JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalang kasus dugaan korupsi pembiayaan, pengalihan utang dan pengoperasian serta pemberian dana talangan oleh PT PANN Pembiayaan Maritim, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke PT Meranti Maritime masih gelap. Tim penyidik Kejaksaan Agung belum juga menerbitkan surat perintah penyidikan khusus penetapan tersangka padahal kerugian negara dalam kasus ini mencapai US$27 juta.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Moh Rum mengatakan, penyidikan kasus ini masih terus berjalan. Diakui Rum, tim penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari orang yang paling bertanggungjawab.

"Penyidikan terus berjalan. Siapa tersangkanya, tim penyidik tidak bisa buru-buru (tetapkan tersangka), harus berdasar bukti-bukti yang cukup," kata Rum di Kejaksaan Agung, Kamis (13/10).

Rum mengatakan hingga saat ini, tim penyidik telah memeriksa 13 orang saksi. Terakhir saksi yang diperiksa adalah Komisaris PT. Meranti Maritime Nathaline Lie Djuhari. Nathataline dalam pemeriksaan dicecar sebab macetnya pembayaran angsuran kapal KM. Kayu Putih ke PT. PANN. Pekan lalu, Direktur Meranti yang juga pemilik Henry Djuhari juga telah diperiksa penyidik.

Saksi yang juga diperiksa adalah kasir PT PANN Pembiayaan Maritime, Indaruwati Trivistam ‎dan mantan Kabag Pengadaan dan Delivery II PT PANN, Endro Dwi Tjahyono. Keduanya dicecar soal proses pencairan dan pembayaran dana talangan yang diajukan PT Meranti Maritime.

"Dari penjelasan saksi ini nanti keliatan arahnya seperti apa dana talangan itu," ungkapnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, kasus PT PANN masih terus didalami. PANN telah memberikan kredit ke PT Meranti untuk pembelian kapal, namun dalam perkembangannya, PT Meranti tak sanggup membayar sehingga kewajiban utang tertunggak hingga Rp1,3 triliun.

Arminsyah mengatakan, setelah memeriksa sejumlah saksi, baik pihak PT PANN maupun PT Meranti penyidik telah mengantongi sejumlah bukti untuk menetapkan calon tersangka. Kendati telah mengantongi sejumlah bukti, namun penyidik masih menunggu hasil evaluasi untuk menetapkan tersangkanya.

BANTAH KORUPSI - Sementara Henry Djuhari mengatakan telah menjelaskan ihwal kasus ini kepada penyidik. Menurutnya, semua pembiayaan untuk pembelian dan perawatan kapal yang dituding fiktif semua ada akte perjanjiannya. Ia mengklaim bahwa lebih tepat, kasus ini masalah perdata bukan pidana.

Ditariknya ke pidana karena ada pihak yang berkepentingan untuk menguasai aset-aset milik PT Meranti. Sebab jika ditemukan ada tindak pidana dalam kasus ini, maka pihak terkait itu akan dengan mudah menguasai aset perusahaan.

"Kasus ini semata-mata dilatari persaingan bisnis," ungkap Henry.

Kasus ini sendiri bermula saat PT PANN Maritime Finance mengucurkan kredit kepada perusahaan Group PT Meranti Maritime untuk pengadaan kapal KM Kayu Putih pada 2011 lalu. Namun dalam perjalanannya Kapal KM Kayu Putih ternyata tidak laik jalan dan beroperasi. Akibatnya pembayaran kreditnya macet. Lalu Kapal KM Kayu Putih ini dikembalikan dalam kondisi tidak baik. Saat itu utang yang belum dibayar kepada PT PANN tercatat senilai US$18 juta dan Rp21 juta dengan jatuh tempo pembayaran 2015.

Saat ada kredit macet, PT Meranti Bahari, anak perusahaan dari PT Meranti Maritime justru mendapat kucuran kredit dari PT PANN untuk membiayai pengadaan kapal KM Kayu Ramin US$27 juta dan Kapal KM Kayu Eboni sebesar US$27 juta. Sedang yang dijadikan jaminan hanya kapal yang dibiayai tersebut, tanpa ada jaminan lainnya.

Tak hanya itu, PT PANN juga kembali mengucurkan kredit baru kepada PT Meranti Bahari sebesar US$9 juta untuk operasional eks pengadaan kapal kayu putih yang sudah dikembalikan sebelumnya. Bahkan setelah itu, tahun 2015 PT PANN Maritime Finance kembali mengucurkan dana talangan tunai sebesar US$4 juta untuk operasional PT Meranti Maritime.

Pemberian dana talangan oleh PANN Pembiayaan Maritime ini diduga melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor: 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan mengenai larangan pemberian dana talangan.

Namun Henry membantah ada pelanggaran hukum dalam pembiayaan pembelian kapalnya. Sebab pembiayaan perkapalan berbeda dengan pembiayaan lainnya. Sebab jika tidak diberikan dana talangan, kapal bakal rusak dan tidak bisa digunakan. Sebaliknya jika diberikan dana talangan kapal bisa kembali beroperasi untuk pembayaran utang ke PT PANN.

"Apalagi untuk dana talangan ada dalam akte perjanjian PT PANN dengan Meranti. Dan dana talangan tidak dalam bentuk tunai kepada debitor, tapi dibayarkan langsung kepada pihak ketiga yang mengajukan maritime claim," kata Henry.

BACA JUGA: