JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kelangkaan daging sapi dalam sebulan terakhir cukup membuat resah masyarakat. Pedagang tak berjualan karena kurangnya pasokan membuat harga daging sapi melambung hingga mencapai Rp130 ribu per kilogram, sehingga mereka kesulitan menjual.

Masyarakat pun enggan membeli daging sapi karena harganya kelewat mahal. Kondisi ini dinilai aparat kepolisian potensial memunculkan gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat.

Karena itulah, jajaran Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri turun tangan melakukan penyelidikan kasus kelangkaan daging sapi setelah mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo. Aparat kepolisian menyisir berbagai feedloter, yaitu tempat sapi-sapi digemukkan sebelum siap dipotong, untuk mengecek apakah terjadi penimbunan sapi.

Sejumlah lokasi feedloter sapi di sekitar Jakarta, Bogor dan Banten disisir. Hasilnya sejumlah feedloter diduga melakukan penimbunan stok sapi.

Caranya, tidak langsung melakukan pemotongan terhadap sapi-sapi yang sudah siap potong, yaitu sapi-sapi yang sudah berbobot 450 kilogram ke atas. Polisi masih mendalami motif para pemilik feedloter yang tidak mau memotong sapi-sapi siap potong itu.

Penggerebekan pertama dilakukan di PT Brahman Perkasa Sentosa (BPS) di Jalan Kampung Kelor No 33 Kecamatan Sepatan Tangerang. Di peternakan sapi milik Buntoro Hasan ini, petugas menemukan 500 ekor dari 3164 ekor sapi telah siap potong. Namun pemilik tak melakukan pemotongan terhadap ratusan ekor sapi ini.

"500 ekor sapi yang sudah memenuhi persyaratan untuk dijual atau dipotong namun tidak dilakukan (pemotongan) melainkan tetap berada di peternakan PT BPS," kata Kepala Bareskrim Komisaris Jendral (Komjen) Budi Waseso di Mabes Polri, Kamis (13/8).

Bahkan dari informasi yang dihimpun penyidiknya, PT BPS ini tidak melakukan pemotongan sapi sejak sehari menjelang lebaran hingga saat ini. Kasus dugaan penimbunan sapi potong itu masih terus dikembangkan penyidik Bareskrim Mabes Polri.

Selanjutnya, dari PT BPS polisi mengamankan dokumen keluar masuknya sapi. Di samping itu, beberapa saksi dan pemilik peternakan juga dimintai keterangan terkait alasan dilakukannya penundaan pemotongan sapi tersebut.

"Kita periksa semua pihak, importir yang ada, pemilik penggemukan sapi serta asosiai pedagang sapi untuk diperiksa," kata perwira tinggi Polri bintang tiga yang akrab disapa Buwas.

Selain PT BPS, petugas juga melakukan penggerebekan di penggemukan sapi milik PT Tunjung Unggul Mandiri di Jalan Tanjung Burung Desa Kandang Genteng No 33 Kecamatan Teluk Naga, Tangerang.

Polisi masih terus menyisir feedloter-feedloter lainnya hingga ke wilayah Cileungsi, Bogor, dan Banten. Hasilnya, Bareskrim Mabes Polri menemukan 21.993 ekor sapi dengan jumlah sapi siap potong mencapai 4 ribu ekor.

INDIKASI PERMAINAN KUAT - Kapolri Jendral Badrodin Haiti menuturkan adanya indikasi permainan kartel yang sengaja mematikan produk dalam negeri. Tak hanya pada daging sapi, namun juga ke komoditi lainnya.

Polisi mencurigai dalam satu feedloter itu tersedia sapi siap potong tapi tidak dipotong. Saat ini polisi telah mengantongi 41 feedloter, dan tengah melakukan penyelidikan, apakah ada indikasi pelanggaran hukum atau tidak.

Sementara itu, Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigadir Jendral (Brigjen) Victor Simanjuntak menerangkan, pihaknya masih menyelidiki dugaan pelanggaran hukumnya. Menurut perhitungan Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) seharusnya stok sapi mencukupi hingga Desember 2015.

Namun perhitungan tersebut terancam berbeda akibat ulah peternak sapi. Victor membenarkan bahwa dari total dua lokasi yang didatangi saja, jajarannya sudah menemukan 21.933 ribu ekor sapi dengan 4000 ekor sapi siap potong.

Di PT BPS ada 500 sapi siap potong, sementara PT TUM lebih banyak lagi. "Kita lagi selidiki pelanggarannya. Kami menduga ada yang niat menahan sapi-sapi itu," ucap Victor.

Victor mengaku langkah yang dilakukan kepolisian merupakan tindak lanjut dari pernyataan presiden yang menyebutkan adanya masalah dalam tata niaga di Indonesia. Setelah itu Victor langsung mengeluarkan surat perintah penyelidikan.

"Belum ada tersangka, kita baru memeriksa saksi dan pemilik," kata Victor.

Sementara itu Komjen Budo Waseso mengatakan, sejauh ini alasan pemilik feedloter tidak melakukan pemotongan sapi adalah karena tidak laku dijual atau tidak ada pembelinya. "Kita masih dalami," katanya.

Pihak kepolisian memang baru memeriksa dua tempat dari lima tempat penggemukan sapi milik importir yang ada di Jabotabek. Meski begitu, indikasi adanya permainan importir dalam kasus kelangkaan daging sapi ini mulai terlihat.

"Menurut pendapat sementara, sebenarnya kelangkaan daging itu tak perlu terjadi dikala ada pemotongan, karena stok sapinya lengkap, sapinya ada, tidak ada kekurangan, stok sapinya ada dan siap untuk dipotong. Ini yang sedang kita dalami," kata Buwas.

"Bisa saja kelangkaan itu dugaan kita memang diciptakan ya kelangkaan itu. Oleh sebab itu ada pelanggaran hukum disini, saya akan dengan tegas ambil tindakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," pungkasnya.

KROSCEK DATA - Untuk mengungkap dugaan adanya permaianan oleh importir dalam kasus kelangkaan daging sapi ini, Bareskrim Polri akan menelitinya secara menyeluruh ke tempat-tempat penggemukan sapi milik importir. Temasuk melakukan kroscek data dengan kementerian terkait.

Pengecekan akan dilakukan ke Bea Cukai, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian untuk dimintai keterangan terkait kasus penimbunan sapi siap potong ini.

Buwas mengungkapkan, pihaknya sampai saat ini masih melakukan pemeriksaan untuk menindaklanjuti hasil temuan yang telah dilakukan dan belum menetapkan tersangka. "Ya (masih) indikasi. Nanti kita buktikan dalam prosesnya, kalau memang terjadi tindak pidana ya kita tindaklanjuti," ujar Buwas.

Penimbunan sebanyak 4000 sapi impor siap potong yang dilakukan dua perusahaan itu mengakibatkan terjadinya kelangkaan stok daging sapi yang terjadi saat ini. Pihaknya pun siap untuk menindaklanjuti bila terdapat pelanggaran hukum dalam penimbunan sapi siap potong itu.

"Kelangkaan ini kalau dugaan kita memang diciptakan. Terbukti ada pelanggaran hukum disini, saya akan dengan tegas ambil tindakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," kata Buwas.

TAK ADA ALASAN NAIKKAN HARGA - Sementara itu, pada saat yang sama, Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke ke tempat penggemukan sapi di Tangerang. Di feedloter milik PT Tanjung Unggul Mandiri, Amran sempat mencecar Supply Chain Manager PT TUM Tri Nugrahwanto terkait ditahannya stok sapi siap potong di perusahaan itu.

Amran juga mencecar Tri, terkait proses distribusi sapi ke RPH hingga soal harga daging bobot hidup di feedloter. Mentan mengaku heran dengan tingginya harga daging bobot hidup di feedloter yang terlalu mahal hingga mencapai Rp42.000-45.000/kg.

Padahal perusahaan penggemukan sapi milik BUMN saat Lebaran mampu menjual harga lebih murah yaitu Rp30.000/kg bobot hidup.

"Kok bisa dua kali lipat harganya? Stok aman lah kalau 17 000 ekor (di PT TUM). Stok aman. Sekarang begini, kita main matematika saja. Saya heran sama kalian. Mainkan matematika, sehari bisa keluarkan 200 ekor berarti ada 6.000 per bulan. Kalikan 3 sampai Oktober kan berarti ada 18.000, stok kalian 21.000 sampai Oktober. Berarti aman dong. Kenapa kalian tahan-tahan. Aku pikir ini nggak habis," kata Amran dengan nada serius di lokasi Kamis (13/8).

Mendapat pertanyaan dari sang menteri, Tri mencoba menyampaikan alasannya. Menurutnya dari stok 17.000 di PT TUM dan 4.000 di anak usaha PT TUM tak semuanya sebagai sapi siap potong, sebagian harus masih digemukan hingga batas minimal 450 kg bobot hidup. "Kami tahu, tapikan tidak dipotong semua sapinya. Ada siap dipotong hari ini. Kan kita digemukan dulu 3 bulan di sini. Jadi kita ada hitungannya," kilah Tri beralasan.

Amran pun kembali bertanya soal harga daging sapi di feedloter terus naik. "Kemarin harga pas Lebaran Rp30.000 per kg. Kenapa sekarang naik Rp45.000?" tanya Amran.

Untuk pertanyaan ini, Tri mengaku tidak tahu alasannya. "Saya kurang tahu Pak," ujarnya.

Mendengar jawaban singkat dari sang manajer, Amran kembali bertanya dan terus mendesak. "Kenapa naik. Jawab saja yang jujur, kita buka-bukaan saja," katanya.

Menurut Amran tak ada alasan kuat pihak feedloter menaikkan harga daging sapi bobot hidup, apalagi biaya pakan dan proses penggemukan tak mengalami kenaikan harga. "Kenapa mesti naik? Apa pakannya naik atau bagaimana? Atau makannya sapinya nambah makanya kalian naikan?" tegas Amran dengan nada serius.

Tri mengatakan, alasan pihaknya menahan pasokan sapi ke pasar karena khawatir stok sapi habis di akhir tahun. Apalagi pemerintah memangkas jatah kuota impor sapi di triwulan III-2015.

"Jadi stok sapi kita kurang. Makanya kita tahan. Kita penuh kandang kita itu sampai 40.000. Tidak cukup stok. Memangnya pemerintah menyetok feedloter. Jadi kita kawatir saja (stok habis). Harganya otomatis naik. Agar stok bisa aman sampai Oktober," katanya. (dtc)

BACA JUGA: