JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi Rp500 per liter membuat para buruh dalam posisi terjepit. Hidup buruh makin sulit, sementara untuk menekan pemerintah agar merevisi besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) sangatlah sulit. Tak berdaya, buruh pun harus rela mencari kerja sampingan demi memenuhi kebutuhan hidup.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Sabda Pranawa Djati mengatakan, kenaikan harga BBM telah membuat posisi buruh menjadi terjepit. Apalagi, disaat upahnya tidak mengalami kenaikan dan kemudian mengajukan penyesuaian kepada perusahaan tentunya akan ditolak oleh pemilik perusahaan.

"Perusahaan tentu akan menolak penyesuaian upah dengan alasan dampak kenaikan BBM berpengaruh terhadap biaya produksi," kata Sabda kepada Gresnews.com, Senin (30/3).

Terbukti saat buruh mencoba melakukan negosiasi dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk merevisi UMP, Ahok pun menolaknya. "Terkait penyesuaian upah, Ahok hanya mau melobi di upah minimum sektoral provinsi dan itu pun hanya naik sekitar 5 persen sampai 10 persen," tambah Sabda.

Kenaikan tersebut, kata dia, juga belum menjamin hidup buruh menjadi layak. "Kita mau mengajukan revisi UMP kemungkinan kecil karena sudah ditetapkan. Ketetapan tersebut, bisa dijadikan Ahok untuk berdalih," katanya.

Sabda mengungkapkan dengan kondisi tersebut, mau tidak mau buruh harus mencari penghasilan diluar dari upah pabrik yaitu mencari pekerjaan sampingan. Tentunya mencari pekerjaan sampingan akan berdampak terhadap produktivitas kinerja personal.

Tetapi karena terpaksa, langkah mencari pekerjaan sampingan perlu dilakukan karena pengusaha tidak menjamin upah yang layak untuk pekerjanya. "Makanya perusahaan harus melihat pekerja sebagai aset bukan sebagai biaya," kata Sabda.

Sementara itu, Kepala Keuangan salah satu perusahaan swasta manufaktur otomotif F.Purba menolak usulan buruh untuk menaikan upah maupun menaikan komponen di dalam upah. Hal itu dikarenakan saat ini beban produksi sangatlah berat akibat kenaikan harga BBM. Kendati demikian, dia tidak mempermasalahkan para buruh untuk mencari pekerjaan sampingan, asalkan produktivitas para buruh tidak berkurang.

Dia menuturkan upah yang diterima oleh buruh tidak ada komponen biaya transportasi. Menurutnya dalam menerima upah, buruh langsung terima bersih sesuai dengan standard UMP yaitu Rp2,7 juta. Berbeda dengan level leader, dimana dalam terima UMP belum termasuk komponen-komponen seperti uang makan, uang transportasi dan lain-lain.

"Ya nggak mungkinlah kami naikkan UMP. Biaya produksi kami saja sudah berat kalau kami naikkan, ya kami bangkrutlah," kata Purba kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: