JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Pertamina (Persero) berencana akan menaikkan harga gas elpiji non subsidi 12 kg sebesar Rp1000-Rp1500 per kg. Rencananya kenaikan harga elpiji 12 Kg akan terealisasi pada pertengahan Agustus 2014 ini. Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengatakan rencana kenaikan elpiji 12 kg sudah dimasukkan dalam rencana bisnis perusahaan.

Dalam rencana bisnis perusahaan, kenaikan gas elpiji 12 kg dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun. Kenaikan elpiji dilakukan secara bertahap sampai tahun 2016. Untuk tahun ini, pada tahap pertama dilakukan di 15 Januari 2014 lalu tahap kedua dilakukan pada awal Juli 2014. Namun kenaikan gas elpiji 12 Kg tertunda karena perusahaan mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders) agar menunda kenaikan.

"Hal itu dilakukan mengingat Juli bertepatan dengan puasa, lebaran dan masuknya anak sekolah," kata Ali di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (13/8).

Ali menjelaskan, alasan Pertamina menaikkan harga gas elpiji 12 kg secara bertahap hingga tahun 2016 agar harga gas tersebut mencapai harga keekonomian. Menurutnya harga gas elpiji 12 kg milik Pertamina dengan tiga perusahaan swasta memiliki selisih atau gap harga sebesar Rp8000. Perusahaan swasta membanderol harga gas 12 Kg sebesar Rp15000 per kg, sedangkan Pertamina hanya Rp6500 per kg.

"Setelah mendapatkan masukan, kita putuskan di medio Agustus 2014 ini. Nah ini timingnya yang sedang kita kaji. Nanti pada saatnya kita akan sampaikan kepada masyarakat," kata Ali menambahkan.

Ali mengatakan kenaikan harga gas ini merupakan murni aksi korporasi karena gas ukuran tersebut bukanlah barang subsidi. Perusahaan pun tidak perlu meminta izin kepada pemerintah untuk menaikkan harga gas 12 kg. Menurutnya perusahaan hanya melaporkan kepada pemerintah khususnya kementerian terkait yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Ali menuturkan jika pemerintah mengintervensi dalam proses kenaikan gas elpiji 12 kg maka akan ada konsekuensi yaitu pemerintah harus menanggung selisih harga dan itu pun diberlakukan untuk barang subsidi. "Kita hanya memberitahu lewat surat pemberitahuan. Bukan meminta izin karena memang tidak perlu meminta izin," kata Ali.

Ali juga memastikan ketika kenaikan harga gas ukuran 12 kg tidak akan mempengaruhi inflasi karena pengguna gas tersebut rata-rata berasal dari kalangan kelas menengah atas dan itupun jumlahnya hanya 15 persen dari seluruh total pengguna gas. Apalagi selama setahun Pertamina harus menelan kerugian sebesar Rp5,5 triliun, sedangkan untuk per semesternya sebesar Rp2,81 triliun.

Dia memastikan konsumen tidak akan beralih ke gas elpiji 3 kg karena saat ini Pertamina memiliki sistem monitoring. Dia menjelaskan sistem monitoring tersebut memiliki seluruh data agen di seluruh Indonesia, selain itu juga data konsumsi atau kuota seluruh agen-agen.

Sehingga jika ada permintaan mendadak dari rata-rata konsumsi akan terdeteksi dan perusahaan pun tidak akan meladeni permintaan tersebut. "Kenaikan gas elpiji itu untuk menutupi kerugian perusahaan," kata Ali.

Pengamat energi Mamit Setiawan menilai kebijakan kenaikan gas elpiji 12 kg akan mengundang protes secara besar-besaran dari pengusaha restoran. Menurutnya, mengacu kepada keekonomian antara elpiji 3 kg dan 12 kg memiliki disparitas harga yang sangat tinggi. Dia menambahkan selama ini masyarakat sudah terbiasa dengan harga Elpiji yang murah sehingga dengan adanya kenaikan sedikit saja, maka masyarakat akan memprotes kebijakan tersebut.

Mamit menilai mengacu harga keekonomian gas elpiji 12 kg memang harus dinaikkan untuk mengurangi beban Pertamina karena biaya produksi elpiji cukup mahal. Dia menuturkan, dalam permasalahan gas elpiji memang pemerintah juga bersalah akibat kebijakan konversi dari minyak tanah ke gas dengan harga yang murah.

Akibatnya banyak timbul praktek-praktek pengoplosan dimana-mana. "Oleh karena itu kenaikan jangan tinggi-tinggi lah. Masyarakat juga harus menerima kenaikan gas," kata Mamit.

Menurut Mamit Pertamina mengambil langkah cari selamat dengan menaikkan harga gas tersebut di pemerintahan saat ini karena jika ingin menaikkan harga gas di pemerintahan baru, belum tentu disetujui oleh pemerintahan baru. Dia menambahkan, terlalu berisiko jika Pertamina mengajukan kenaikan harga gas 12 kg.

Artinya Pertamina memanfaatkan momentum di pergantian pemerintahan saat ini. "Jika Pertamina mencoba menaikkan harga gas di pemerintahan yang baru, mereka (Pertamina) tentunya berpikir dua kali. Otomatis mau tidak mau di pemerintahan SBY," kata Mamit.

BACA JUGA: