JAKARTA, GRESNEWS.COM - Disela maraknya operasi tangkap tangan yang dilakukan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus melakukan upaya pengembangan kasus-kasus lainnya terutama yang sudah masuk dalam proses persidangan. Salah satunya adalah kasus suap terhadap para anggota DPRD Sumatera Utara terkait interpelasi DPRD dan lain-lain.

Dalam kasus ini, KPK kembali menetapkan beberapa anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan ada tujuh tersangka baru dalam perkara ini. Mereka adalah Muhammad Afan (MA), Budiman Nadapdap (BPN), Guntur Manurung (GUM), Zulkifli Effendi Siregar, Bustami (BHS) Zulkifli Husein (ZH) dan juga Parluhutan Siregar (PS).

Priharsa mengatakan ada lima jenis penerimaan yang masuk dalam kategori korupsi dari ketujuh orang tersebut. "Ketujuh tersangka selaku anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 diduga telah menerima hadiah atau janji dari tersangka GPN (Gatot Pujo Nugrojo-red) selaku Gubernur Sumatera Utara," kata Priharsa, di gedung KPK, Kamis (16/6).

Pertama terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2012. Kedua persetujuan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2013.

Kemudian untuk yang ketiga, pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2014. Keempat, pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2015.

Kelima persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2014. Untuk yang keenam, penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015.

Dengan tambahan tujuh orang ini, maka total tersangka yang telah tersangkut kasus ini yaitu sekitar 13 orang. Sisa enam orang diantaranya telah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor, termasuk mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

"Dengan penetapan tujuh tersangka baru ini, KPK total telah melakukan penangkapan terhadap 13 orang dengan enam tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.

Ajib Shah, Saleh Bangun, Sigit Pramono Asri, dan Chaidir Ritonga baru saja divonis majelis hakim pada Rabu (15/6) kemarin. Pertimbangan memberatkan salah satunya karena perbuatan mereka dianggap bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. "Para terdakwa belum pernah dihukum, berterus terang, sudah mengembalikan uang," kata Hakim Ketua Arifin.

Ajib Shah dihukum penjara selama 4 tahun dan denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan. Hal yang sama juga diberikan kepada Saleh Bangun. Tetapi hakim meminta Saleh untuk membayar uang pengganti dari hasil korupsinya sebesar Rp712,9 juta.

Sedangkan dua terdakwa lain Sigit dan Chaidir, dihukum sedikit lebih berat. Hakim anggota Baslin Sinaga membacakan amar putusan kepada yang bersangkutan untuk dihukum pidana selama 4 tahun 6 bulan dan membayar denda Rp200 juta.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Sigit membayar uang pengganti Rp355 juta dengan ketentuan bila tidak membayar uang pengganti dalam 1 bulan setelah putusan pengadilan  berkekuatan hukum tetap maka harta benada disita jaksa dalam hal tidak punya harta bayar uang penganti yang cukup maka dipidana selama 6 bulan," tutur Hakim Baslin.

Untuk Chaidir dihukum dalam jangka waktu yang sama tetapi ia diminta membayar uang pengganti yang jauh lebih besar. "Chaidir membayar uang penggati Rp2,3 miliar subsider dipidana selama 1 tahun," terang Hakim.

Sebelumnya, mantan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, Kamaluddin Harahap telah lebih dulu divonis majelis hakim. Ia dipidana penjara selama 4 tahun 8 bulan dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Uang pengganti yang dikenakan terhadap Kamaluddin yaitu sebesar Rp1,2 miliar.

UPAYA JATUHKAN GATOT - Sebelumnya, terkait kasus ini, Ketua DPRD Sumut nonaktif Ajib Shah menyebut ada upaya menjatuhkan Gatot Pujo sebagai Gubernur Sumatera Utara. Upaya itu dilakukan lewat interpelasi yang selanjutnya Gatot menyuap anggota DPRD Sumut untuk menolak interpelasi.

"Memang kalau kita lihat beberapa perjalanan interpelasi 2014 akhir, masa DPRD itu juga sangat tidak pantas karena memang keinginan menjatuhkan Gatot lebih tinggi dibanding memperbaiki Pemprov Sumut karena hubungan enggak baik antara Gubernur dan Wakil Gubernur," ujar Ajib Shah di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/5).

Sebagai Ketua DPRD dan Ketua Golkar interpelasi 2015 saat itu, Ajib mengaku sangat mengetahui persis kejadian tersebut. Ia menyebut tiga pimpinan DPRD Sumut dari Demokrat, Gerindra dan Hanura sangat bersemangat ingin mengajukan interpelasi.

"Ketiga inilah yang saya tahu persis dari info kawan-kawan ada pertemuan antara Wakil Gubernur di Jakarta disiapkan hotel dan diberangkatkan sehingga kawan-kawan media di Sumut memuat 3 orang itu untuk menjatuhkan Gatot," kata Ajib.

Ajib menyebut ia tidak menyetujui interpelasi dan meminta agar interpelasi diperbaiki. Bahkan Ajib menyebut ada yang menanyakan soal istri kedua Gatot terkait interpelasi itu yang dinilai Ajib tidak etis.

Ajib menyebut pernah ditemui oleh Wagub Sumut Tengku Erry karena tidak setuju dengan interpelasi. Menurut Ajib, Tengku Erry lebih memilih hak angket dari pada interpelasi.

"Tengku Erry ingin berjumpa dengan saya, saya terima di rumah, beliau sampaikan keinginan agar Partai Golkar interpelasi, tapi kalau boleh hak angket saja, keinginan beliau untuk menjatuhkan kalau saya jawab mau jadi gubernur lewat Pilgub saja jangan cara begini," kata Ajib.

Meski tidak setuju adanya interpelasi, Ajib menyebut tidak menerima uang suap dari Gatot untuk menolak interpelasi. Sebelumnya, Gatot memberikan uang komunikasi silaturahmi dengan anggota lintas fraksi untuk mencapai kesepakatan agar interpelasi terhadap Gatot bisa dibendung. Sebab Gatot membutuhkan dukungan dari 55 orang agar interpelasi tidak memenuhi kuorum.

PERAN AJIB SHAH - Sementara, sebelumnya, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Zulkarnain menyebut Ajib Shah menjadi mediator untuk pertemuan antara Gatot Pujo Nugroho dengan anggota dewan. Pertemuan yang disebut silaturahmi ini dilakukan karena Gatot Pujo ingin membendung rencana interpelasi anggota dewan.

"Beliau memberi masukan pada Pak Gubernur untuk mau memperbaiki komunikasinya dengan anggota DPRD yang selama ini dianggap menutup diri atau tidak bisa berkomunikasi dengan baik sehingga tidak harmonis," ujar  Zulkarnain dalam persidangan  di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl Bungur Besar, Jakpus, Rabu (20/4).

Dalam persidangan itu, Zul bersaksi untuk terdakwa Ajib Shah, Saleh Bangun, Sigit Purnomo, dan Chaidir Ritonga. Saat ditanya Jaksa pada KPK Ferdian, Zul menyebut tidak ada pembicaraan permintaan uang untuk merealisasikan pertemuan antara Gatot dengan anggota dewan

"Di awal pertemuan itu tidak ada (permintaan uang). Tapi bagaimana antara hubungan DPRD dan pemprov tidak gonjang ganjing terus," jawab dia.

Jaksa juga menanyakan ketelibatan Ajib mengenai adanya permintaan uang untuk anggota DPRD. "Waktu (pertemuan) itu tidak ada cerita uang. Tapi memang ada beberapa anggota dewan yang ingin mengajukan interpelasi lah. Itu lah yang disikapi oleh pak Ajib Shah. Beliau ingin menjembatani," kata Zul.

Menurut Zul, Ajib menjadi mediator karena Gatot saat menjabat sebagai Gubernur Sumut disebut tidak cakap berkomunikasi. "Komunikasi itu Pak Gubernur dengan anggota DPRD. Memang yang diungkapkan Pak Ajib Shah saat itu Pak Gubernur tidak cakap dalam berkomunikasi. Jadi Beliau (Ajib) menginisiasi pertemuan santai lah," jelas Zul.

Zul mengatakan pertemuan-pertemuan tersebut mulai dilakukan sebelum ada pembayaran sisa komitmen. "Untuk interpelasi 2015?," tanya jaksa.

"Ketika Beliau (Gatot) mengajukan untuk pertemuan itu, perlu lah Pak Gatot melakukan konsolidasi. Kemudian saya sampaikan ke Pak Gubernur. Dilanjutkan pertemuan dengan ketua-ketua fraksi," jelas Zul.

Menurut Zul usulan interpelasi karena adanya anggota dewan yang menyinggung soal ´kebutuhan´ anggota dewan. "Kalau yang saya dengar ya anggota dewan yang baru merasa tidak dapat apa-apa lagi karena APBD 2015 sudah disahkan oleh yang lama," jawab Zul. (dtc)

BACA JUGA: