JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menemukan masih banyak perusahaan yang membandel tidak mendaftarkan karyawannya ikut serta program BPJS. Bahkan perusahaan yang mendaftarpun ada yang hanya mengikutkan sebagian karyawannya. Ini berdampak pada rendahnya penerimaan dana iuran BPJS Kesehatan.

Untuk mengatasi masalah itu, BPJS Kesehatan pun menjalin kerjasama dengan Kejaksaan Agung untuk melakukan penegakan hukum. Penegakan hukum yang dimaksud adalah mempidanakan perusahaan yang membandel tersebut. Seperti diatur dalam Pasal 55 UU No 24/2011 tentang BPJS, pengusaha yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam program BPJS dapat dipidana penjara selama delapan  bulan dan denda Rp1 miliar.

"Kalau sudah membandel dan berulang-ulang tetap tidak mematuhi imbauan dan peringatan, tentu akan dipidanakan," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi usai penandatanganan MoU lanjutan dengan BPJS, di Gedung Datun, Kejagung, Senin (15/8).

Pemidanaan yang dimaksud, dalam bentuk rekomendasi kepada BPJS untuk melaporkan pengusaha-pengusaha bandel ke Polri, agar dapat dipenjarakan. Bambang mengatakan, penerapan pidana terhadap perusahaan membandel diharap memicu kepatuhan perusahaan untuk mendaftarkan karyawannya.

Namun selama ini belum ada perusahaan yang diberikan sanksi, baik dengan ancaman pidana maupun perdata. Bambang tegaskan akan memberikan pendampingan hukum kepada BPJS. "Kalau ada masalah kita kasih pendapat hukum," terang Bambang.

Akibat adanya perusahaan yang membandel tak ikut program, BPJS Kesehatan mengalami defisit akibat selisih antara pembayaran manfaat dan penerimaan iuran program. Angka defisit itu bisa menembus Rp5,85 triliun pada 2015 lalu. Terkait adanya defisit yang besar ini, BPJS Kesehatan sudah mengajukan permohonan suntikan dana dari pemerintah sebesar Rp5 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 lalu.

Sayangnya dana tambahan tersebut diperkirakan masih belum cukup untuk BPJS Kesehatan menjalankan fungsinya sebagai badan sosial. Terlebih di 2016 mendatang diperkirakan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk kategori penerima bantuan iuran (PBI) bertambah 4,2 juta jiwa dari prognosa tahun ini yang mencapai 88,2 juta jiwa.

Dalam prognosa tahun ini, diperkirakan pendapatan iuran BPJS Kesehatan mencapai Rp53,37 triliun sementara untuk penerimaan iuran BPJS diperkirakan mencapai Rp50,55 triliun. BPJS Kesehatan berencana melakukan beberapa perubahan penting di masa mendatang. Di antaranya meningkatkan penerimaan terutama di setor Pekerja Penerima Upah (PPU). Caranya perusahaan harus dipaksa dengan penegakan hukum dan kepatuhan agar semua mendaftarkan dirinya.

Menurut Dirut BPJS Fahmi Idris, pemidanaan terhadap pengusaha adalah upaya terakhir. BPJS akan melakukan persuasi kepada perusahaan agar mematuhi aturan yang ada. "Jadi ini jalan terakhir. Kita masih persuasif dahulu," kata Fahmi di Kejaksaan Agung.

Hingga saat ini perusahaan yang patuh mendaftar hampir 90 persen jumlah perusahaan di Indonesia. Namun dari 90 persen sekitar 50 persen yang melaporkan pegawainya dengan lengkap. Selebihnya melaporkan hanya sebagian.

"Ini yang masih kita kejar. Jadi pengawas kepatuhan akan mengelaurkan SP1, SP2, denda administrasi, kalau memang tidak patuh juga baru kita minta Pak Jamdatun untuk memberikan pendapat hukumnya untuk dipidana," kata Fahmi.

PENEGAKAN HUKUM LEMAH - Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif BPJS Watch Timboel Siregar menyebut ada korelasi penegakan hukum yang lemah dengan tingkat kepersertaan BPJS. Saat ini, tingkat kepesertaan untuk peserta penerima upah (PPU) masih rendah yaitu sekitar 8 juta pekerja yang membayar iuran. Jauh lebih kecil dibandingkan kepesertaan peserta mandiri yang sudah mencapai 16 jutaan peserta.

Sejatinya, kata Timboel, yang harus ditingkatkan kepesertaannya adalah PPU karena sesuai Perpres No. 111/2013 disebutkan pengusaha wajib memgikutsertakan pekerjanya paling lambat 1 januari 2015. Sementara untuk perusahaan mikro paling lambat 1 januari 2016.

"Saat ini sudah Agustus 2016 tapi kepesertaan PPU masih rendah. Ini terkait kinerja direksi yabg lemah dalam penegakan hukum," kata Timboel kepada gresnews.com, Selasa (16/8).

Begitu juga dengan tingkat kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan masih rendah sekitar 31 persen. Oleh karenanya untuk meningkatkan kepesertaan di BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sudah seharusnya direksi BPJS memperkuat Pengawas Pemeriksa untuk menegakkan hukum khususnya tentang sanksi pidana yang diatur di pasal 55 UU No. 24/2011.

Namun demikian, Timboel mengusulkan, sebelum menggunakan Pasal 55 tersehut sebaiknya sanksi-sanksi administratif yang ada di PP 86/2013 bisa dimaksimalkan. Bila tidak patuh, mau tidak mau harus dipidana sesuai Pasal 55. "Saya yakin dengan begitu kepesertaan akan meningkat signifikan," tandas Timboel.

BACA JUGA: