JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta hari ini secara resmi mendengarkan pengajuan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) yang dimohonkan advokat senior Otto Cornelis Kaligis. Ia diketahui terjerat kasus dugaan suap kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan beberapa waktu lalu.

Salah satu syarat dari pengajuan PK adalah adanya novum atau bukti baru yang belum pernah muncul dalam proses persidangan sebelumnya. Kaligis sendiri mengklaim mempunyai hal tersebut yaitu dengan menyodorkan pernyataan dua terpidana yang juga terjerat kasus ini yaitu Dermawan Ginting serta Syamsir Yusfan.

"Pertama, Surat Pernyataan dari Syamsir Yusfan (Bukti Novum PK-1), dan kedua Surat Pernyataan dari Dermawan Ginting (Bukti Novum PK-2)," kata Kaligis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/3).

Kaligis berpendapat, jika bukti-bukti baru tersebut dapat menunjukkan suatu keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung. Ia pun berharap bukti baru yang dimaksud menghasilkan putusan bebas.

"Atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan terhadap pemohon PK selaku Terdakwa. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf c KUHAP," ujar Kaligis.

Bahwa bukti-bukti tersebut di atas, diterima oleh dirinya selaku pemohon pada tanggal 15 Desember 2016. Dengan demikian bukti baru (novum) yang diajukan olehnya telah sesuai dengan ketentuan Pasal 69 UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang mengatur tata cara Peninjauan Kembali.

"Apa pemohon pernah menjanjikan atau memberikan sesuatu terhadap hakim. Apa pemohon pernah menyuruh Gary untuk memberikan sesuatu?" pungkas Kaligis.

"Apa keputusan Tripeni, Dermawan diberikan independen atau pengaruhi pihak lain. Kepergian Gary ke Medan bukan atas permintaan pemohon," sambung Kaligis.

Ia berpendapat, ketiga hakim mengakui dibawah sumpah jika tidak mendapat intervensi saat merumuskan putusan. "Ada beberapa perbedaan keterangan hakim atau bertentangan satu dengan yang lain," imbuhnya.

HARAPAN TERAKHIR MENDAPAT KEADILAN - Dalam pembacaan memori yang disampaikan oleh dirinya sendiri, Kaligis mengaku sangat keberatan akan putusan tiga tingkat pengadilan mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga majelis kasasi di Mahkamah Agung (MA). Ia berpendapat ada beberapa kejanggalan dalam putusan majelis selama ini.

Pertama, mengenai dirinya yang bukan termasuk dalam satu kesatuan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan tim penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK selama ini beranggapan bahwa Kaligis memang menjadi bagian OTT yang dilakukan dalam kasus suap PTUN Medan.

Kemudian mengenai jumlah hukuman yang diberikan kepadanya juga dianggap Kaligis tidak adil. Ia dihukum paling berat diantara para terdakwa lain padahal Kaligis mengklaim dirinya sama sekali tidak terlibat dalam perkara ini.

Dalam kasus ini, M. Yagari Bhastara Guntur atau Gary yang merupakan anak buah Kaligis dihukum selama dua tahun. Kemudian tiga hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing juga selama dua tahun.

Kemudian panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan justru dihukum lebih berat selama tiga tahun. Namun hukuman tersebut tidaklah seberapa dibanding dengan Kaligis yang diputus majelis hakim kasasi MA selama 10 tahun.

"Faktanya, mereka semua OTT, saya bukan OTT. Kenapa Gary hanya dua tahun?" pungkas mantan pengacara Muhammad Nazaruddin ini.

Kaligis memang kerap menuding Gary sebagai aktor utama dalam perkara ini. Ia mengklaim sama sekali tidak pernah meyuruh Gary untuk melakukan pertemuan dengan para hakim serta memberikan uang kepada para pengadil.

Pemberian uang dimaksudkan untuk mengabulkan gugatan yang diajukan Gubernur Sumatera Utara kala itu Gatot Pujo Nugroho dalam pemanggilan sejumlah saksi dari Pemprov dan penyelidikan kasus Bantuan Sosial di provinsi tersebut.

"Gary sebagai pelaku utama hanya dihukum dua tahun Yang Mulia, sedangkan saya dihukum 10 tahun," ujarnya.

Majelis hakim Kasasi diketahui memperberat hukuman terhadap Kaligis menjadi pidana selama 10 tahun. Salah satu pertimbangannya yaitu sebagai advokat senior, Kaligis dianggap mencederai profesi dan melanggar sumpah jabatan seorang pengacara.

"Sebagai seorang advokat terdakwa seharusnya steril dari perbuatan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lain dalam menjalankan profesinya sesuai sumpah jabatan yang harus dipatuhi setiap Advokat. Itu seperti tertuang dalam Pasal 4 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, kata majelis hakim," kata majelis hakim yang diketuai Artidjo Alkostar dalam putusannya.

Pertimbangan ini pun tidak luput dari kritikan Kaligis. "Penilaian subyektif, dalam putusan, mengingat sikap batin terdakwa sebagai advokat senior telah merusak citra advokat dan mencemarkan profesi advokat. Bagaimana Artidjo bisa menilai saya, tidak pernah ketemu, sikap batin kok dinilai dalam putusan," tuturnya.

BACA JUGA: