan Kapal KM Kayu Eboni sebesar US$27 juta. Dan yang dijadikan jaminan hanya kapal yang dibiayai tersebut tanpa disertai jaminan lainnya.

Tak hanya itu, PT PANN juga mengucurkan kembali kredit baru kepada PT Meranti Bahari sebesar US$9 juta untuk operasional eks pengadaan kapal Kayu Putih yang sudah dikembalikan sebelumnya. Bahkan tahun 2015 setelah itu PT PANN Pembiayaan Maritime kembali mengucurkan dana talangan tunai sebesar US$4 juta untuk operasional PT Meranti Maritime.

Dari sini dugaan bancak-membancak uang negara itu terjadi. Sebab pemberian dana talangan oleh PT PANN Pembiayaan Maritim diduga telah melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor: 29/POJK.05/2014 tentang Penyelengaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan mengenai larangan pemberian dana talangan.

Soal siapa pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini, Kejaksaan Agung mengaku telah mengantongi sejumlah nama. Namun untuk menetapkan tersangka, tim penyidik masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Masih tunggu perhitungan kerugian negaranya," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah beberapa waktu lalu.

DUGAAN KETERLIBATAN DIREKSI - Dirut PT PANN Maritime Suhardono disebut-sebut sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Sebab pemberian kredit tersebut dengan persetujuannya. Suhardono pernah dilaporkan ke KPK dalam kasus yang sama.

Suhardono dipercaya oleh Menteri Negara BUMN RI sebagai President Director PANN Maritime Finance sejak 25 Oktober 2012. Berbagai pengalaman telah ditempuh sebelumnya antara lain Direktur Administrasi & Keuangan PANN periode 2010-2012, Direktur Utama PT Gelora Karya Jasatama/Dana Pensiun Bank Mandiri Grup, Komisaris PT Usaha Gedung BDN/Bank Mandiri Grup.

Dugaan kasus korupsi di PANN Maritime ini terungkap saat PT Meranti mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Proposal restrukturisasi utang yang diajukan Meranti ditolak oleh Maybank. Sementara PT PANN menerimanya. Hingga akhirnya PT Meranti dinyatalan pailit.

Henry Djuhari selaku pemilik PT Meranti mengadu ke Komisi III DPR atas dugaan persekongkolan Maybank dengan kurator untuk mempaillitkan perusahannya. Sehingga akan dengan mudah Maybank akan menyita sejumlah aset PT Meranti yang dijadikan sebagai jaminan. Baik Maybank dan PT PANN selama ini merupakan kreditur pengadaan kapal PT Meranti.

Henry Djuhari sendiri membantah ada pidana korupsi. Malah sebaliknya pihak Maybank yang diduga melakukan pidana korupsi. Lantaran itu, Henry meminta penyidik memeriksa Maybank.

Justru Henry menuding ditariknya kasus ini ke persoalan pidana karena ada kepentingan bisnis pihak tertentu. Upaya itu dalam rangka menguasai aset-aset milik PT Meranti. Sebab jika ditemukan ada tindak pidana dalam kasus ini, maka pihak terkait itu akan dengan mudah menguasai aset perusahaan.

Seharusnya pihak kejaksaan memeriksa pihak Maybank yang dengan sengaja menghalangi rencana tersebut. Hal ini menurut dia, terjadi semata-mata karena Maybank ingin menguasai aset.

"Kalau Maybank dibiarkan, akan terjadi kerugian negara yang sangat besar, apalagi disinyalir proses PKPU di Pengadilan Niaga berlangsung tidak wajar dan banyak fakta yang dipelintir," kata Henry.

BACA JUGA: