JAKARTA, GRESNEWS.COM  - Berkas perkara kasus dugaan korupsi dana haji tahun 2012-2013 dengan tersangka mantan Menteri Agama Suryadharma Ali telah dinyatakan rampung. Selangkah lagi mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu segera diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun Suryadharma masih mempersoalkan penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi dana haji serta Dana Operasional Menteri (DOM). Ia menuding penetapannya sebagai tersangka janggal karena bersamaan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik. Pria yang juga pernah menjabat Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah juga menyebut selama ditetapkan 11 bulan sebagai tersangka, KPK tak memiliki bukti kuat.  

Menurutnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan resmi perihal berapa kerugian negara yang diakibatkan dari korupsi dana haji dalam kurun waktu 2012-2013. Oleh sebab itu ia menganggap tudingan KPK yang menyatakan kerugian negara dalam korupsi dana haji mencapai sebesar Rp1,8 triliun tidak beralasan.

"BPK, sebagai lembaga yang paling berwenang menghitung kerugian negara, belum melakukan penghitungan dan menyampaikan ke publik kerugian negara yang diderita akibat tindakan korupsi haji. Tapi menurut KPK mencapai Rp1,8 triliun. Padahal itu belum ada sampai sekarang," kata Suryadharma di Kantor KPK, Jumat (7/8).

BINGUNG JADI TERSANGKA DOM - Selain itu, Suryadharma juga mengaku bingung dengan langkah KPK yang menetapkannya sebagai tersangka penggunaan DOM di Kementerian Agama pada 2011-2014. "Saya tanya, DOM ini pelanggaran hukumnya mana, nggak dijawab. kerugian negaranya dimana, nggak dijawab, jadi apa dasarnya?" sambungnya.

Suryadharma juga merasa mendapat perlakuan diskriminatif. Pasalnya, dua pimpinan nonaktif KPK yang tersangkut kasus hukum yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjajanto dikabulkan penangguhan penahannya oleh Polri. Tetapi saat dirinya meminta hal yang sama, KPK menolaknya.

Mantan menteri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut sepertinya ingin menyeret pihak lain dalam perkara ini. Sebab, menurutnya, tidak mungkin kalau korupsi sebesar Rp1,8 triliun dinikmatinya sendiri.

"Anda bisa bayangkan saya dituduh Rp1,8 triliun ya. Tapi Rp1,8 triliun itu tersangkanya saya sendirian, terbayang tidak bagaimana saya merencanakan korupsi Rp1,8 triliun, lalu saya mengambil uang itu Rp1,8 triliun, terbayang gak? Saya ngambilnya bagaimana, naruhnya di mana? Terbayang tidak?" ujarnya.

Suryadharma juga tak mengakui bahwa dirinya menggunakan DOM untuk  keperluan pribadinya. Saat ditanya wartawan terkait adaya bocoran adanya penggunaan dana DOM untuk menjenguk putranya yang bersekolah dil uar negeri, ia terus membantah.  

"Saya tidak mempergunakan uang itu untuk menjenguk anak saya di situ ya. Saya sudah menjelaskan, kalau kalian dapat bocoran dari KPK, saya minta KPK membocorkannya dengan lengkap saya sudah mengatakan bahwa saya tidak akan mempergunakan uang itu untuk kepentingan pribadi," pungkas Suryadharma.

Namun secara tidak langsung ia juga terbiasa menggunakan dana DOM untuk keperluan poibadi. "Seandainya ada uang terpakai untuk kepentingan pribadi maka statusnya adalah pinjaman yang wajib ditagih ke saya. Bukti-bukti uang DOM yang saya pinjam dan pengembaliannya ada, jadi jangan dapat berita sepihak," sambungnya.

DILIMPAHKAN KE PENUNTUTAN - Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Nugraha saat dikonfirmasi hal ini mengaku  pihak KPK telah mempunyai bukti yang cukup ketika menjadikan Suryadharma sebagai tersangka,  baik dalam korupsi dana haji maupun penggunaan DOM. Namun, ia enggan menjelaskan lebih lanjut alasannya karena hal itu sudah memasuki materi perkara.

Ia membenarkan saat ini berkas penyidikan terhadap Suryadharma sudah rampung dan akan dilimpahkan ke proses penuntutan. "Kemarin perkaranya telah dilimpahkan ke penuntutan tahap dua," ujarya kepada gresnews.com. Sehingga dipastikan maksimal dalam 14 hari akan dilimpahkan ke pengadilan ke pengadilan.  

Selama ini Suryadharma Ali menyatakan penetapan dirinya karena menjadi korban adanya permainan politik pimpinan KPK yang lama. Kuasa hukumnya, Humprey Djemat, pernah menyebut penetapan kasus baru kliennya hanya sekadar untuk mencari-cari kesalahan Sebab hingga saat ini kliennya tidak pernah diperiksa dalam penyelidikan terkait dana operasional menteri (DOM) di Kementerian Agama. Ia menduga penetapan kliennya sebagai tersangka itu sebagai pengalihan masalah kerugian negara yang tak kunjung rampung dihitung.

"Kenapa soal DOM tiba-tiba muncul? Apakah ini sebagai bentuk pengalihan masalah penyelenggaraan ibadah haji yang sampai saat ini perhitungan kerugian negaranya belum bisa dibuktikan?" tanyanya kala itu.

Ia juga mempertanyakan kaitan kasus korupsi ibadah haji dengan kasus dugaan penyalahgunaan DOM. Sebab menurutnya DOM yang diterima Suryadharma per bulan sebesar hanya Rp 100 juta, sementara untuk dana haji mencapai triliunan.

Namun pimpinan sementara Johan Budi menjelaskan awalnya, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka dugaan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2012-2013. Namun dalam perkembangannya, KPK menerbitkan sprindik baru untuk kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2010-2011.

Suryadharma dinilai memanfaatkan dana setoran awal haji oleh masyarakat untuk membiayai pejabat Kementerian Agama dan keluarganya naik haji. Keluarga yang ikut diongkosi antara lain para istri pejabat Kementerian Agama. Kuota haji diduga juga diberikan kepada wartawan.

Bahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan adanya transaksi mencurigakan yang memperlihatkan bahwa Suryadharma mengajak 33 orang untuk berangkat haji. KPK juga menduga ada penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji.

BACA JUGA: