JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Tripeni Irianto terkait kasus korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara seperti berjalan antiklimaks. Rentetan vonis ringan terhadap para terdakwa yang terlibat dalam kasus ini terus terjadi. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hanya menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan kepada Tripeni. Vonis itu separuh di bawah tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan kepada Tripeni.

Kini vonis ringan juga dijatuhkan kepada kepada bekas anak buah pengacara senior Otto Cornelis Kaligis, Mohammad Yagari Bhastara Guntur atau yang kerap disapa Gary, yang didakwa turut serta melakukan penyuapan terhadap Tripeni. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya menghukum Gary dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp150 juta subsider selama lima bulan kurungan. Gary dianggap terbukti bersalah karena turut serta menyuap para hakim PTUN Medan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mohammad Yagari Bhastara Guntur terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan pertama alternatif pertama," kata Hakim Ketua Sumpeno, Rabu (17/2).

Dalam melakukan perbuatan itu, Gary tidak sendirian. Ia disebut bersama Kaligis, Gatot Pujo Nugroho, dan Evy Susanti, dinilai telah terbukti memberikan suap kepada Ketua Majelis Hakim Tripeni Irianto Putro sebesar Sin$5,000 dan US$15,000. Mereka juga menyuap hakim anggota Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing sebesar US$5,000 serta panitera PTUN Syamsir Yusfan sebesar US$2,000.
 
Pemberian itu dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD Pemprov Sumatera Utara. Permohonan gugatan ini ditangani Majelis Hakim yang terdiri dari Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi dengan Syamsir Yusfan selaku panitera.

Perbuatan Gary tersebut dinilai telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana. Dalam perkara ini, hanya OC Kaligis yang dihukum lebih berat yaitu pidana penjara selama 5,5 tahun dan denda Rp300 juta subsidair empat bulan. Kaligis memang dianggap sebagai inisiator dalam kasus suap ini.

Hukuman yang diberikan kepada Gary ini memang dibawah ancaman minimum. Dalam Pasal 6, ancaman hukuman minimal yang tertera paling rendah adalah tiga tahun dan denda Rp150 juta. Dan hukuman maksimal yaitu 15 tahun dan denda Rp750 juta.

Dalam kasus yang sama dengan terdakwa para hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting serta Amir Fauzi, meskipun penuntutannya dilakukan secara terpisah tetapi majelis hakim memberikan hukuman yang sama, yaitu dua tahun penjara.

Hukuman tersebut juga di bawah ancaman minimal yang diatur dalam Pasal 12 huruf c, yaitu dipidana dengan minimal empat tahun dan denda Rp200 juta. Dan ancaman minimal penjara selama 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Dan dalam tiga kasus tersebut, para Jaksa KPK mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Salah satu sebabnya adalah hukuman itu belum mencapai 2/3 dari jumlah tuntutan yang dilayangkan jaksa KPK selama empat tahun penjara.


2/3 JUMLAH TUNTUTAN - Sedikit berbeda dengan Gary, putusan ini sudah masuk kategori 2/3 dari jumlah tuntutan yang dilayangkan. Jaksa KPK sebelumnya menuntut Gary dengan pidana penjara selama tiga tahun, denda Rp150 juta subsidair satu bulan kurungan.

Salah satu alasan ancaman hukuman ini cukup ringan karena Gary menjadi saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap pelaku lain yang mempunyai peran lebih besar (Justice Collaborator). "Terdakwa juga merupakan saksi pelaku yang bekerja sama," kata Hakim Anggota, Tito Suhut.

Selain itu, majelis hakim juga mengabulkan permohonan Gary yang meminta rekening pada Bank BCA dan BNI dibuka. Hakim menilai uang dalam kedua rekening tersebut tidak terkait dengan tindak pidana korupsi.

"Mengabulkan permohonan penasihat hukum terdakwa agar membuka rekening pada Bank BCA dan Bank BNI atas nama Moh Yagari Bhastara alias Gary karena tidak ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi," ujar Hakim Ketua Sumpeno.

Menurut Majelis Hakim, uang dalam kedua rekening dibutuhkan untuk membiayai hidup Gary yang pernah jadi anak buah Otto Cornelis Kaligis. "Uang tersebut dibutuhkan untuk keperluan hidup," imbuh Sumpeno.

Majelis Hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum pada KPK untuk melaksanakan putusan tersebut. Mendengar putusan ini, Gary menyampaikan rasa terima kasihnya. "Terimakasih Yang Mulia," kata Gary yang duduk di kursi terdakwa mengenakan kemeja merah marun

Sementara itu Jaksa KPK Feby Dwiyandospeny masih enggan mengungkapkan apakah pihaknya akan mengajukan banding dalam perkara ini. Menurut Feby, ia akan melaporkan terlebih dahulu kepada pimpinan dan mempelajari terlebih dahulu putusan ini.

"Kita tidak tahu banding atau tidak. Apalagi ini kan JC itu jadi pertimbangan meringankan, masih ada waktu," tutur Jaksa Feby.

Meskipun dihukum ringan, Gary sendiri belum mau secara terbuka mengaku puas akan putusan ini. "Bukan masalah puas gak puas, tapi salah satu pertimbangan hakim kan salah satunya JC. Menurut kami (putusan) ini harus dijalankan kan, cuma masih ada waktu untuk pikir-pikir selama tujuh hari ya," tandas Gary.


TUNTUTAN GATOT DAN EVY - Setelah vonis terhadap Gary, perkara ini hanya menyisakan dua terdakwa lain yang dituntut dalam satu berkas yaitu pasangan suami istri Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti. Dalam sidang berbeda, keduanya baru sampai pada tahap pembacaan surat tuntutan oleh Jaksa KPK.

Selain didakwa menyuap hakim, Gatot dan Evy juga didakwa memberi uang yang masuk dalam kategori gratifikasi kepada anggota DPR Komisi III Fraksi Partai Nasional Demokrat Patrice Rio Capella. Uang sebesar Rp200 juta tersebut diduga untuk mempengaruhi penyidikan perkara di Kejaksaan Agung.

Jaksa KPK Irene Putri menganggap perbuatan yang dilakukan keduanya telah terbukti secara sah dan meyakinkan baik itu melalui barang bukti, maupun dari keterangan para saksi di persidangan. Atas dasar itulah keduanya dituntut dengan dua aturan hukum yaitu Pasal 6 Ayat (1) dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pasal 6 mengatur tentang suap kepada hakim yang bertujuan mempengaruhi perkara. Sedangkan Pasal 13 mengatur tentang pemberian gratifikasi yang diduga berkaitan dengan jabatannya selaku penyelenggara negara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa 1 (Gatot Pujo Nugroho-red) dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan, dan terdakwa 2 (Evy Susanti-red) dengan pidana penjara selama 4 tahun, dan denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan," kata Jaksa Irene.

Dalam pertimbangan tuntutan, Jaksa memaparkan hal-hal yang meringankan yakni keduanya belum pernah dipidana, kooperatif dan memiliki tanggungan keluarga. Gatot dan Evy juga dinyatakan sebagai justice collaborator yang membuka peran pihak lain. Dalam tuntutan, Jaksa KPK meyakini keduanya memberikan uang kepada Hakim dan Panitera PTUN Medan melalui pengacara Gatot, Otto Cornelis Kaligis.

Uang sebesar total US$27 ribu dan Sin$5 ribu yang diberikan ke hakim PTUN Medan yakni Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, Amir Fauzi dan panitera PTUN Syamsir Yusfan dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan atas gugatan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut atas penyelidikan tindak pidana korupsi dana bansos dan sebagainya.

Gatot-Evy, menurut Jaksa, berharap dengan diberikannya uang tersebut, hakim dapat mengabulkan gugatan yang diajukan oleh tim OC Kaligis atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dana bansos, Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemprov Sumatera Utara. "Unsur mempengaruhi perkara telah terpenuhi dan dapat dibuktikan," katanya.

Gatot dan Evy juga diyakini terbukti melakukan pidana korupsi sebagaimana dakwan kedua yaitu memberikan uang Rp 200 juta kepada Patrice Rio Capella yang saat itu menjabat sebagai Sekjen NasDem dan anggota Komisi III DPR. Evy atas persetujuan Gatot menyerahkan uang Rp200 juta kepada Rio melalui anak buah OC Kaligis. Fransisca Insani Rahesti.

Duit ini diberikan agar Rio Capella memfasilitasi islah guna memudahkan pengurusan penghentian penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung. "Dengan demikian unsur menyuap pegawai negeri telah terpenuhi dan dapat dibuktikan," ujar Irene. (dtc)

BACA JUGA: