JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kendati rezim pemerintahan telah berganti, nasib para pekerja outsourcing alias alih daya tak juga berubah. Status mereka masih tetap sebagai pegawai kontrak seumur hidup dengan pendapatan alakadarnya.

Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ) meminta pemerintahan Joko Widodo untuk mencabut peraturan ketenagakerjaan tentang sistem kerja kontrak dan outsourcing yang diatur dalam Permen Nomor 19 Tahun 2012. Sebab, Permen tersebut telah menjadi celah hukum bagi Asosisasi Transportasi Kereta Api Indonesia (ATKAINDO) untuk melanggengkan sistem kerja kontrak dan outsourcing terhadap pekerja KA yang bekerja pada posisi penting dalam jalur transportasi perkeretaapian.

Ketua Umum SPKA Abet Faedatul Muslim menjelaskan Kementerian Tenaga Kerja telah mengeluarkan nota hasil pemeriksaan dengan No. B.261/PPK-NJ/V/2013 dan B.336/PPK-NKJ/VI/2013 yang menetapkan bahwa jenis pekerjaan pengawalan kereta api, petugas loket, portir/tapping, dan announcer atau petugas informasi adalah jenis pekerjaan inti bisnis yang tidak dapat dialih dayakan. Namun, akibat Permen ini perusahaan yang ada di bawah ATKAINDO diantaranya PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero, PT KAI Commuter Jabodetabek (KJC) dan PT Raillink kembali menetapkan empat pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan penunjang/bukan inti bisnis produksi.

"Kemarin pemerintah mengumumkan akan menaikkan tiket kereta api. Tapi pemerintah tidak pernah memperhatikan nasib pekerja kereta api yang berstatus kontrak dan outsourcing. Seharusnya pemerintah juga memerintahkan ATKAINDO untuk mengangkat kami menjadi pekerja tetap," ujar Abet, Jakarta, Kamis (26/3).

Abet mengungkapkan hampir ribuan pekerja di luar staf perusahaan KA Jabodetabek adalah pekerja kontrak dan outsourcing, dan puluhan ribu pekerja KA di Indonesia mengalami hal yang sama. Bahkan, data ILO di 2013 hampir 65 persen pekerja di Indonesia berstatus tidak tetap. Artinya ada sekitar 27,55 juta jiwa rakyat Indonesia bekerja sebagai pekerja/buruh kontrak dan outsourcing. "Pemerintah memang tidak pernah serius menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan," kata Abet.

Berdasarkan catatan Gresnews.com, masalah tenaga kerja outsourcing tak kunjung selesai sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhyono. Kendati saat itu pemerintah bersama Komisi IX DPR RI membentuk satgas outsourcing. Namun satgas tersebut dinilai tidak efektif.
 
Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Sabda Pranawa Djati mengaku kecewa terhadap hasil kinerja satgas outsourcing yang terlihat bagus hanya permukaannya saja tetapi tidak secara mendalam. Hal itu disebabkan satgas tersebut tidak diberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi, selama ini satgas hanya bertugas merumuskan kebijakan penyelesaian outsourcing dan monitoring.

Di satu sisi, menurut Sabda, dalam prakteknya pengurus satgas hanya melibatkan serikat pekerja organik perusahaan yang notabenenya tidak tahu permasalahannya. Terbukti pada saat satgas melaporkan kepada Komisi IX DPR RI, laporan tersebut ternyata tidaklah fokus terhadap permasalahan yang ada.

"Tidak fokus kepada permasalahan soal pengangkatan kerjanya menjadi pekerja tetap dan pelanggaran normatif," kata Sabda kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: