JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menyeret mantan Menteri Agama Suryadharma Ali ke meja hijau rupanya menjadi pukulan tersendiri bagi Kementerian Agama. Kini celah-celah terjadinya korupsi dalam penggunaan dana haji milik umat oleh oknum-oknum di Kementerian Agama, sudah ditutup.

Salah satunya adalah tidak lagi menunjuk pendampng bagi Amirul Hajj atau pimpinan rombongan jemaah haji. Penunjukan pendamping Amirul Hajj, diketahui kerap dimanfaatkan untuk membawa kerabat, kolega, dan pihak-pihak lain yang tidak seharusnya ikut menikmati dana haji. Modus ini terungkap dalam persidangan terhadap Suryadharma Ali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat (16/10) kemarin.

Karena itulah, pihak Kementerian Agama tidak lagi melakukan penunjukan tersebut. Kepala Humas Kementerian Agama Rosidin mengatakan, saat ini pihaknya sudah tidak lagi menggunakan pejabat Amirul Hajj dalam pelaksanaan ibadah haji sejak dua tahun lalu.

Menurut keterangan Rosidin, penunjukan pendamping Amirul Hajj memang dilakukan sejak era kepemimpinan Suryadharma Ali, dan belakangan diketahui banyak disalahgunakan salah satunya oleh kerabat-kerabat SDA sendiri. Karena itulah kemudian kebijakan ini dihapus.

"Pastinya saya lupa, tapi seingat saya itu sejak 2014 sudah tidak ada lagi pendamping amirul haj," tutur Rosidin kepada gresnews.com, Minggu (18/10).

Rosidin juga memaparkan, bahwa Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) merupakan dana umat yang peruntukkannya memang untuk membiayai perjalanan para calon ibadah haji. Dan dana tersebut memang tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain.

Rosidin pun membeberkan peruntukkan dana BPIH yang pada 2015 ini berjumlah US$2.717. Diantaranya untuk biaya penerbangan, pemondokan, dan ketiga biaya akomodasi atau keperluan lain para jamaah.

Nah sejak dihapuskannya penunjukan pendamping Amirul Haj ini, Rosidin mengklain sudah tidak ada lagi penyalahgunaan dana BPIH untuk memasukkan petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) "titipan" sang Amirul Hajj. "Pada proses ibadah haji kemarin, penunjukkan seluruh petugas sudah sesuai prosedur," kata Rosidin.

Bahkan menurut Rosidin, penunjukkan petugas kali ini cukup ketat. "Pertama kita diusulkan dari Kementerian Agama dan lembaga terkait. Lalu kita seleksi lagi, ada seleksi awal, lalu administrasi, jadi cukup ketat kita seleksinya," tutur Rosidin.

CELAH KORUPSI HAJI - Penunjukan rombongan pendamping Amirul Hajj oleh Kementerian Agama memang menjadi salah satu celah terjadinya penyalahgunaan dana haji di era Suryadharma Ali. Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat (16/10) terungkap, dana BPIH yang seharusnya digunakan jemaah, justru ada yang digunakan oleh rombongan Amirul Hajj.

Hal itu terungkap dari kesaksian Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama Ahmad Kartono. Dalam persidangan itu, Kartono mengungkapkan, ketika masa kepemimpinan Suryadharma terdapat kebijakan baru yaitu adanya pendamping Amirul Hajj. Amirul haj sendiri dipimpin oleh Menteri Agama Suryadharma Ali yang beranggotakan 11 orang pada tahun 2012.

Dan pada tahun itu pula pendamping Amirul Hajj diadakan yang jumlahnya sekitar 7 orang. Salah satu yang berada dalam rombongan pendamping itu adalah Wardhatul Asriyah yang merupakan istri dari Suryadharma Ali. Padahal sebelumnya, tidak ada peraturan mengenai adanya pendamping bagi Amirul Hajj.

"Tidak ada istilah pendamping dalam petugas haji, tapi karena ada surat TU (nota dinas-red) pimpinan ke Dirjen untuk ikut sertakan orang-orang tersebut 7 nama sebagai pendamping Menag," kata Kartono di persidangan.

Kemudian, karena tidak ada anggaran biaya untuk pendamping Amirul Hajj, maka biaya untuk menanggung para pendamping diambil dari BPIH. Padahal, seharusnya BPIH merupakan biaya para calon jamaah haji yang digunakan untuk penyelenggaraan haji.

Menariknya lagi, para pendamping itu juga mendapat uang honor. Jumlahnya pun tidak sedikit, yaitu Rp400 juta untuk tujuh orang. Hal ini pun diakui oleh Kartono. "Iya dapat honor. Pastinya lupa tapi sekitar Rp400 juta," pungkasnya.

Hakim anggota Joko Subagyo juga menanyakan bagaimana cara yang digunakan untuk mengambil biaya dari BPIH. "Tentang biaya yang diambil BPIH gimana? Kan uangnya orang, bisa diambil buat pendamping Amirul Hajj gimana?" cecar Hakim Joko.

Lantas Kartono berdalih bahwa uang itu dikeluarkan atas dasar surat dari Dirjen Pelaksana Haji dan Umroh (PHU) Anggito Abimanyu. Menurut Anggito, dirinya diperintahkan oleh Menteri Agama untuk memberangkatkan 7 orang pendamping tersebut.

KONGKALIKONG PENGURUS HAJI - Tak hanya menunjuk pendamping bagi Amirul Hajj, pemilihan anggota PPIH di era Suryadharma Ali juga disinyalir rentan akan nepotisme. Kartono menunjuk para petugas berdasarkan titipan sejumlah pihak, termasuk para anggota DPR.

Hal ini pun menjadi pertanyaan bagi anggota majelis hakim Joko Subagyo. Ia menanyakan kepada Kartono, apakah para anggota DPR mempunyai wewenang untuk meminta atau menunjuk para petugas haji.

Kartono menjelaskan, mekanisme perekrutan petugas berdasarkan keputusan Dirjen dalam pedoman penunjukkan petugas haji yang mengatur beberapa hal diantaranya persyaratan. Salah satunya, petugas PPIH berasal dari PNS Kementerian Agama atau lembaga/instansi terkait.

Namun dalam pelaksanaannya, pemilihan PPIH tidak sesuai prosedur. Ada beberapa nama yang diloloskan tanpa melalui hasil seleksi dan bukan berasal dari PNS baik dari Kementerian Agama, maupun lembaga/instansi yang bekerjasama dalam pelaksanaan ibadah haji.

Hal itupun diakui oleh Kartono. Menurutnya, ia hanya melaksanakan perintah dari Dirjen PHU atas usulan Kepala Sub Bagian TU Kementerian Agama Saefuddin atas arahan Suryadharma Ali. Bentuk perintah itu pun memang resmi, yaitu nota dinas.

"Nota dinas ditujukan ke dirjen. Saefuddin memberikan surat ke saya, saya lapor ke dirjen, kata dirjen proses saja karena ini arahan menteri agama," tutur Kartono.

Salah satu yang menjadi PPIH yaitu Mulyanah Acim, yang tak lain adalah ajudan dari istri Suryadharma Ali, Wardhatul Asriyah. Mulyanah, yang dihadirkan menjadi saksi dalam perkara ini juga mengakui hal itu.

Menurutnya, ia hanya diminta untuk menyiapkan perlengkapan semacam paspor oleh staf khusus menteri agama, Ermalena. Tak hanya naik haji gratis, Mulyanah juga mendapat honor yang terbilang cukup besar. "Saya dapat Rp11,5 juta," ujarnya.

Mulyanah mengaku dua kali naik haji saat menjadi ajudan istri Suryadharma Ali, pada tahun 2012 dan 2013. Meski begitu, Mulyanah mengaku tidak tahu menahu soal sumber biaya kepergiannya.
Namun dia pernah menyerahkan paspor ke Kabag TU yang juga sekretaris menteri, Saefuddin A Syafi´i untuk keberangkatannya ke Arab Saudi. "Teteh berangkat mendampingi Ibu," kata Mulyanah menirukan perkataan Saifudin setelah pengurusan paspor selesai.

Pada kepergian tahun 2013, Mulyanah mengaku mendapat honor sebesar Rp11,5 juta meski dia hanya bertugas mendampingi istri SDA, bukan sebagai petugas haji selama 17 hari. "Pada waktu itu yang memberikan Abdul Wadud. Dia bilang ´teh ini honor buat teteh´," ujar Mulyanah.

Jaksa pada KPK juga bertanya soal SK sebagai petugas haji, namun Mulyanah membantah menerima SK tersebut. Pun saat ditanya mengenai penugasan melakukan pengamanan saat mengikuti ibadah haji. "Saya tidak pernah (ditugaskan pengamanan, red)," sebut dia.

Memang saat menerima uang Rp11,5 juta, Mulyanah mengaku menandatangani dokumen. Namun dia mengaku tidak membaca isi dari kertas yang ditandatangani. Sementara saat ditunjukkan barang bukti oleh Jaksa KPK dalam persidangan, diketahui Mulyanah ternyata menandatangani SK sebagai petugas haji. "Di sini ada nama saudara, Mulyanah Acim pelaksana pengamanan," ujar Kristanti Yuni Purnawati yang lagi-lagi dijawab tidak tahu oleh Mulyanah.

INTERVENSI KEMENAG - Pengakuan Mulyanah yang tak tahu menahu soal keberangkatannya berhaji mendampingi istri SDA ternyata bertolak belakang dengan fakta bahwa dia juga memanfaatkan kedekatan dengan istri SDA untuk menitipkan beberapa nama kerabat dan teman-temannya untuk bisa berhaji. Hal itu juga terungkap di persidangan.

Mulyanah Acim, rupanya bisa meloloskan teman-temannya menjadi petugas haji pada tahun 2012 dan 2013. Sebagian orang yang lolos menjadi petugas haji merupakan pengurus DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

"Bahwa benar pada kegiatan haji tahun 2012 saya pernah mengajukan nama-nama untuk dinaikan haji tahun 2012 yaitu Acum Marzuki guru, Najibah PNS, Ida Farida guru , Diding Saefudin ketua DPC PPP Kabupaten Bekasi, Idham Kholid, Lili Suhaeli, Yayat Hidayat. Bahwa nama-nama tersebut merupakan anggota PPP DPC Kab. Bekasi yang berprofesi sebagai guru, PNS dan pengurus partai," kata Mulyanah dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan Jaksa KPK Kristanti Yuni Purnawati dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (16/10).

Permintaan dari sejumlah orang untuk menjadi petugas haji diteruskan Mulyanah kepada Ermalena yang saat itu menurutnya, menjadi staf khusus Suryadharma Ali. "Mereka minta tolong kepada saya untuk menjadi calon petugas haji, nama-nama saya serahkan ke Ermalena. Proses selanjutnya saya tidak tahu," ujarnya.

Hal yang sama juga dilakukan Mulyanah pada tahun 2013 dengan mengusulkan sejumlah nama sebagai petugas haji. Mereka di antaranya, Marwiyah Marta Kusuma, Siti Romlah, Mahmud Rahmatullah Abdul Aziz, Fatimah Azzahar, Yusuf Ismail Madin, dan Leni Puspawati Oyim. "Mereka minta bantuan," sebut Mulyanah.

Jaksa KPK kembali membacakan BAP Mulyanahh nomor 34 yang menyebut mereka yang diajukan sebagai petugas haji merupakan pengurus PPP Kabupaten Bekasi, Karawang. Namun Mulyanah meralat keterangannya dalam BAP yang menyebut seluruh nama yang diajukan merupakan pengurus PPP.

"Saya ralat. Ada sebagian pengurus partai," menyebut ada sejumlah nama yang disodorkan sebagai petugas haji ada yang berstatus sebagai PNS.

Meski mengklaim tidak mengetahui proses pengurusan nama-nama tersebut menjadi petugas haji, Mulyanahh mendapat konfirmasi kepergian mereka yang diusulkan tersebut. "Saya tidak tahu dia berangkat, tapi dia bilang setelah dia pulang," sebut Mulyanah yang kini menjadi staf Wardatul yang menjadi anggota DPR.

Hakim Anggota Joko Subagyo sempat bertanya mengenai latar belakang yang membuat Mulyanah berani mengajukan sejumlah nama menjadi petugas haji. "Anda sampaikan tidak pernah minta izin ke istri SDA, kapasitas minta bantuan ke Ermalena sebagai apa?" tanya Hakim Joko.

"Saya hanya minta bantu aja, diloloskan atau tidak saya tidak berharap banyak," jawab Mulyanah. (dtc)

BACA JUGA: