JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasasi yang diajukan oleh advokat senior Otto Cornelis Kaligis justru menjadi bumerang baginya. Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk memperberat hukuman terhadap Kaligis dalam kasus korupsi pemberian suap kepada tiga orang hakim serta seorang panitera pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Majelis kasasi yang terdiri dari hakim agung Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan Abdul Latief menolak kasasi Kaligis dan justru memperberat hukuman kepada Kaligis dari tujuh tahun penjara sebagaimana putusan pada tingkat banding, menjadi 10 tahun penjara.

Menurut majelis hakim agung, sebagai seorang advokat, Kaligis seharusnya steril dari perbuatan-perbuatan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lain dalam menjalankan profesinya. "Hal itu sesuai sumpah jabatan yang harus dipatuhi setiap advokat seperti tertuang dalam Pasal 4 UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat," kata Krisna.

Dengan demikian, dalam setiap upaya hukum yang diajukannya, vonis yang dijatuhkan kepada Kaligis justru semakin bertambah. Awalnya Pengadilan Tipikor Jakarta hanya menjatuhkan hukuman 5,5 tahun penjara. Hukuman itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 7 tahun penjara. Oleh MA, hukuman Kaligis digenapkan menjadi 10 tahun penjara sebagaimana tuntutan jaksa.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyambut baik putusan ini. Salah satu komisionernya, Laode Muhamad Syarif, mengatakan putusan tersebut sudah sesuai dengan permintaan KPK yang tertera dalam surat tuntutan. "Karena memang tuntutannya itu 10 tahun. Jadi KPK mengapresiasi putusan yang dikeluarkan MA," kata Syarif kepada wartawan di kantornya, Kamis (11/8).

Syarif mengatakan, putusan ini sekaligus sebagai pesan bagi para pengacara ataupun advokat lainnya agar tidak melakukan tindakan yang sama. Apalagi, seorang pengacara juga dianggap merupakan salah satu penegak hukum selain kepolisian, KPK, dan kejaksaan. 

"Advokat itu dia juga penegak hukum. Jadi harus berikan contoh pada yang lain. Sehingga diharapkan dengan keputusan ini juga bisa lebih hati-hati bagi pengacara dan advokat," pungkas Syarif.

Atas niat dari Kaligis untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA, menurut Syarif, hal itu bukanlah masalah. Sebab upaya hukum luar biasa itu memang menjadi hak bagi para terpidana untuk mencari keadilan.

Tetapi harus diingat, PK tidak akan menunda eksekusi yang berarti hukuman pada tingkat kasasi sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). "Ya kalau beliau ingin melakukan upaya hukum luar biasa itu kan hak, hak dari yang terpidana. Silakan saja. Tapi kami di KPK merasa itu sudah pas," tutur Syarif.

Niat Kaligis untuk mengajukan PK terungkap dari pernyataan anaknya, Velove Vexia. Wanita yang berprofesi sebagai pekerja seni ini menganggap hukuman terhadap ayahnya sama sekali tidak mencerminkan keadilan. Alasannya, para hakim yang diberi suap dijatuhkan hukuman lebih ringan.

"Aku akan bilang ini enggak adil, hakim yang terlibat dalam masalah ini kan cuma 3 dan 4 tahun (penjara)," kata Velove saat berkunjung ke Gedung KPK, kemarin.

Oleh karena itu, pihaknya akan segera mengambil upaya hukum luar biasa berupa PK ke MA. Namun saat ditanya apakah pihak Kaligis mempunyai bukti baru atau novum sebagai salah satu syarat pengajuan PK, ia tidak bisa menjelaskannya. "Itu aku kurang paham sih. Pasti kita akan PK. Papa akan berjuang," imbuhnya.

ADVOKAT TERJERAT KPK - Sementara itu praktisi hukum Todung Mulya Lubis menganggap naiknya hukuman kepada Kaligis yang diputuskan MA merupakan hal yang wajar. Apalagi, ia telah terbukti secara sah dan meyakinkan memberi suap kepada para hakim PTUN.

Namun, Todung enggan berbicara lebih jauh mengenai hal tersebut. "Hakim yang melanggar ya diperberat, jaksa juga begitu. Tapi saya enggak mau banyak (bicara) karena enggak etis," ujar Todung di Gedung KPK.

Kaligis bukanlah satu-satunya pengacara yang terjerat hukum di KPK. Sebelumnya sudah ada nama advokat Susi Tur Andayani yang menjadi perantara suap bagi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Dalam kasasi, MA memperberat hukumannya menjadi 7 tahun.

Dalam kasus PTUN sendiri, ada nama lain yang juga bekerja di kantor hukum, yaitu M Yagari Bhastara Guntur, atau Gary. Ia merupakan perantara suap kepada para hakim. Karena jadi saksi pelaku yang bekerjasama dengan penyidik, maka ia pun diganjar hukuman ringan, yaitu 2 tahun.

Kasus Susi Tur, Kaligis, dan Gary tampaknya belum membuat jera para oknum advokat. Dalam 2016 ini saja, ada tiga orang pengacara yang kembali berurusan dengan lembaga antirasuah pimpinan Agus Rahardjo itu.

Pertama dalam kasus suap untuk meringankan putusan Saipul Jamil yang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dua orang advokat Saipul, Kasman Sangaji dan Berthanatalia Kariman ditangkap tangan karena menyuap panitera bernama Rohadi.

Selanjutnya dalam kasus suap penanganan perkara perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) dan PT Mitra Maju Sukses (MMS) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengacara PT KTP, Raoul Adhitya Wiranatakusumah, disangka memberi suap kepada panitera bernama Santoso sebesar $in$28 ribu. (dtc)

BACA JUGA: