Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai industri hasil tembakau dan memangkas produksi rokok pada 2017 mendatang, akan memperburuk kondisi petani tembakau.

Dari kenaikan itu, pemerintah menargetkan penerimaan sebesar Rp149,8 triliun dari cukai rokok atau 11,72% dari total penerimaan negara 2017.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana memberlakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ganda kepada industri rokok.

Regulasi juga dinilai penting karena persoalan tembakau, tak hanya menyangkut masalah ekonomi, kesehatan tetapi juga persoalan kebudayaan kretek di Indonesia.

Wacana kenaikkan harga rokok terus menjadi polemik dan memicu beragam reaksi.Wacana kenaikkan harga rokok terus menjadi polemik dan memicu beragam reaksi.

Dewan Perwakilan Rakyat menilai, pemerintah tak bijak dengan ikut menghembuskan wacana kenaikan harga rokok Rp50 ribu per bungkus.

Industri rokok menengah kebawah tentu akan gulung tikar secara serentak sebab tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli pita cukai.

Kebijakan pemerintah --- melalui otoritas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan --- menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) ditentang oleh Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK). Alasannya: mempersulit industri rokok yang saat ini tengah lesu darah.

Perda larangan rokok semacam itu, kata Wakil Ketua APTI Zulfan Kurniawan, bersifat diskiriminatif dan akan mematikan industri rokok, karena para perokok tak lagi punya tempat di Jakarta dan daerah manapun yang menerapkannya.

Rancangan Undang-Undang Pertembakauan kembali mengundang polemik. Pasalnya Dewan Perwakilan Rakyat secara diam-diam membahas percepatan RUU tersebut pada Jumat-Minggu (24-26 Juni) lalu.

Anggota Komnas Pengendalian Tembakau Dr. Hakim Sorimuda Pohan mengatakan, dengan sikap ragunya itu, Presiden Jokowi telah membiarkan generasi muda di Indonesia menjadi mangsa bandar adiktif. 

Meski begitu, pemerintah sepertinya masih dilanda keraguan untuk segera melakukan ratifikasi Konvensi FCTC. Hal itu terlihat dari pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas yang membahas Kerangka Kerja Konvensi tentang Pengendalian Tembakau (FCTI), di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/6) siang.

ata Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) diketahui konsumsi rokok remaja perempuan mengalami peningkatan sepuluh kali lipat dalam dua tahun terakhir.

Apalagi program ini disebut sebagai salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) Sampoerna. Hanya saja program "mulia" perusahaan rokok seperti Sampoerna ini justru dinilai sebagai bentuk lain persuasi yang dilakukan perusahaan rokok untuk membangun reputasi di masyarakat.