JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wacana perpanjangan masa jabatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Badrodin Haiti masih menjadi kontroversi. Memperpanjang masa jabatan Badrodin yang akan berakhir pada Juli 2016, dinilai akan berdampak negatif pada proses kaderisasi dalam tubuh lembaga korps Bhayangkara tersebut.

Neta S. Pane dari Indonesian Police Watch (IPW) menilai ada beberapa alasan untuk tidak memperpanjang masa kepemimpinan Badrodin. Diantaranya, terkait dengan revolusi mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Neta, melihat masih kurang baiknya layanan publik pada lembaga Polri, seharusnya presiden memiliki alasan untuk tidak memperpanjang jabatan Badrodin. "Presiden Jokowi harus konsisten dengan revolusi mental untuk melanjutkan perubahan pelayanan publik di Polri," kata Neta melalui rilisnya, Minggu (22/5).

Alasan kedua, semasa kepemimpinan Badrodin tidak ada prestasi yang patut jadi pertimbangan untuk memperpanjang jabatannya. Ketiga, perpanjangan itu bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Dalam Pasal 11 Ayat (6) UU Polri itu mensyaratkan calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Polri yang masih aktif, dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.

Keempat, jika masa jabatan Kapolri diperpanjang akan berdampak pada sistem kaderisasi di lembaga Kapolri. "Perpanjangan masa jabatan Haiti hanya akan menghancurkan sistem kaderisasi dan assesment yang sudah dibangun Polri sejak 10 tahun terakhir," ujar Neta.

Pengamat Kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, juga menyatakan polemik memperpanjang masa jabatan Kapolri itu mesti didasarkan pada pertimbangan objektif dalam manajerial kepolisian. Menurutnya, perpanjangan masa jabatan Kapolri selama ini sarat dengan tarik-menarik kepentingan.

"Memperpanjang masa jabatan Kapolri itu jangan sampai karena pertimbangan politis," ujar Bambang kepada gresnews.com, melalui sambungan telepon, Minggu (22/5).

Kalau mesti diperpanjang pun, sambung Widodo, seharusnya dasarnya bukan pada pertimbangan politis. Namun yang lebih dikedepankan karena alasan tata kelola manajemen atau persoalan kepemimpinan yang ada dalam tubuh lembaga kepolisian. Ia mensinyalir masih ada persoalan dalam lembaga Kapolri seperti lemahnya manajemen penempatan orang pada posisi penting.

"Manajemen penempatan personel agaknya tampak lemah. Seharusnya itu yang dimunculkan," tutur Bambang.

Sebelumnya, penolakan perpanjangan masa bakti Badrodin juga sempat ditanggapi serius oleh anggota Komisi III DPR Wenny Warouw. Ia menilai memperpanjang masa jabatan Badrodin akan berdampak pada pelanggaran undang-undang. Tak hanya itu, menurut Wenny, hal itu akan membuat regenerasi dalam lembaga Polri menjadi terhambat.

TIDAK ADA URGENSI - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Bakir Ihsan juga menilai tidak ada urgensinya untuk memperpanjang masa jabatan Kapolri. Menurutnya jangan sampai perpanjangan masa jabatan Kapolri justru mengganggu rangkaian regenerasi dan prosedur dalam lembaga Kepolisian.

"Enggak terlalu penting untuk memperpanjang masa jabatannya. Tidak ada kondisi yang memaksa untuk memperpanjang jabatannya," ujar Bakir kepada gresnews.com, Minggu (22/5).

Kalau alasan belum ada kader yang pas menggantikan Kapolri, menurutnya,  alasan tersebut tidak cukup kuat untuk menunda masa pensiun Badrodin. Menurutnya, pengganti Kapolri tidak mesti Wakil Kapolri. "Bisa saja dari yang lain, tidak mesti dari wakil," kata Bakir. Saat ini Wakapolri adalah Komjen Budi Gunawan.

Kalau Wakil Kapolri menggantikan posisi Kapolri maka akan memunculkan perdebatan publik baru. Penggantinya bisa diambil dari jenjang yang lain.

"Saya rasa lembaga seperti Polri memiliki kaderisasi. Kalau dari segi kepangkatan tidak ada, bisa saja presiden menaikkan pangkat calon kapolri, lalu ditempatkan pada posisi itu," pungkasnya.

BACA JUGA: