JAKARTA - Tim kuasa hukum mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji membantah semua isi replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan menyatakan tidak ada mens rea (niat jahat) dalam kasus dugaan korupsi penjualan BBM HSD tahun 2010.

Semua itu dituangkan dalam duplik atas replik yang diajukan JPU pada 22 Juni 2020.

"Tadi kami menyampaikan, membantah semua replik yang diajukan oleh JPU. Kami juga menunjukkan bahwa tidak ada mens rea di dalam perkara ini. Yang mana jelas JPU tadi mengatakan bahwa proses pengadaan barang ini untuk penghematan. Dari situ saja niatnya sudah mulia, ya. Jadi tidak ada mens rea (tidak ada niat jahat)," kata kuasa hukum Nur Pamudji, Julius A. Singara, kepada Gresnews.com di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).

Julius menegaskan tidak ada yang diuntungkan dalam kasus ini. Bahkan JPU tidak pernah membuktikan bahwa Nur Pamudji mendapatkan keuntungan pribadi atas tindakannya.

"Dan juga terbukti di persidangan Honggo Wendratno tidak pernah diuntungkan karena semua pembayaran BBM itu ditransfer langsung ke PT TPPI di mana juga diawasi dan dikendalikan oleh BP Migas," jelasnya.

Selain itu, kata Julius, BPK pada 2011 sudah melakukan audit kepatuhan mengenai proses pengadaan BBM HSD tahun 2010 dan menyimpulkan bahwa tidak ada pelanggaran.

Dalam persidangan Julius mengatakan walaupun ternyata tidak ada hal-hal baru maupun bukti-bukti baru yang mendukung dakwaan maupun tuntutan JPU, pihaknya merasa perlu menanggapi replik tersebut.

"Tujuan kami agar dapat meluruskan segala kekeliruan baik yang disengaja maupun tidak disengaja mengenai fakta materiil di dalam perkara a quo," ungkap Julius.

Ia menegaskan dalam tanggapan umum JPU yang dimuat pada replik halaman 8 s.d. 9, JPU kembali sengaja menunjukkan kekeliruan pemahaman atas fakta-fakta yang sesungguhnya sudah terungkap dengan jelas selama pembuktian persidangan ini.

Di dalam replik, JPU menyampaikan materi pembelaan terdakwa maupun penasihat hukum justru menggambarkan bahwa proses lelang BBM HSD sesungguhnya tidak berarti bagi PLN karena sudah ada Pertamina sebagai pemasok utama bagi PT PLN. Terdakwa seharusnya sangat memahami justru agar PT PLN mendapatkan penghematan dalam bentuk harga yang lebih murah dari Pertamina sebagai pemasok utama BBM.

Dalil pembelaan terdakwa yang menyatakan kerugian negara hanya berupa potensi tambahan penghematan yang tidak terealisasi akibat Tuban Konsorsiun (TK)/TPPI wanprestasi (pleidoi terdakwa halaman 4) juga menyimpulkan bahwa bagi terdakwa penghematan uang ratusan miliar tidak berarti bagi PT PLN (Persero) (paragraf 1 halaman 9 Replik JPU).

Tanggapan kuasa hukum Nur Pamudji, menyatakan bahwa terdakwa maupun penasihat hukum sama sekali tidak pernah menyampaikan bahwa penghematan uang ratusan miliar tidak berarti bagi PT PLN (Persero). "Justru penghematan ini menunjukkan adanya fakta yang bertolak belakang dengan tuduhan adanya kerugian negara melalui kerugian PT PLN (Persero)," tutur Julius.

Adapun konteks penyampaian bahwa Pertamina adalah sebagai pemasok utama justru karena JPU sendiri yang terlebih dahulu menyampaikan tuduhan tak berdasar. Di dalam dakwaan, Jaksa menyebutkan bahwa PT PLN (Persero) telah membeli BBM HSD kepada Pertamina selaku pemasok pengganti serta kemudian menjadikannya sebagai dasar logika untuk menghitung nilai kerugian negara.

Padahal pembelian BBM HSD dari Pertamina-yang dijadikan dasar perhitungan kerugian negara oleh JPU--dilakukan berdasarkan kontrak payung yang bahkan telah ada dan masih berlaku sebelum, saat dan bahkan setelah gagalnya Tuban Konsorsium (TPPI) memasok BBM HSD ke PT PLN (Persero).

Ia menambahkan adanya kegagalan pasok oleh Tuban Konsorsium (TPPI) kepada PT PLN (Persero) sejak April tahun 2012 tidak ada relevansinya dengan proses kualifikasi peserta pengadaan BBM HSD tahun 2010 yang dimenangkan di 2 (dua) lokasi oleh Tuban Konsorsium (TPPI).

Hal ini terbukti dari Tuban Konsorsium (TPPI) dapat melakukan pasokan dengan baik selama sekitar 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan tanpa adanya keterlambatan sama sekall.

Apabila memang sejak semula Tuban Konsorsium (TPPI) tidak mempunyai kemampuan (quad-non, hal mana ditolak), tidak mungkin Tuban Konsorsium (TPPI) mampu melakukan pasokan dengan baik selama masa tersebut.

Selain itu, Julius mengatakan bahwa dalam perkara a quo, atas hasil Analisis yuridis pada Bab IV Pledoi telah melalui kajian mendalam sesuai peraturan perundang-undangan dan keputusan Direksi PT PLN. Analisis tersebut menunjukkan fakta-fakta bahwa terdakwa Nur Pamudji tidak mempunyai mens rea. Yakni:

Sebagaimana diakui oleh JPU dalam Surat Tuntutan dan Repliknya bahwa tujuan proses pengadaan BBM HSD tahun 2010 yang dilakukan oleh terdakwa selaku Pengguna Barang/Jasa dan segenap Direksi PT PLN (Persero) adalah untuk mendapatkan penghematan dalam bentuk harga yang lebih murah daripada harga Pertamina (MOPS+5%).

Dari tujuan proses pengadaan BBM HSD tahun 2010 saja sudah terlihat bahwa sejak awal terdakwa dan segenap Direksi PT PLN (Persero) tidak punya niat atau tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau bahkan menguntungkan orang lain dalam hal ini Honggo Wendratno.

Lalu, sekalipun Nur Pamudji beserta Direksi PT PLN (Persero) tidak mempunyai kewajiban untuk menghemat biaya pengadaan BBM HSD, tetapi Nur beserta seluruh organ perseroan dan Panitia Pengadaan bekerja keras untuk menghemat dan terbukti penghematan pengadaan energi primer adalah nyata dan pasti.

Terlebih, proses pengadaan BBM HSD tahun 2010 telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan PT PLN (Persero) dan BPK pun telah menyimpulkan hal yang sama sebagaimana tertuang di LHP BPK 2011.

JPU juga tidak pernah menuduh terdakwa apalagi membuktikan bahwa Nur Pamudji mendapatkan keuntungan pribadi dalam proses pengadaan BBM HSD tahun 2010 yang dimenangi oleh Pertamina dan TPPI dan sebagainya.

"Dengan demikian, terdakwa jelas bukanlah orang yang melakukan suatu kesalahan atau suatu perbuatan yang dapat dicela, melainkan Tuban konsorsium yang melakukan perbuatan yang dapat dicela, yaitu wanprestasi dan tidak membayar denda kepada PT PLN (Persero)," katanya.

Karena pada diri terdakwa tidak terdapat kesalahan, sudah sepatunya berdasarkan asas "tiada pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan" maka terhadap terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

"Ya kami sudah sampaikan singkat duplik pada hari ini. Itu menandakan bahwa persidangan proses pembuktian sudah selesai. Tinggal menunggu keputusan dua minggu lagi," imbuhnya.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum Januar Utomo tak berkomentar banyak. "Nanti dua minggu lagi kita akan lihat di sidang ke depan," kata Januar kepada Gresnews.com. (G-2)

 

BACA JUGA: