JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah telah mengajukan usulan kepada DPR agar Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) segera direvisi. Poin utama yang akan direvisi adalah terkait kewenangan dan status Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Semenjak dibubarkannya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan diganti dengan SKK Migas, kejelasan status hanya berdasar Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013, sehingga revisi UU Migas akan difokuskan pada revisi SKK Migas.

"Pemerintah sebenarnya telah memikirkan SKK  Migas untuk jadi BUMN," kata Mamit Setiawan, Direktur Energi Watch, kepada Gresnews.com, Sabtu (9/4).

Namun, jika diubah menjadi BUMN, harus dipikirkan pula cara pengelolaan, pengawasan, dan pembagian tugas dengan  Pertamina. Jika mengacu pada UU BUMN maka posisi SKK Migas yang diubah menjadi BUMN ini tentu sebagai pencari keuntungan. Namun, selama ini tugas mencari keuntungan telah diambil oleh Pertamina.

"Jadi harus dipilah mana tugas Pertamina dan mana tugas SKK Migas," katanya.

Hal ini, menurutnya, diperlukan agar tidak ada benturan antara BUMN dan agar tidak terjadi kecemburuan. Jangan sampai menjadikan Pertamina malah bangkrut dan diambil swasta. "Pembagian tugasnya harus jelas jangan saling berbenturan dan harus saling isi," katanya.

Ia mengusulkan, ke depan SKK Migas sebagai BUMN tidak bicara keuntungan tapi lebih pada pengelolaan atau kerjasama blok migas. "Di sana pasti juga tetap ada keuntungan tapi bukan merupakan fokus utamanya," ujarnya.

Pendapat senada  diungkapkan anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Hary Poernomo yang menilai UU Migas harus segera direvisi untuk mendorong terwujudnya tata kelola migas nasional sesuai dengan konstitusi. Sebab dalam UU ini beberapa pasal telah dianulir Mahkamah Konstitusi karena tidak sejalan dengan undang-undang dasar 1945. "Ini sudah beberapa tahun sejak dianulir maka harus direvisi," ujar Hary.

Namun sayangnya, hingga hari ini belum ada undang-undang baru yang sesuai dengan amanat konstitusi Pasal 33 pada UUD 1945. Ia menilai saat ini UU yang ada telah banyak unsur politik dan menyimpang dari UUD 1945.

Menurut dia, kondisi ini sudah  genting, sehingga harus segera dibuat UU Migas baru yang mengamanatkan konstitusi. Dimana saat revisi itu, harus dipahami negara membutuhkan unit kerja yang mampu menangani sumber daya Indonesia.

"Kita butuh SKK Migas tapi sesuai kebutuhan, celakanya unit kerja pemerintah yang harusnya mengelola migas tak bisa bekerja dengan optimal," katanya.

SKK Migas memiliki kelemahan yakni tidak mampu melakukan bisnis dengan pihak lain. Tak bisa menjual migas sendiri dan harus menunjuk pihak ketiga. Hal inilah yang dinilainya sebagai "kerja tanggung" yang menyebabkan SKK Migas tak maju.

"SKK Migas harus punya kemampuan sebagai pelaku, tidak hanya kewenangan pekerjaan kantor seperti audit, tapi operasional juga harus mampu," katanya.

BACA JUGA: