JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman mantan Menteri Agama Suryadharma Ali menjadi 10 tahun penjara dari hukuman sebelumnya selama 6 tahun penjara. Selain memperberat hukuman penjara, majelis banding yang dipimpin Hakim HM Mas´ud Halim juga memperberat hukuman tambahan dengan mencabut hak politiknya.

Suryadharma diadili terkait kasus korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji. Serta penyalahgunaan Dana  Operasional Menteri (DOM) saat dirinya masih menjabat sebagai menteri agama. Dalam kasus ini mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini dianggap telah merugikan negara hingga sebesar Rp27,2 miliar dan 17,9 Riyal Saudi.

"Isi putusannya, pertama menerima banding dari penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa, kedua memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Nomor 93/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jakpus," kata Juru Bicara PT DKI Jakarta Heru Pramono kepada  wartawan, Kamis (2/6).

Menurut Heru, majelis berpendapat bahwa Suryadharma telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji pada kurun waktu 2010-2013. Ia juga bersalah karena menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) untuk keperluan pribadinya.

Perkara dengan Nomor 25/Pid.Sus/TPK/2016/PT.DKl itu telah diputus majelis banding pada tanggal 19 Mei 2016 lalu.  Sementara denda yang diberikan masih sama, yaitu sebesar Rp300 juta. Namun majelis banding memperbaiki perihal pidana tambahan,  berupa pencabutan hak memilih atau dipilih (hak politik) kepada politisi PPP itu.

"Kemudian yang diperbaiki juga adalah mengenai pidana tambahan, jadi PT Jakarta mengabulkan tuntutan dari PU (penuntut umum) yang minta selain dijatuhkan pidana penjara, denda, pidana tambahan berupa uang pengganti, juga dimintakan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pemidanaannya," tutur Heru.

Heru menyatakan, majelis mempunyai alasan untuk menjatuhkan pidana tambahan ini. Menurut mereka, putusan Pengadilan Tipikor (tingkat pertama) masih terlihat belum mencerminkan keadilan sehingga diperbaiki pada pengadilan tingkat dua.

Heru menjelaskan dalam pemeriksaan banding, yang dipertimbangkan adalah apakah pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama, sudah sesuai dengan keadilan atau belum, sudah sesuai dengan kesalahannya apa belum.  "Kalau misalnya kita anggap belum, maka kita perbaiki mengenai hukumannya, makanya oleh PT DKI diperbaiki mengenai penjatuhan pidananya," imbuh Heru.

SURYADHARMA PASRAH - Secara terpisah, salah satu tim penasehat hukum Suryadharma, Johnson Panjaitan, mengaku prihatin atas putusan ini. Menurutnya putusan tersebut sarat bermuatan politis dan belum mencerminkan sikap keadilan bagi kliennya.

"Yang pertama saya merasa sedih dan kecewa atas putusan itu. Itu karena hakim tidak mencermati dan mempertimbangkan kami dalam memberikan putusan ini," kata Johnson.

Selain itu, ia beranggapan ada pola pikir yang salah dari para pengadil dalam memutus perkara. Menurutnya, para hakim tersebut justru mempunyai kebanggaan tersendiri jika memberikan hukuman berat bagi para koruptor.

Meskipun begitu, Johnson menyatakan bahwa ia mengaku pasrah atas putusan ini dan tidak akan mengambil langkah hukum yang lebih tinggi berupa kasasi. Menurutnya keputusan itu telah dikonsultasikan kepada kliennya dan Suryadharma  memutuskan untuk tidak akan melakukan upaya hukum  yang lebih tinggi. Alasannya, Suryadharma khawatir justru nanti majelis kasasi Mahkamah Agung kembali memperberat hukumannya.

"Saya sudah komunikasi dengan Pak SDA dan menyatakan dia tidak akan lakukan upaya lain. Kenapa? Karena itu tadi kecewa takutnya hal terjadi kembali berulang saat kita ajukan kasasi," pungkasnya.

Sementara itu Ketua KPK Laode Muhammad Syarief menyambut baik putusan ini. Ia mengapresiasi kinerja para hakim PT DKI Jakarta yang memperberat hukuman kepada Suryadharma Ali.

"Kami mengapresiasi, itu sudah 2/3 dari tuntutan," kata Syarief, Jumat (3/6). Diketahui, Suryadharma dituntut Jaksa KPK pidana penjara selama 11 tahun.

Korupsi yang dituduhkan kepada SDA berawal dari tuduhan mengarahkan tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia untuk menyewa penginapan milik orang-orang tertentu yang  tidak sesuai dengan ketentuan. Selain itu ia juga dituding telah memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak sesuai dengan ketentuan.

Dalam penyelenggaraan haji, SDA telah menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji di Arab Saudi.

SDA juga dianggap memanfaatkan sisa kuota haji nasional dengan tidak berdasarkan prinsip keadilan. SDA mengakomodasi permintaan Komisi VIII DPR untuk memasukkan orang-orang tertentu supaya bisa naik haji gratis dan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) Arab Saudi.

Tak hanya itu, dia juga memasukkan orang-orang dekatnya, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, dan sopir terdakwa atau pun sopir istri terdakwa agar dapat menunaikan ibadah haji secara gratis.

BACA JUGA: