JAKARTA, GRESNEWS.COM - Korupsi masih menjadi masalah besar di negeri ini. Dua institusi penegak hukum Kejaksaan dan Kepolisian diharapkan menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi. Namun faktanya tak banyak yang dilakukan. Misalnya Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus) yang dibentuk Kejaksaan Agung, kendati sudah enam bulan masa kerjanya, kinerjanya belum memuaskan.

Satgassus terbentuk dan dilantik pada Januari 2015 tapi belum menyentuh perkara-perkara yang beririsan dengan kekuasaan dan pemilik modal. Meskipun membuka kembali kasus mangkrak dua terakhir, namun tidak semuanya disisir. Ada beberapa kasus yang tersangkanya tak kunjung tersentuh. Satgassus dinilai tebang pilih dalam menangani kasus.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R. Widyo Pramono mengatakan tengah mengevaluasi internal kinerja Tim Satgasus bentukannya tersebut. Evaluasi itu untuk melihat performa tim jaksa yang tergabung dalam Satgassus. Secara keseluruhan Widyo mengatakan Satgassus telah bekerja dengan baik.

"Kami evaluasi internal, khususnya penanganan percepatan penuntasan perkara-perkara korupsi, yang mangkrak, sedang dan telah ditangani oleh Tim Satgassus," kata Widyo, di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

Menurut Widyo, evaluasi ini sekaligus untuk mendorong para jaksa, agar meningkatkan kinerjanya dan menghindari terjadinya perkara-perkara yang mengkrak. Sejauh ini Satgassus telah menahan 58 tersangka di Rutan Salemba cabang Rutan Kejagung dari sejumlah perkara dalam dua tahun terakhir. Itu dinilai prestasi Satgassus.

Namun demikian ternyata belum semua tersangka ditahan, sebagaimana dijanjikan oleh Direktur Penyidikan Marului Hutagalung usai dilantik. Belum ditahannya tersangka oleh jaksa bukan tanpa sebab. Selain ada intervensi juga tersangka lihai lolos dari tangkapan jaksa.

Dari data yang dihimpun gresnews.com, para tersangka yang belum ditahan diantaranya Tri Wiyasa (Direktur Comtalindo Lintasnusa Perkasa), sementara tersangka lain dalam kasus pembangunan Kantor BJB Tower Cabang Jakarta, Wawan Indrawan (Kadiv Umum BJB) yang merugikan negara Rp217 miliar telah ditahan.

Kemudian Yuni, Direktur CV Sri Makmur dalam kasus LTE Major Overhoulls Gas Turbine 1. 1 dan 1. 2, PLTGU Belawan, Medan, Sumut dan merugikan negara Rp23 miliar. Lalu, Dwika Noviarti (Mantan Kacab Bank Permata) dan Solichin (Mantan Direktur Keuangan PT Bali Tour Development Corporation (BTDC) terkait kasus pemobolan uang PT BTDC yang disimpan di Bank Permata sebesar Rp6 miliar. Terakhir, enam kasus penggadan IUT pada BKKBN sebanyak enam tersangka belum ditahan.

TANGKAPAN KECIL - Satgassus bisa dibilang sukses membuka sejumlah kasus yang mangkrak di Kejaksaan Agung. Kasus pengadaan ATC Simulator Angkasa Pura II lima tersangkanya akhirnya ditahan. Mantan Bupati Indramayu Yance yang lima tahun tak tersentuh akhirnya disidang meskipun akhirnya bebas.

Dalam enam bulan terakhir Satgassus juga langsung menggebrak dengan menyidik sejumlah perkara korupsi baru. Ada 32 perkara, 24 perkara naik ke penyidikan. Sayangnya kasus yang ditangani Satgassus masih berskala kecil belum kelas kakap.

Sebut saja kasus dana bantuan sosial Kabupaten Cirebon dengan tersangka Wakil Bupatinya Tasiya Soemadi, Subekti Sunoto dan Emon Purnomo. Kemudian proyek pengaspalan jalan Muara Niro di Sinan Pekerjaan Umum Kabupaten Tebo, Jambi. Lainnya kasus korupsi oleh Bupati Sarni Mesak Manibor.

"Harusnya yang ditangani Satgassus kelas kakap bukan skala daerah," kata anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho kepada gresnews.com, Senin (20/7).

Banyak kasus dengan skala besar belum tersentuh Kejaksaan Agung. Kasus rekening gendut Kepala Daerah Sulawesi Tenggara Nur Alam hingga saat ini penyidikannya tidak jelas. Belum lagi kasus-kasus lama seperti Patal Bekasi, korupsi Bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia dan PT Indosat Mega Media (IM2).

GURITA KORUPSI DAN PENEGAKAN HUKUM - Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan korupsi kian menggurita hingga ke pelosok desa. Dengan alasan itulah Satgassus dibentuk. Kian mengguritanya korupsi juga ditunjukkan hasil penelitian yang dilakukan ICW. Ada peningkatan kasus yang ditangani penegak hukum.

Pada semester I 2014, jumlah kasus korupsi yang ditemukan sebanyak 308 kasus, dengan jumlah tersangka 659 orang. Sementara pada semester II 2014 ada 321 kasus dengan jumlah tersangka 669 orang.

Sehingga apabila ditotalkan, jumlah kasus korupsi sepanjang 2014 adalah 629 kasus dengan 1.328 orang tersangka. Sementara kerugian negara mencapai Rp5,29 triliun.

Sementara pada tahun 2013, kasus korupsi yang ditemukan hanyalah 1.271 kasus. Sehingga dapat disimpulkan dibandingkan tahun 2013, untuk tahun 2014 ini kasus korupsi mengalami peningkatan.

Jumlah tersangka dari tahun 2013 semester 1 sampai tahun 2014 semester 2 mengalami penurunan sebanyak 8 tersangka. Sementara untuk jumlah kasus dari tahun 2013 semester 1 hingga tahun 2014 semester 2 mengalami peningkatan sebanyak 28 kasus.

Di satu sisi ini merupakan kabar gembira karena makin trengginasnya penegak hukum membabat korupsi tapi di sisi lain penelitian itu menunjukkan bagaimana korupsi terus terjadi. Padahal, telah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal yang sama juga terjadi dalam trendline potensi kerugian negara dari tahun 2013 semester 1 sampai tahun 2014 semester 2. Dari Rp 5,7 triliun pada semester pertama 2013, mengalami penurunan menjadi Rp 1,59 triliun pada semester II 2014. Jadi ada penurunan kerugian negara sebesar Rp 4,11 triliun.

INDEKS PERSEPSI KORUPSI RENDAH - Data dari  Corruption Perception Index (CPI) yang dikeluarkan Lembaga Transparency International pada 2014, CPI Indonesia masih jauh di bawah negara tetangga Singapura. Artinya Indonesia masih dinilai sebagai negara banyak korupsinya.

Secara global terdapat lima negara yang memiliki skor tertinggi. Negara-negara tersebut adalah Denmark (92), Selandia Baru (91), Finlandia (89), Swedia (87), dan Swiss (86). Sedangkan lima (5) negara yang memiliki skor terendah adalah Somalia (8), Korea Utara (8), Sudan (11), Afghanistan (12), dan Sudan Selatan (15).

Skor yang turun tajam dalam CPI 2014 ini dialami oleh China (dengan skor 36), Turki (45) dan Angola (19). Dimana ketiga negara ini mengalami skor turun yang sangat tajam, sekitar 4-5 poin (dalam skala 100). Meskipun diketahui bahwa China dan Turki mengalami pertumbuhan ekonomi lebih dari 4 persen dalam kurun waktu empat tahun terakhir.

Pada 2014 ini, skor CPI Indonesia sebesar 34 dan menempati urutan 107 dari 175 negara yang diukur. Skor CPI Indonesia 2014 naik 2 poin, sementara peringkat naik 7 peringkat dari tahun sebelumnya.

Bagaimana dengan tahun 2015? Tentu ini akan menjadi pertaruhan rezim Jokowi pro pemberantasan korupsi atau tidak. Masih ada waktu beberapa bulan hingga akhir 2015 bagi Presiden Jokowi mengoptimalkan lembaga penegak hukum Kepolisiaan dan Kejaksaan memberantas korupsi atau malah makin buruk.

Jokowi memulainya dengan sikap ambigu penanganan kasus korupsi. Jokowi memperumit persoalan hubungan Polri dan KPK. Kriminalisasi yang dialamatkan ke KPK oleh Polri merupakan desain untuk membubarkan KPK. Tapi tak ada sikap tegas untuk menyudahi persoalan KPK dan Polri. Muncul persepsi buruk dari masyarakat terhadap kerja penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.

Harapan besar Presiden Jokowi ada pada Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Keberadaan Satgassus Kejaksaan Agung diharap bisa menjawab keinginan masyarakat yang ingin bebas dari belenggu korupsi. Banyak yang berharap Satgassus akan seperti KPK melakukan gebrakan pemberantasan korupsi.

BACA JUGA: