JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap aliran uang anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti yang diduga dari hasil tindak pidana korupsi. Jaksa memanggil para saksi diantaranya Walikota Semarang Hendrar Prihadi dan juga mantan, sekaligus bakal calon Bupati Kendal 2015-2020, Widya Kandi Susanti.

Uang suap Damayanti kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini dari kasus korupsi pembangunan proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), ternyata juga mengalir untuk keperluan para kader partai. Hal ini dibuktikan dari keterangan para saksi di sidang tersebut.

Dalam kesaksiannya, baik Hendrar dan Widya mengakui adanya aliran dana dari Damayanti. Dana tersebut digunakan untuk membiayai operasional kampanye di daerahnya masing-masing.

"Pada November 2015 ada Julia, Dessy dan Damayanti menyerahkan bantuan untuk kepentingan partai pada pilkada," ujar Hendrar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (1/8).

Hendrar mengatakan, dirinya kebagian jatah Rp300 juta dari Damayanti. Uang tersebut digunakan untuk dana pemenangan dirinya sebagai Walikota Semarang dan diserahkan di Hotel Novotel, Semarang.

Damayanti memang tidak secara langsung menyerahkan uang tersebut. Ia menyuruh stafnya yaitu Julia Prasetyarini dan Dessy A. Edwin. Dalam proses penyerahan, Hendrar didampingi oleh Farhan, staf Fraksi PDI Perjuangan Kota Semarang.

Menurut pengakuan Hendrar, awalnya ia menolak pemberian uang. Namun, Dessy dan Julia mencoba meyakinkan bahwa uang tersebut hanyalah sekedar bantuan sesama anggota partai berlambang banteng ini. "Bilangnya, ini ada bantuan dari teman-teman di Jakarta. Memang partai kami seperti itu, ada gotong-royong," ujar Hendrar.

Namun, uang tersebut kini telah dikembalikan kepada KPK setelah terjadinya kasus tangkap tangan. Ia mengaku takut jika uang tersebut terindikasi dalam kasus suap Damayanti.

MENGALIR KE KENDAL - Tak jauh berbeda dengan Hendrar, Widya juga mengakui menerima aliran uang Damayanti. Pemberian uang pun sama, untuk membantu membiayai pencalonan dirinya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tetapi untuk wilayah Kendal.

Widy menceritakan kronolgis pemberian tersebut. Sosialisasi empat pilar yang merupakan program partai, dimanfaatkan sebagai momen pemberian uang. Ia awalnya dihubungi oleh Sekertariat DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kendal untuk menghadiri acara sosialisasi itu.

Ada yang menarik dari pengakuan Widya ini. Sebelum memberikan uang, Damayanti dan dua stafnya menumpang untuk beribadah Shalat di rumah Widya setelah acara. Pada saat itu, Damayanti, Dessy dan Julia, menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Widya. "Waktu Bu Damayanti mau pulang, dia titip ke saya, katanya ini ada bantuan sedikit untuk partai," kata Widya.

Widya mengaku ia sempat menghitung uang yang dibungkus dalam amplop coklat dan diletakkan diatas meja, yaitu berjumlah Rp150 juta. Setelah itu, uang tersebut diserahkan kepada Sekertaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kendal.

Tak hanya Widya sebagai calon bupati, Mochamad Hilmi yang dipasangkan dengannya juga mengaku menerima uang tersebut dan dalam jumlah yang sama. HIlmi mengatakan, uang itu juga sebagai bantuan dalam pilkada 2015 lalu.

Meskipun sama-sama menerima aliran uang, tetapi nasib berbeda dialami para kader PDI Perjuangan itu. Hendrar dan pasangannya yaitu Hevearita menang telak dalam Pilkada 2015 dengan meraup 320.237 suara. Ia unggul jauh dari saingannya, Soemarmo - Jube Safawi yang memperoleh 220.745 suara dan pasangan Sigit Ibnugroho - Agus Sutyoso dengan 149.712.

Sedangkan pasangan Widya-Hilmi berdasarkan rekap data form C1 pada tabulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), memperoleh suara 37,77 persen, kalah dari pasangan Mirna Anissa-Masrur Maskur mendapat suara 62,23 persen.

Tak puas, Widya-Hilmi menganggap adanya kecurangan yang dilakukan KPU. Ia pun mengajukan gugatan ke PT TUN, bahkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Tetapi harapan kedua pasangan ini pun juga kandas.

Ketua Majelis Hakim Agung MA, Yulius, dalam putusannya bersama Yosran SH MHum dan Dr Irfan Fachruddin SH CN, selaku hakim anggota menyatakan, menolak permohonan kasasi pemohon. Dalam putusan kasasi bernomor 100 K/TUN/PILKADA/2016, MA dalam pertimbangannya menyatakan, keputusan TUN objek sengketa diterbitkan pada 24 Agustus 2015, sedangkan gugatan diajukan ke PT TUN Surabaya pada 10 Februari 2016, sehingga telah lewat waktu.

Pertimbangan lainnya, pemeriksaan kasasi hanya terkait pembuktian bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi. "Menimbang bahwa berdasar hal itu ternyata judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan atau undang-undang. Maka permohonan kasasi yang diajukan pemohon kasasi dari Widya Kandi Susanti MM dan Mohamad Hilmi harus ditolak," ucap H Yulius SH MH, ketua majelis hakim agung MA dalam amar putusannya, Kamis (17/3) lalu.

 

BACA JUGA: