JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah Indonesia dan pihak Jepang menyepakati menunjuk tim audit independen untuk mengaudit nilai buku yang dimiliki PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). "Penunjukkan tim audit independen dilakukan karena pihak Nippon Asahan Aluminium (NAA) merasa kecewa dengan nilai transaksi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," tutur Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan di Kantor Pusat PT ASEI, Jakarta, Kamis (14/11).

Menurut Dahlan, penunjukan tim audit independen tersebut tidak berpengaruh terhadap rencana pemerintah untuk mengambil alih PT Inalum. "Kan bisa saja Jepang berpikir BPKP tidak independen karena BPKP kan milik pemerintah," katanya.

Dahlan mengatakan Jepang juga menginginkan proses perjanjian serah terima PT Inalum berjalan dengan baik dan mulus mengingat pihak Jepang sudah bekerjasama dengan Indonesia selama 30 tahun.

Dahlan memperkirakan nilai transaksi yang nantinya akan diaudit oleh tim audit independen bisa dapat meningkat atau menurun. Di satu sisi audit terakhir yang dilakukan oleh BPKP juga baru sampai bulan Maret sehingga bulan berikutnya belum dihitung. "Jadi rentang waktu dari bulan Maret sampai Desember nanti belum dihitung," kata Dahlan.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Ferrari Romawi mengatakan pihaknya tidak mempermasalahkan usulan pemerintah untuk menunjuk tim audit independen dalam rangka memeriksa nilai buku PT Inalum. Menurutnya, penunjukan tim audit independen itu nantinya tidak perlu meminta persetujuan DPR, karena DPR sudah memberikan persetujuan lebih dulu.

Pihaknya juga tidak mempermasalahkan jika nantinya hasil tim audit independen nilai bukunya lebih tinggi dari hasil audit yang dilakukan BPKP. Sebab nantinya pembayaran untuk pengambil alihan PT Inalum bersumber dari dana APBN. "Jadi penunjukan tim audit independen tidak ada masalah, yang penting dapat mempercepat proses pengambil alihan PT Inalum," kata Ferrari kepada Gresnews.com.

Untuk diketahui, harga pengambilalihan 58,87% saham Inalum mencapai sekitar US$558 juta (Rp 6,3 triliun) sesuai dengan hasil audit BPKP pada Maret lalu. Di sisi lain, pihak Jepang juga tidak mempermasalahkan pengambilalihan Inalum melalui mekanisme transfer aset karena sesuai dengan nota kesepahaman. (Heronimus Ronito/GN-02)

BACA JUGA: