JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengambil langkah cepat mengantisipasi pecahnya internal di Kepolisian menyusul dicalonkannya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri. Badrodin mengumpulkan para perwira tinggi Polri untuk meminta dukungan pencalonan Tito. Riak-riak perpecahan itu ada dan Badrodin tak ingin meninggalkan masalah di Kepolisian saat dirinya pensiun.

Salah satu indikasinya adalah munculnya gugatan Masyarakat Pemerhati Kepolisian (Mapol) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas pencalonan Tito. Gugatan Mapol didaftarkan di kepaniteraan Perdata PN Jakarta Pusat dengan Nomor 335/PDT.GBTH.PLW/2016/PN.JKT.PST beberapa waktu lalu. Menurut Mapol, Presiden Joko Widodo telah menyalahi prosedur karena nama yang diajukan di luar nama-nama yang diajukan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti).

Mapol menyatakan, pencalonan Tito tidak tepat karena menabrak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan tradisi organisasi yang berjalan selama ini. Mapol khawatir pencalonan Tito akan mengganggu soliditas di tubuh Polri karena nama Tito tidak masuk dalam nominasi yang diajukan Wanjakti. Mapol menduga presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak mengindahkan prosedur dan asas kepatutan yang selama ini berjalan dalam proses pergantian Kapolri.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jendral Polisi Boy Rafly Amar mengatakan, pertemuan Pati Polri untuk menyatukan suara memberikan dukungan kepada Tito sebagai calon tunggal Kapolri. Kapolri juga meminta semua Pati membantu memuluskan langkah Tito dalam Fit and Proper Test di Komisi III DPR RI.

"Kepada seluruh Pati Polri untuk sepenuhnya memberikan dukungan dan mendukung apa yang telah diputuskan Pak Presiden terkait calon Kapolri. Dan kepada Pati Polri diminta tetap menjaga soliditas dan fokus terhadap penuntasan pekerjaan yang belum diselesaikan," ungkap Boy menyampaikan hasil pertemuan Kapolri dan Pati Polri di Mabes Polri, Senin (20/6).

Hadir dalam pertemuan Pati Polri di antaranya Wakapolri Komjen Budi Gunawan dan Irwasum Mabes Polri Komjen Pol Dwi Priyatno. Keduanya merupakan calon Kapolri yang sempat diusulkan oleh Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Mabes Polri. Selain juga ada nama Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso.

Pertemuan Pati Polri dirasa penting dilakukan mengingat Tito terbilang junior di antara calon Kapolri lainnya sebab dengan penunjukan Tito tersebut ada lompatan generasi di tubuh Kepolisian. Saat ini, Kapolri Badrodin Haiti adalah Akpol angkatan 1982. Sejatinya Kapolri selanjutnya berasal dari angkatan 1983 atau 1984. Sementara Komjen Tito adalah lulusan Akpol angkatan 1987.

Namun Boy menepis lompatan generasi di tubuh Polri akibat pencalonan Toto sebagai Kapolri akan membuat internal terbelah. Menurut Boy di Polri tak dikenal senioritas, yang ada loyalitas struktural dan hirarki komando. "Kalau institusi kita adalah loyal. Loyalitas struktural yang ada di institusi Polri itu berlaku. Jadi siapapun pimpinan Polri yang diangkat secara sah oleh presiden, meskipun Pati masih junior, itu harus tunduk," tandas mantan Kapolda Banten ini.

RUSAK KADERISASI - Surat Presiden Joko Widodo yang berisi pengajuan nama Komjen Tito Karnavian sebagai calon Kapolri dibacakan di rapat paripurna DPR. Proses pengujian Tito sebagai calon Kapolri bisa dijalankan.

Surat dibacakan oleh Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan saat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (20/6/2016). "Surat bernomor R40/Pres06/2016 diterima tanggal 15 Juni tentang pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan Kapolri," kata Taufik.

Hingga saat ini, tidak ada interupsi terkait pengajuan calon Kapolri tersebut. Setelah surat dibacakan, pimpinan DPR akan mengadakan rapat Badan Musyawarah siang nanti untuk menugaskannya ke Komisi III.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, penunjukan Tito sebagai calon tunggal oleh presiden adalah hak prerogatif presiden. Namun penunjukan tersebut dinilai kurang sehat bagi Kepolisian.

Tito dinilai terlalu junior sehingga tidak baik bagi organisasi Polri jika dipaksakan menjadi Kapolri. Namun Presiden Jokowi telah memilih Tito. Semua pihak khususnya internal Polri seharusnya dapat menerima putusan presiden tersebut.

"Karena ini hak prerogatif presiden, kita mau bilang apa? Meski presiden bisa dinilai merusak tatanan dan sistem kaderisasi di Polri," kata Neta kepada gresnews.com, Senin (20/6).

Dampak akan rusaknya kaderisasi Polri atas penunjukan Tito, menurut Badrodin, tidak benar. Menurutnya, setiap perwira Polri yang bintang tiga telah memiliki kemampuan untuk memimpin Polri. Tentu dengan keunggulan masing-masing. Dan Tito dinilai tepat karena punya banyak keungulan baik dari sisi akademik, manajerial, profesi dan komunikasi.

"Saya pikir tidak benar (merusak kaderisasi)," kata Badrodin.

REFORMASI KEPOLISIAN - Presiden memilih Tito untuk mereformasi institusi Kepolisian. Menurut Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting, setidaknya terdapat tiga agenda penting dalam kerangka reformasi Kepolisian, yaitu menjadikan Kepolisian menjadi polisi yang demokratis, bersih dan sensitif terhadap perlindungan hak asasi manusia.

Dan Tito Karnavian punya tugas berat untuk menjadikan polisi yang memberi rasa aman dan menindak tindakan intoleran, polisi yang tidak permisif terhadap tindakan korup dan polisi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan lepas dari praktik kekerasan.

Langkah pertama untuk mewujudkan itu adalah bebas dari beban masa lalu, yaitu menyelesaikan kasus-kasus kriminalisasi dan memutus rantai praktik-praktik menyimpang di institusi Kepolisian.

"Gebrakan positif tentu sangat dinantikan dalam momentum ini," kata Miko dalam keterangannya.

Dalam konteks membangun polisi bersih, aspek penting yang perlu dilakukan adalah membangun kerjasama yang kuat dengan KPK dalam koridor pemberantasan korupsi. Hal ini yang beberapa kali gagal dilakukan dan malah berujung pada kekisruhan pada penegakan hukum.

BACA JUGA: