JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji yang melibatkan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali tampaknya tidak hanya akan menjerat sang mantan menteri dan pejabat internal Kementerian Agama. Perkembangan kasus ini juga mengungkapkan adanya peran anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam perkara tersebut. Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta pada Jumat 6 November lalu.

Adalah Zulkarnaen Djabar yang merupakan mantan anggota DPR Komisi VIII periode 2009-2014 yang mengemukakan adanya sejumlah uang yang mengalir kepada para anggota dewan khususnya di komisi yang pernah ditempatinya itu. Uang tersebut, merupakan fee atau imbalan dari pengadaan tempat penginapan dan pemondokan bagi para jamaah haji di tahun 2012.

Zulkarnaen, yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin karena terjerat kasus korupsi pengadaan Al Quran ini mengungkap bahwa Hasrul Azwar yang saat itu menjadi anggota Komisi III DPR RI ditunjuk menjadi koordinator pengumpul dana imbalan dari sejumlah pemondokan baik di Jeddah maupun Madinah. Imbalan tersebut, didapat dari karyawan Al-Mukhtarah Group, Saleh Salim Badegel yang menjadi calo pemondokan haji.

Hal itu tidak terlepas dari adanya kesepakatan pada awal 2012 lalu antara Komisi VIII dengan Suryadharma Ali. Dalam kesepakatan itu, Suryadharma memberi kesempatan para anggota dewan untuk mengajukan nama-nama majmuah (penyedia perumahan) di Jeddah dan Madinah kepada tim penyewaan rumah. Selanjutnya, untuk melaksanakan kesepakatan tersebut, anggota kelompok fraksi (poksi) Komisi VIII menunjuk Hasrul Azwar sebagai penghubung dengan Suryadharma.

Bukan tanpa pertimbangan para anggota dewan menunjuk Hasrul. Sebab, ia merupakan Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Suryadharma Ali menjabat sebagai Ketua Umum.

Dalam kesaksiannya, Zulkarnaen yang juga merupakan politisi Golkar ini mengungkap jumlah imbalan yang diterima oleh para anggota dewan cukup besar, yaitu Saudian Real (SR)30 per jemaah untuk di Madinah dan SR20 per jemaah untuk di Jeddah, sehingga untuk kedua lokasi itu, imbalan berjumlah SR50.

Pada 2012 sendiri, para jamaah haji reguler yang berangkat ke tanah suci berjumlah 194.216. Maka, jika dijumlah keseluruhan jumlah imbalan yang diterima sekitar SR9.710.800 juta. Dan apabila dikonversi ke mata uang rupiah dengan nilai SR1 setara dengan Rp3.500, maka para anggota dewan itu menerima sekitar Rp33,987 miliar.

Menurut Zulkarnaen, pembicaraan fee itu dilakukan bersama Badegel serta bersama rekan-rekan kelompok fraksi di Komisi VIII yang masuk dalam kelompok mereka. Saat pertemuan itu, semua sepakat bahwa Badegel harus mengusahakan fee yang diminta oleh pihaknya.

Namun, Zulkarnaen mengaku tidak mengetahui secara rinci berapa imbalan yang diterima oleh masing-masing anggota Komisi VIII setelah berhasil meloloskan sejumlah pemondokan haji. Masalahnya, ketika itu dirinya sudah lebih dulu ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran menjadi tersangka korupsi pengadaan Al-Quran. "Itulah kelemahan saya, karena 21 Juni 2012 saya ditetapkan tersangka, 7 September 2012 saya ditahan. Sedangkan haji itu berlangsung Oktober 2012," terangnya.

Kemudian, ia juga membeberkan bahwa fee yang dikumpulkan oleh Hasrul yang kini duduk di Komisi III ini, akan dibagikan kepada fraksi-fraksi yang masuk ke dalam kelompoknya. "Kepada kelompok yang ada ini lah, PPP, Golkar, PDIP, PKS, sama partai kecil yang ikut bergabung," pungkas Zulkarnaen.

MINTA BANTUAN HASRUL AZWAR - Adanya campur tangan Hazrul Azwar dalm urusan pemondokan haji ini dibenarkan oleh Saleh Salim Badegel dalam persidangan sebelumnya. Keterangan soal Hazrul diketahui dari Berita Acara Pemeriksaan terhadap Salim yang dibacakan Jaksa KPK Abdul Basir dalam persidangan hari Rabu (4/11). Dalam kesaksiannya, Salim mengaku pernah meminta bantuan Hasrul selaku anggota Komisi VIII untuk meloloskan perumahan untuk jemaah haji.

Salim membenarkan pernah meminta bantuan saat bertemu Hasrul pada sekitar tahun 2008 atau 2009. "Permintaan tolong terhadap Pak Hasrul dengan mengatakan ´Pak Hasrul tolong Al Mukhtarah dibantu karena saya bekerja di situ dan jangan sampai Al Mukhtarah tidak dapat jatah (penyewaan perumahan untuk jemaah haji, red). Atas permintaan itu Pak Hasrul bilang iya nanti saya sampaikan teman-teman di Departemen Agama biar diperhatikan," kata Salim dalam BAP itu.

Salim mengakui setelah permintaan tolong itu, pemondokannya itu akhirnya disewa oleh pihak Kementerian Agama. "Alhamdulillah, terakhir setelah Depag ketahui kemampuan fasilitas dan kuantiti, mereka butuh, dipakai," tuturnya.

Selain itu, Salim juga mengaku pernah dikenalkan oleh Hasrul kepada Ketua tim penyewaan pemondokan haji, Syairozi Dimyathi dan Ketua Tim Katering Haji tahun 2012. Pada pertemuan itu, dihadiri oleh sejumlah anggota Komisi Vlll DPR, antara lain Zulkarnaen Djabar, Said Abdullah, Jazuli Juwaini serta Chaerun Nisa. "Mereka katakan (pada Syairozi), pak Saleh Badegel tolong dibantu kalau ada sesuatu hal menyangkut perumahan," ujar dia.

Hasrul sendiri mengakui pernah menjanjikan bantuan meloloskan perumahan untuk menjadi pemondokan jemaah haji lndonesia di Arab Saudi. Dalam persidangan, Hasrul mengakui pernah melakukan pertemuan dengan pemilik Al-Mukhtarah Group, Sami Marzooq Al Matrafi. Pertemuan dengan Sami menurutnya membicarakan pelayanan jemaah haji.

Hasrul mengatakan, saat itu dirinya menyampaikan ke Sami akan menyampaikan ke teman-temannya soal permintaan meloloskan pemondokan. Tapi Hasrul menyebut teman yang dimaksud adalah Komisi VIII periode 2009-2014 bukan Kementerian Agama. "Saya akan bantu dengan menyampaikan ke teman-teman. Kalau perumahannya bagus lnsya Allah dapat," kata dia.

Meski begitu, Hasrul membantah telah menerima fee dari Salim Badegel "Nggak, nggak (pernah terima komisi dari Saleh Saleem Badegel)," ujar Hasrul, saat menjawab pertanyaan dari pengacara Suryadharma di persidangan.

Tetapi pernyataan itu tak langsung dipercaya begitu saja, pengacara Suryadharma kembali mempertegas pertanyaan soal fee untuk Hasrul. Hasrul kembali membantah tegas. "Nggak, demi Allah nggak," kata Hasrul.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut dari imbalan tersebut Hasrul menerima uang sejumlah SR3,04 juta untuk fee pemondokan di Madinah dan sejumlah SR2,80 juta penyewaan hotel transito Jeddah. Menurut jaksa, meskipun pembayaran kepada majmuah dan hotel transito nilainya sesuai dengan harga kontrak, akan tetapi dalam pelaksanaannya penempatan 117.200 jemaah di Madinah dan 35.836 jemaah di Jeddah tidak dilakukan sesuai dengan kontrak, yaitu dialihkan kepada hotel yang  lebih murah.  

Akibat dari penggunaan harga plafon sebagai harga kontrak serta tidak dilakukannya negosiasi harga dalam penyewaan perumahan tersebut, maka terjadi kemahalan harga dalam pengadaan perumahan di Madinah sejumlah SR14,09 juta dan dalam pengadaan Hotel Transito di Jeddah sejumlah SR1,40 juta.

KPK BAKAL TELISIK KESAKSIAN ZULKARNAEN - Dalam surat dakwaan KPK menyebut bahwa pertemuan antara anggota Komisi VIII dengan pihak Kementerian Agama tersebut dilaksanakan di Hotel Alhamra, Jeddah pada 2012 sekitar Maret atau April lalu. Pertemuan itu dihadiri beberapa anggota Komisi VIII seperti Hasrul Azwar, Chaerunnisa, Jazuli Juwaini, dan Said Abdullah serta Zulkarnaen Djabar.

Sedangkan dari pihak Kementerian Agama dihadiri oleh Mohammad Syairozi Dimyathi, dan Jauhari selaku tim penyewaan rumah jemaah haji. Kepada Syahrozi, Hasrul menyampaikan bahwa Komisi VIII telah membuat komitmen dengan Suryadharma untuk mempercepat proses pengesahan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

"Dan juga telah mendapat ijin dari terdakwa (Suryadharma) untuk berpartisipasi dalam pengadaan perumaah jemaah haji di Arab Saudi," begitu petikan surat dakwaan jaksa.

Dikonfirmasi terpisah, salah satu Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdul Basir saat dihubungi melalui telepon selulernya menyatakan pihaknya tidak ingin berspekulasi lebih banyak mengenai keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Khususnya para anggota Komisi VII terkait penerimaan fee dari Salim Badegel terkait masalah pemondokan.

Menurut Basir, saat ini tim penuntut umum masih berkonsentrasi untuk menyelesaikan proses persidangan Suryadharma terlebih dahulu. Dan mengenai kesaksian tersebut, tentu menjadi pertimbangan pihaknya dalam menyusun surat tuntutan.

"Tentu kita menganalisis itu (kesaksian Zulkarnaen), dan akan kami tuangkan dalam surat tuntutan," ujar Basir kepada gresnews.com, Minggu (8/11). (dtc)

BACA JUGA: