JAKARTA, GRESNEWS.COM - Inspektorat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Itjen ESDM) ternyata telah melakukan audit keuangan untuk berbagai kegiatan di Kementerian tersebut. Tetapi, dalam audit itu Itjen ESDM menganggap semua kegiatan yang dilakukan masih dalam taraf wajar dan mendiamkan adanya temuan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara itu.

Padahal, dalam audit investigasi yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kegiatan itu ditemukan sebagai kegiatan fiktif dan merugikan keuangan negara. Hal ini menimbulkan kecurigaan pihak Itjen ESDM sengaja mendiamkan temuan-temuan itu dengan imbalan tertentu.

Apalagi dalam persidangan kasus suap di Kementerian ESDM dengan terdakwa mantan Sekjen ESDM Waryono Karno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (11/6). Dalam persidangan itu, Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto membacakan dakwaan yang menyebutkan adanya biaya entertainment untuk auditor Itjen ESDM.

"Digunakan untuk entertain auditor Itjen sebesar Rp20 juta," demikian dakwaan yang dibacakan Fitroh.

Hal ini semakin menebalkan kecurigaan KPK bahwa hasil audit Itjen ESDM tidak lagi murni alias sudah direkayasa sehingga tidak ditemukan adanya penyimpangan meski banyak kegiatan yang dilakukan Waryono ternyata fiktif. Hal itu juga diakui Kepala Biro Hukum dan Humas ESDM Susianto.

"Sampai audit BPKP, kami anggap sesuai ketentuan karena sudah diperiksa Itjen," kata Susianto di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Fitroh Rohcahyanto lantas menanyakan apa maksud dari kegiatan fiktif itu. Tetapi, Susianto mengaku tidak mengetahuinya secara rinci sebab kegiatan itu bersifat operasional dan dikerjakan oleh Sri Utami.

"Itu kami serahkan bagian humas, saya secara operasional nggak tahu persis," pungkas Susianto.

Belakangan diakui Susianto, kegiatan fiktif tersebut merupakan perintah dari Waryono Karno yang ketika itu menjabat Sekjen ESDM. Ia menunjuk orang dekatnya Sri Utami mejadi koordinator kegiatan untuk mengumpulkan uang operasional yang tidak bisa dibiayai APBN. Atas perbuatannya itu, negara ditaksir merugi lebih dari Rp11 miliar.

BACA JUGA: