JAKARTA, GRESNEWS.COM - Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi)  memprotes terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 27 Tahun 24 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagan Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain. Peraturan yang merupakan perubahan atas Permen Nomor 19 Tahun 2012 dinilai hanya memberi peluang seluas-luasnya pada perusahaan asing untuk membuka perusahaan penyedua jasa pekerja/ buruh.

Padahal hingga saat ini pemerintah belum bisa membereskan permasalah-permasalahan yang ada terkait perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang ada. Faktanya masih terus terjadi pelanggaran hak2 normatif pekerja outsourcing dan pelanggaran ini terus dibiarkan oleh pemerintah. Permasalahan utamanya adalah masalah penegakkan hukum, yg kerap kali tidak berfungsi.

"Harusnya Menteri Tenaga Kerja lebih memperkuat pengawasan di lapangan, dan pemerintah lebih memperketat izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sehingga penegakkan hukum atas Permenakertrans no. 19/2012  bisa berjalan dengan baik," tulis Sekretaris Jendral Opsi Timboel Siregar dalam rilisnya.

Namun bukannya memperkuat pengawasan dan memperketat izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, Menaker malah merevisi Permenakertrans no. 19 ini dengan membuka peluang perusahaan asing (PMA) menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh atau yg biasa disebut dgn Agent Outsouring.
Revisi Permenakertrans No. 19/2012 menjadi Permenaker No. 24/2014 tidak menjamin terlindunginya hak2 pekerja outsourcing, malah akan membuka lebih lebar peluang eksploitasi terhadap pekerja outsourcing.

Ada sejumlah alasan, mengapa Opsi menilai Permen tersebut justru akan membuat masalah daripada mengatasi masalah.

Pertama, Permenaker tersebut hanya untuk mengakomodir perusahaan PMA menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh di Indonesia. Permenaker ini justru membuka seluas-luasnya perusahaan PMA menjadi agent oustsourcing di Indonesia, bukan untuk membuka lapangan kerja di Indonesia.

Padahal jika menilik Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing,  ditujukan untuk membuka lapangan kerja di Indonesia. Tetapi perusahaan outsourcing PMA dipastikan tidak akan membuka lapangan kerja, karena yang membuka dan menyediakan lapangan kerja adalah perusahaan Pengguna (User) bukan perusahaan/agent outsourcing. "Ini artinya Permenaker No. 27/2014 bertentangan dgn UU 25/2007 ttg Penanaman Modal, karenanya kehadiran Permenaker tersebut cacat secara substansi," ujar Timboel.

Apalagi pembuatan Permenaker No. 27/2014 ini tidak melalui LKS Tripartit. Terbukti terbitnya Permenaker ini membuat kalangan serikat pekerja dan serikat buruh kaget.

Selain itu dalam Pasal 25A Permenaker 27/2014 juga dinilai mendiskriminasi proses pemberian izin. Sebab Permenaker  27/2014, menyatakan Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh merupakan penanam modal asing, maka izin operasional diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Padahal dalam Permenakertrans No. 19/2012 izin operasional Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh adalah di dinas tenaga kerja propinsi.
Harusnya seluruh izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dilakukan di dinas tenaga kerja, karena dinas tenaga kerja lah yang mempunyai pengetahuan dan kewenangan tentang masalah ketenagakerjaan khususnya untuk masalah pengawasan ketenagakerjaan.

Dengan pengawasan yang tegas dan benar izin operasional perusahaan outsourcing bisa dicabut dinas tenaga kerja. Sedang  BKPM sendiri tidak punya perangkat pengawasan ketenagakerjaan, dan ini artinya perusahaan outsourcing PMA sulit untuk dicabut izinnya.

Apalagi jika sesuai Permanakertrans No. 19/2012, jenis pekerjaan yg boleh dioutsourcing adalah 5 jenis pekerjaan (sekuriti, pengemudi, office boy, katering, dan pekerjaan pendukung terkait perusahaan migas/ tambang). Kelima jenis pekerjaan tersebut sebenarnya pengusaha lokal juga mampu menyelenggarakannya dan tidak perlu perusahaan PMA. "Harusnya pemerintah lebih memperhatikan dan memprioritaskan pengusaha dalam negeri, bukannya malah berpihak ke PMA," tambah Timboel.

Opsi menengarai kehadiran Permenaker No. 27/2014 ini merupakan respon atas Kehadiran Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di tahun 2015 ini. Hadirnya MEA maka pekerja asing dari Asean akan mudah bekerja di Indonesia dan akan diorganisir oleh perusahaan2 outsourcing PMA.

Sementara Opsi menilai salah satu masalah pekerja outsourcing selama ini adalah pengusaha outsourcing mudah kabur ketika ada putusan pengadilan hubungan industrial yg menetapkan kewajiban pembayaran pesangon. Seperti yang dialami pekerja PT. ISKI. Dengan dibolehkannya Perusahaan outsourcing PMA maka pengusaha PMA tersebut akan mudah kabur ke negerinya dengaan meninggalkan masalah di dalam negeri. "Ini masalah riil yg terjadi," tegasnya.

Untuk OPSI mendesak agar Menteri Tenaga Kerja membatalkan Permenaker No. 27/2014 tsb. Menteri Tenaga Kerja saat ini harus lebih memfokuskan pada masalah pembenahan sistem kerja outsourcing dengan pengawasan yg tegas dan memperketat izinnya.

BACA JUGA: