JAKARTA, GRESNEWS.COM - Para calon jemaah haji selama ini selalu menyetorkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang jumlahnya bervariasi setiap tahunnya. Jumlah tersebut tergantung keputusan bersama para anggota DPR RI Komisi VIII dengan Kementerian Agama.

Untuk 2010 misalnya, para calon jemaah menyetorkan BPIH sebesar US$3.364, kemudian pada 2011 turun menjadi US$3.357. Pada 2013 turun lagi US$3.527 dan pada 2014 sebesar US$3.219. Setoran BPIH menurun drastis pada tahun ini, yaitu 2015 menjadi US$2.717.

Namun, para jemaah tidak bisa langsung menunaikan ibadah haji setelah melakukan pembayaran, mereka harus menunggu bertahun-tahun terlebih dahulu tergantung dari jumlah antrean yang tersusun berdasarkan kuota jemaah haji yang diperoleh Indonesia pada tahun itu. Dari informasi yang diterima gresnews.com, para jamaah bahkan ada yang harus menunggu hingga 15 tahun.

Selama masa menunggu itu, uang setoran jemaah haji terus ditampung di rekening Kementerian Agama untuk dikelola. Berdasarkan data tahun 2015, jumlah dana haji yang terkumpul mencapai Rp31,5 triliun disimpan dalam format SBSN atau sukuk negara.

Sementara sisanya, tersebar di 27 bank penerima setoran, mencapai Rp26 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak 55 persen setoran haji itu disimpan di bank konvensional yang punya unit syariah dan sisanya 45 persen di perbankan murni syariah.

Bunga dari simpanan dana haji itu selama ini tidak langsung dinikmati calon jemaah yang sudah menyetor dana awal. Selama ini juga tak pernah ada kejelasan berapa besaran bunga dan bagaimana dana yang didapatkan dari bunga dana haji itu dimanfaatkan.

Mantan Direktur Jenderal Pelaksanaan Haji dan Umroh (PHU) Anggito Abimanyu mengungkap berapa besaran bunga yang didapat dari setoran BPIH. Anggito mengatakan hal itu ketika menjadi saksi dengan terdakwa Suryadharma Ali di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/10) lalu.

Menurut Anggito yang menjadi Dirjen PHU selama dua tahun pada 2012 hingga 2014 ini, bunga yang didapat dari setoran BPIH kala itu cukup besar, sekitar 7 persen. Berarti jika dihitung jumlah setoran awal sebesar Rp25 juta dikalikan 7 persen pertahun dan masa tunggu misalnya selama 15 tahun, maka berarti akan ada bunga yang seharusnya diterima jemaah sebesar Rp26,25 juta.

Menurut Anggito, bunga BPIH disebut juga nilai manfaat. Dan nilai manfaat itu diperuntukkan bagi pengeluaran yang tidak bisa dipenuhi dalam pembayaran BPIH, seperti transportasi selama ibadah haji, dan biaya hidup di Saudi Arabia. "Nilai manfaat pada 2012 sebesar Rp10 juta itu untuk keperluan pada masing-masing jamaah," ujar Anggito.

Sedangkan nilai manfaat pada 2013 naik, menjadi sebesar sekitar Rp14,8 juta. Sedangkan jumlah jemaah saat itu sebanyak 155.200 orang, total nilai manfaat yang didapatkan seluruh jamaah menjadi Rp1,7 triliun.

Untuk 2015 ini, Kepala Humas Kementerian Agama Rosidin Karidi mengatakan, jumlah jemaah haji yang diberangkatkan relatif sama, yaitu 155.200 orang. Berarti jika setoran awal BPIH Rp25 juta, dengan bunga 7 persen dan dikalikan masa tunggu 15 tahun saja, maka nilai manfaat jamaah haji yang akan berangkat pada 2030 mencapai sebesar Rp26,25 juta.

Namun, Rosidin mengaku tidak mengetahui secara persis berapa jumlah bunga dari setoran awal tiap tahunnya. Sebab menurut dia hal itu mengikuti ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

"Saya kok tidak tahu persis ya mas perkembangan bunga di bank. Kan BPIH memang disimpan di bank dalam beberapa bentuk. Ada sukuk, ada deposito dan ada juga giro," ujar Rosidin kepada gresnews.com, Selasa (27/10).

SELISIH NILAI MANFAAT DIPERTANYAKAN - Dari hitungan di atas diketahui setiap jemaah dengan setoran awal sebesar Rp25 juta dengan bunga 7 persen dan masa tunggu 15 tahun, maka akan ada besaran bunga mencapai Rp26,25 juta per jemaah. Namun dari jumlah itu, yang dikembalikan ke jemaah saat berhaji hanya sebesar Rp19 juta.

Dengan demikian ada selisih bunga sebesar Rp7,25 juta per jemaah yang tetap mengendap di rekening Kementerian Agama. Pertanyaannya, untuk apa selisih bunga ini dipergunakan?

"Setahu saya nilai manfaat tidak pernah dipakai habis tetap tersimpan di bank. Diambil sesuai dengan kebutuhan saja untuk jemaah," kata Rosidin menjawab pertanyaan gresnews.com mengenai kemana selisih nilai manfaat.

Rosidin menjelaskan, bahwa nilai manfaat yang merupakan bunga dari setoran awal para jamaah tidak seluruhnya dikeluarkan untuk para jamaah yang berangkat saat itu. Tetapi juga digunakan bagi para jamaah yang antre dalam pemberangkatan haji berikutnya.

Nah, terkait masalah bunga ini, dalam persidangan kasus Suryadharma Ali terungkap, ternyata dana BPIH yang seharusnya digunakan sebagai biaya langsung atau direct cost para jemaah haji ternyata digunakan untuk kepentingan lain. Dana tersebut dipakai untuk membiayai para pendamping amirul haj pada pelaksanaan haji 2012 lalu.

Menariknya, pendamping amirul haj ini hanya ada dalam masa kepemimpinan Suryadharma Ali saja, dan berlangsung pada tahun itu saja yaitu 2012. Menurut Anggito, asal muasal adanya pendamping amirul haj karena tidak tertampungnya sejumlah orang dekat Suryadharma seperti istrinya Wardhatul Asriyah sebagai amirul haj.

"Pada 25 September 2012 saya terima nota dinas dari Direktur Pembinaan, dan Sesmen Syaifuddin Syafii untuk mengajukan 11 nama, pendamping amirul haj, istilah itu dari Sesmen," tutur Anggito.

Tetapi dari 11 nama yang diajukan, ia hanya mengabulkan 7 nama yang diantaranya istri Suryadharma Ali, Wardhatul Asriyah. Pendamping Amirul Haj menurut Anggito sama saja dengan Petugas Pelaksana Ibadah Haji, hanya istilahnya saja yang berbeda.

Karena pendamping ini merupakan hal baru, maka tidak ada dana untuk membiayai mereka. Oleh karena itu, maka diambil uang BPIH dari para calon jamaah haji yang telah disetorkan ke Kementerian Agama.

"Dananya itu dari APBN. Namun faktanya tidak mencukupi, maka dibiayai oleh BPIH, dan itu masih berlangsung hingga sekarang," pungkas Anggito.

DIBANCAK PARPOL - Anggito mengatakan, banyak kader partai politik khususnya PPP yang menggunakan sisa kuota haji dan dibiayai dari sisa bunga setoran dana BPIH untuk berangkat menjadi pendamping amirul haj. Namun menurut Suryadharma Ali, tak hanya kader PPP saja yang berangkat dengan cara demikian.

Suryadharma lantas menyebut sejumlah nama anggota DPR periode 2009-2014 yang mengusulkan sejumlah nama untuk berangkat haji pada tahun 2012. "Ini meluruskan saja, memang persidangan ini mengarahkan kepada partai politik yang saya pimpin. Saya bertanya kepada Saudara, apakah Saudara tahu bahwa ada permohonan dari saudara Ibrahim Sakti Batubara (PAN) tanggal 24 September, ini dari DPR," kata Suryadharma memberi tanggapan atas keterangan Anggito dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/10).

Menurut Suryadharma, Ibrahim Sakti saat itu mengusulkan 10 nama untuk bisa menggunakan sisa kuota haji nasional. "Kemudian ada permohonan dari DPR Syofwatillah Mozaib (Demokrat), jadi ada permohonan 5 orang," sambung Suryadharma.

Namun Anggito yang pada tahun 2012 masih menjabat Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) ini mengaku tidak tahu menahu. "Yang saya tahu Syofwatillah bukan dari PPP. Kemudian ada permintaan dari Firman Soebagyo (Golkar) 2 orang. Ini bukan dari PPP. Kemudian ada permohonan dari Ade Komaruddin (Golkar) 2 orang yang pasti ini bukan orang PPP," kata Suryadharma

Karena itu Suryadharma menegaskan, permintaan dimasukkannya nama calon jemaah haji untuk diberangkatkan pada tahun 2012 sangat banyak,  bukan hanya dari PPP yang disebutkan Anggito dalam persidangan.

Permintaan juga datang dari pihak lain seperti kantor kepresidenan, kantor wapres, menteri KIB jilid 2, pimpinan partai politik dan LSM serta pesantren. "Yang Mulia mungkin jaksa bisa membacakan yang dari PPP," sahut Anggito.

Namun Majelis Hakim yang dipimpin Aswijon menengahi dengan menegaskan nama-nama pemohon calhaj dari DPR akan diperlihatkan pada barang bukti yang dipegang Jaksa pada KPK. "Maksud saya begini terkesan bahwa dari PPP itu paling banyak. Jadi dikesankan seperti itu," tutur Suryadharma.

Anggito dalam persidangan membenarkan keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan Jaksa pada KPK. "Dalam pelaksanaannya pengisian kuota bebas nasional tersebut sumbernya sebagian besar dari Suryadharma Ali. Pemanfaatan sisa kuota bebas tersebut berdasarkan pada Kementerian Agama dan diisi atas arahan lisan Menag secara langsung atau melalui Ermalena," kata Anggito dalam BAP.

Menurut Anggito sebagaimana dalam BAP yang dibacakan Jaksa, Suryadharma menggunakan sisa kuota bebas nasional untuk orang-orang dekatnya. "Sama-sama satu partai, kenalan, dan teman beliau, keluarga," kata Anggito dalam BAP. "Ada unsur-unsur subyektivitasnya. Ada dari partai, yang paling banyak dari unsur PPP," tegas Anggito dalam persidangan.

Dia menjelaskan, pemanfaatan sisa kuota nasional diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. "Dinyatakan dalam hal pendaftaran dalam hal kuota tidak dipenuhi maka harus dilakukan perpanjangan dan diikuti dengan sisa bebas nasional. Bebas nasional artinya tidak lagi mengikuti nomor urutnya karena sudah tidak ada lagi nomor urut berikutnya," ujarnya.

Pelaksanaan pemanfaatan sisa kuota bebas nasional ini diatur dalam PMA 11 tahun 2010 yang mensyaratkan penggunaan sisa kuota setelah perpanjangan pendaftaran yang biasanya menurut Anggito dilakukan dalam waktu dua hari. "Harus usulan dari lain, memiliki porsi dan siap berangkat artinya dia bisa pelunasan," jelas Anggito soal pihak yang bisa menggunakan sisa kuota bebas nasional. (dtc)

BACA JUGA: