JAKARTA, GRESNEWS.COM - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai, berbagai peraturan pengendalian tembakau termasuk diantaranya peraturan daerah (perda) tentang larangan merokok di beberapa titik di Jakarta, akan memberikan pengaruh langsung dari hulu ke hilir seluruh stakeholder pertembakauan. Misalnya Pergub DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 yang menghapus aturan ruang khusus merokok.

Perda larangan rokok semacam itu, kata Wakil Ketua APTI Zulfan Kurniawan, bersifat diskriminatif dan akan mematikan industri rokok, karena para perokok tak lagi punya tempat di Jakarta dan daerah manapun yang menerapkannya. "Karena ruang merokok dan kawasan tanpa rokok itu harus diatur bukan ditiadakan atau dipersulit dan dikriminalkan perokoknya," kata Zulfan kepada gresnews.com, Minggu (31/7).

Dia menilai, ada kepentingan asing dalam hal pengendalian tembakau sehingga berbagai produk tembakau khususnya rokok dibatasi bukan hanya melalui perda tetapi juga aturan lainnya. "Semua regulasi yang bertendensi mematikan seluruh stakeholder pertembakauan nasional adalah pintu masuk bagi produk-produk pengganti nikotin atau bahkan industri tembakau mereka," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Serikat Kerakyatan (SAKTI) Standarkiaa Latief. Dia mengatakan, aturan tanpa rokok bakal berdampak pada industri tembakau. Pada gilirannya hal itu juga akan berdampak pada lonjakan pengangguran karena industri tembakau banyak menyerap tenaga kerja.

Latief mengatakan, saat ini ada sekitar 6 juta orang yang bekerja di industri tembakau. Industri tersebut juga menjadi penyumbang pajak ketiga terbesar yakni Rp173 triliun pada tahun 2015. Industri tembakau juga telah memberikan kontribusi ekonomi yang sangat besar mencapai Rp157 triliun per tahun dari sisi cukai .

"Aturan kawasan tanpa rokok dapat menimbulkan gelombang PHK dalam jumlah besar, dan akan merugikan petani tembakau," tegasnya.

Apalagi, terkait raperda anti rokok di DKI misalnya, kata dia, banyak pasal yang mengundang kontroversi. Misalnya Pasal 41 Ayat (2) terkait sanksi kepada perokok berupa pembatasan pelayanan adminitrasi kependudukan dan kesehatan. "Hal ini jelas tidak adil," katanya.

Aturan semacam itu, kata Latief, menabrak PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif, berupa produk tembakau bagi kesehatan. "Aturan tersebut kebablasan, Perda tidak dapat mengatur apa yang tidak ada di undang-undang, bahkan urusan rokok tidak otomatis semata urusan kesehatan. Jadi aturan ini sekali lagi memukul industri tembakau dan petani," ujarnya.

Dia khawatir lahirnya regulasi semacam itu hanya merupakan euforia merespons kampanye anti tembakau yang didorong asing, seakan-akan urusan tembakau hanya untuk dimensi kesehatan. "Karena didorong kepentingan asing yang selama ini mendanai kampanye anti tembakau di Indonesia. Maka harus diluruskan oleh pemerintah," ucapnya.

MASUK PARIPURNA - Sementara itu, di tengah kontroversi soal isu pertembakauan, termasuk Rancangan Undang-Undang Pertembakauan, pihak Badan Legislasi (Baleg) DPR justru telah menyetujui RUU tersebut dibawa ke pembahasan tingkat II untuk menjadi inisiatif DPR. Hampir seluruh fraksi menyetuju RUU Pertembakauan dilanjutkan Rapat Paripurna.

Selanjutnya, RUU Pertembakauan akan dibawa ke Sidang Paripurna pada masa sidang mendatang, usai DPR menjalani reses pada 28 Juli 15 Agustus 2016. "Baleg menerima pengharmonisasian dari Ketua Panja. RUU ini tidak saja membicarakan soal kesehatan atau bahaya rokok, tapi juga untuk kedaulatan petani tembakau," kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/7).
 
Salah satu fraksi yang menyetujui, Fraksi Golkar, menegaskan, RUU ini akan menjadi angin segar bagi pelaku industri tembakau di tanah air, khususnya para petani. "Perlu dirancang secara matang tata niaga pertembakauan yang sehat dan kompetitif sehingga para petani bisa menerima nilai tambah yang layak dalam tata niaga pertembakauan," kata anggota Baleg dari Fraksi Golkar Ichsan Firdaus.

Hal senada disampaikan anggota Fraksi Demokrat yang berpandangan RUU ini penting untuk menunjang kesejahteraan petani. Meskipun ada pro dan kontra tentang UU ini, Fraksi Demokrat meminta pemerintah untuk tetap memperhatikan hal tersebut.
 
Begitu juga dengan Fraksi lainnya yang menyetujui UU Pertembakauan dilanjutkan ke Paripurna, antara lain: Fraksi PDI-P, Fraksi Nasdem, Fraksi Gerindra, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, Fraksi PKB dan Fraksi PKS dengan menekankan beberapa catatan khusus. Hanya Fraksi PAN belum menyatakan persetujuannya dan memandang masih diperlukan kajian lebih mendalam dan komprehensif.
 
Inisiator RUU Pertembakauan Mukhamad Misbakhun mengapresiasi keputusan Baleg. Ia menilai, RUU Pertembakauan sangat strategis sebagai landasan hukum pengaturan mengenai pengelolaan tembakau secara terpadu, mengatur semua aspek pertembakauan dari hulu hingga hilir.
 
"Terutama perlindungan dan pemberdayaan petani, menyerap jutaan pekerja di sektor pertembakauan, memiliki kontribusi penting bagi penerimaan negara melalui penerapan cukai, pajak, bea masuk/bea masuk progresif, pengaturan tata niaga yang sehat maupun pengembangan industri hasil tembakau bagi kepentingan nasional," ujarnya.

Sebelumnya, anggota Panja RUU Tembakau Taufiqulhadi meminta seluruh elemen masyarakat baik elite maupun petani tembakau harus berpikir rasional dengan RUU ini. Dengan begitu, akan ada kemitraan antara pengusaha rokok dan petani tembakau.

"Jangan sampai ada lagi impor tembakau dari luar, sedangkan tembakau kita diekspor untuk industri rokok asing, untuk kemudian dijual lagi ke Indonesia," tegas Taufiqulhadi.

Sementara, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengingatakan agar RUU ini melindungi kedaulatan petani tembakau dari hulu sampai hilir, dan membicarakan tembakau secara komprehensif, dan global. Dimana tembakau bukan saja untuk industri rokok, melainkan juga untuk kertas uang, dan farmasi lainnya.

"Farmasi yang terbesar di dunia ini ternyata dikuasai oleh Amerika Serikat. Bukan Rusia maupun Eropa. Sehingga dalam dunia farmasi ini sudah memasuki babak perang dunia," tambahnya.

Menurut Noorsy, industri rokok justru dilihat oleh asing sebagai pintu masuk penggunaan narkoba, melalui nikotin yang bisa membuat seseorang ketagihan atau kecanduan. Yang paling menikmati keuntungannya adalah industri rokok, bukan petani tembakau

"Jadi, RUU ini jangan hanya bicara soal rokok, melainkan harus makro kepentingan ekonomi yang besar. Apalagi asing sudah menguasai 58% industri rokok di Indonesia. Itulah yang disebut sebagai modern selebery system, dan dengan UU ini Indonesia harus siap digugat oleh dunia internasional," ungkapnya.

HARUS DIHENTIKAN - Pada kesempatan terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance Ariyo DP Irhamna membantah argumen bahwa perda anti rokok bakal mematikan usaha petani tembakau. Alasannya, kata dia, perda-perda semacam itu hanya mengatur tembakau terkait masalah kesehatan.

"Apalagi jika ada dugaan kepentingan asing, dalam perda KTR tersebut, hal itu jauh jika ada keterlibatan pihak asing dalam perda larangan kawasan merokok tersebut," kata Ariyo, kepada gresnews.com.

Pada kesempatan terpisah, Koalisi Nasional Pengendalian Terbakau tetap mendesak DPR menghentikan pembahasan RUU Pertembakauan. Bahkan sebelum ada kesepakatan baleg untuk membawa RUU itu ke tingkat paripurna, pihak koalisi sudah menemui Ketua DPR Ade Komarudin.

Kepada Ade, mereka meminta RUU itu tidak dilanjutkan. Dalam kesempatan bertemu Ade, Dewan Penasihat Koalisi Nasional Pengendalian Tembakau Prof. Dr. Emil Salim mengatakan, RUU itu akan membahayakan bangsa. "RUU Pertembakauan menggabungkan tembakau sebagai budaya dan nikotin yang bersifat adiktif. Ini membahayakan. Budaya Indonesia tidak mendorong kecanduan. Ciri RUU Pertembakauan tidak menguntungkan pembangunan bangsa kita," kata Emil.

Emil mengatakan, 59 persen pengguna rokok tembakau adalah kalangan muda. Dia menganggap RUU Pertembakauan bila dilanjutkan akan merusak anak-anak muda ini. "RUU Pertembakauan meracuni generasi muda. RUU Pertembakauan sebaiknya oleh DPR tidak dilanjutkan karena tidak ada manfaatnya," tegasnya.

Akom mengatakan diskusi berjalan cukup panjang antara DPR dengan Komnas Pengendalian Tembakau. Masukan dari Komnas akan dipertimbangkan, termasuk dengan mengubah nama RUU yang sudah di tahap harmonisasi ini. "Satu kesimpulan yang arahnya akan muncul adalah mungkin nanti bisa jadi RUU Pengendalian Tembakau," ujar Akom.

Dia menyerahkan substansi pembahasan ke Baleg. Komisi-komisi lain juga akan dilibatkan karena tembakau menyangkut banyak stakeholder. "Faktanya, tembakau ada. Itu yang harus kita kendalikan. Segala sesuatu lebih baik diatur daripada tidak diatur," tutup politikus Golkar ini. (dtc)

BACA JUGA: