JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta kembali memperberat hukuman terdakwa kasus korupsi yang kasusnya ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini yang mengalami nasib seperti itu adalah pengacara senior, Otto Cornelis Kaligis.

Juru Bicara Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Heru Pramono mengatakan hakim memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta atas OC Kaligis. Mereka memperberat hukuman kepada pengacara kondang tersebut yang terbukti melakukan tindak pidana suap.

"Pada pokoknya putusan PT Jakarta mengubah putusan pengadilan tingkat pertama mengenai penjatuhan pidana dari 5 tahun dan 6 bulan dinaikkan menjadi pidana penjara selama 7 tahun," kata Heru saat dikonfirmasi gresnews.com, Jumat (3/6).

Ketua majelis hakim yang memimpin persidangan ini adalah Elang Prakoso Wibowo. Putusan dengan nomor perkara 14/PID/TPK/2016/PT DKI sebenarnya sudah putus 19 April 2016 dan salinannya telah disampaikan ke pengadilan pengaju dalam hal ini Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.

"Kami ingin agar para pihak terkait menerima putusan ini secepatnya agar kalau mereka ingin mengambil langkah hukum selanjutnya bisa segera dilakukan," tutur Heru.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengapresiasi putusan ini. Meskipun begitu, KPK masih merasa bahwa putusan tersebut masih terlalu ringan bagi Kaligis. "KPK mengajukan kasasi, saat ini sedang menyiapkan kontra memori kasasi (ke Mahkamah Agung)," tutur Yuyuk kepada gresnews.com.

Yuyuk pun mengatakan alasannya. "Karena belum memenuhi rasa keadilan," pungkasnya.

Pengacara Kaligis, Humprey Djemat, juga melakukan hal yang sama. Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat hukuman bagi kliennya tersebut.

Humprey mengatakan, kliennya tidak terima dengan putusan tersebut. "Dia gak mau terima, 5,5 tahun (penjara) aja dia gak mau terima," imbuh Humprey.

Menurutnya, putusan pengadilan tingkat dua tersebut dianggap tidak benar, salah satunya terkait pernyataan bahwa Kaligis merupakan salah satu pihak yang ditangkap tangan KPK. Menurut Humprey, pihak yang ditangkap tangan yaitu para hakim dan juga M. Yagari Bhastara Guntur atau Garry yang tak lain anak buah Kaligis.

Selain itu, hukuman tersebut dianggap tidak adil karena para terdakwa lain yang ditangkap dalam kasus yang sama justru dihukum lebih ringan. Seperti, tiga hakim PTUN, Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, dan Amir Fauzi dan Gary selama 2 tahun penjara saja.

"Bahwa putusan PT itu kami anggap tidak benar, kami menyatakan bahwa Pak OC kan bukan di OTT, bukan dia yang di OTT, tapi pihak lain. Dan juga terus terang aja hukumannya yang lain lebih rendah dari Pak OC. Gary aja cuma berapa, di bawah lima tahun," tuturnya.

PENGARUHI PUTUSAN - Sebelumnya, Kaligis diputus bersalah dan divonis majelis hakim Tipikor Jakarta dengan pidana penjara selama 5,5 tahun dan denda Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan. Ia terbukti bersalah karena menyuap tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan untuk mempengaruhi putusan dalam gugatan dugaan korupsi dana Bansos Provinsi Sumatera Utara.

Dia didakwa majelis hakim yaitu Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 sebagai perbuatan bersama-sama, juncto Pasal 64 ayat (1) sebagai perbuatan berlanjut.

Atas dasar itulah sebelum memberikan putusan majelis hakim harus membuktikan segala unsur yang ada dalam pasal tersebut. Salah satu unsur yang terpenting apakah uang suap itu mempengaruhi keputusan hakim. Sebab, jika unsur itu tidak terbukti maka surat dakwaan pertama yang diajukan jaksa KPK batal demi hukum dan Kaligis dapat dibebaskan.

Salah satu hakim anggota, yaitu Tito Suhut menyatakan bahwa dari pemeriksaan saksi, alat bukti serta fakta yang ada dipersidangan, Kaligis terbukti menemui para hakim baik Tripeni, Dermawan Ginting, Amir Fauzi, serta panitera Syamsir Yusfan baik sebelum maupun ketika proses persidangan.

"Terdakwa beberapa kali bertemu Tripeni yang antara lain sebagai Ketua PTUN mempunyai kewenangan untuk menentukan nama majelis. Dan terdakwa baik pada saat persidangan maupun sebelum persidangan menemui Amir Fauzi dan Dermawa Ginting serta Syamsir Yusfan," kata Hakim Tito Suhut.

Hal senada juga disampaikan hakim anggota Alexander Marwata. Pria yang baru saja terpilih sebagai pimpinan KPK ini menyatakan bahwa Tripeni pernah menyampaikan agar permintaan OC Kaligis agar PTUN Medan berani menyidangkan gugatan perkara tersebut merupakan bentuk keberpihakan terhadap Kaligis.

Padahal seharusnya sebagai hakim, ia bersikap independen dan tidak terpengaruh oleh pihak lain. Kemudian, dalam musyawarah hakim pertama kali juga menyebut bahwa PTUN Medan tidak memiliki kewenangan untuk menyidangkan perkara tersebut.

Hal ini langsung berubah setelah ada permintaan dari Kaligis. "Selain itu, saat musyawarah pertama, hakim Amir Fauzi mengatakan pokok yang dimohonkan terdakwa tidak masuk dalam objek, karena bukan kewenangan PTUN," terang Alexander.

BACA JUGA: