JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyimpulkan kasus skandal gagal bayar yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya terjadi karena adanya penyimpangan. Salah satunya disebutkan dalam hasil audit temuan BPK yang dilakukan tahun 2016 bahwa Jiwasraya pernah mencatatkan keuntungan semu.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengungkapkan sejak 2006 Jiwasraya masih membukukan laba. "Namun laba tersebut adalah laba semu, sebagai akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing di mana sebenarnya perusahaan sudah mengalami kerugian," tutur Agung, di Kantor BPK, Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu, (8/1).

Menurut Agung, dalam kurun waktu 2010 sampai 2019, BPK telah dua kali melakukan pemeriksaan atas Jiwasraya yaitu pemeriksaan dengan tujuan tertentu tahun 2016 dan pemeriksaan investigatif pendahuluan pada 2018. Dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu tahun 2016, BPK mengungkapkan 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan dan biaya operasional Jiwasraya tahun 2014 sampai 2015.

Gresnews.com akan menjelaskan bagaimana cara Jiwasraya meraup laba. Dokumen yang diperoleh Gresnews.com mengungkap itu yakni Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Pengelolaan Bisnis Asuransi, Investasi, Pendapatan dan Biaya Operasional tahun 2014 s.d 2015 pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) serta Instansi Terkait lainnya di Jakarta, Bandung, Batam, Medan dan Surabaya.

Laporan yang dilakukan Auditorat Keuangan Negara VII tahun 2016 ini menyebutkan salah satu dari yakni poin 15 dari 16 temuan yakni transaksi antardana kelolaan yang dimiliki Jiwasraya tidak mencerminkan pengendalian yang memadai. Hasil pemeriksaan BPK atas transaksi underlying berupa saham di 14 reksadana dan transaksi pelepasan saham yang dikelola secara secara mandiri oleh Jiwasraya pada 2015 diindikasikan melakukan window dressing Laporan Keuangan dengan menjual saham ke enam reksadana yang dimilikinya.

Mayoritas reksadana tersebut merupakan reksadana baru yang terbit antara tahun 2013 s.d 2015 dengan kepemilikan mayoritas (di atas 99%) atas reksadana tersebut dimiliki oleh Jiwasraya. Pemeriksaan BPK lebih lanjut diketahui bahwa transaksi penjualan 18 saham ke reksadana-reksadana tersebut menggunakan harga negosiasi sehingga dari transaksi tersebut Jiwasraya memperoleh keuntungan sebesar Rp157.080.363.780,00.

"Adapun atas transaksi tersebut merupakan transaksi antar dana kelolaan yang secara teknis tidak ada perpindahan kepemilikan," bunyi laporan tersebut.

Selain itu BPK juga menemukan ada transaksi antar reksadana yang dimiliki Jiwasraya yang tidak lazim. Dari hasil sampling atas transaksi 14 reksadana yang dimiliki Jiwasraya diketahui bahwa terdapat 11 reksadana yang melakukan transaksi saham antarreksadana selama tahun 2015. Ada pun dari pola transaksi jual beli antar reksadana tersebut diketahui mayoritas transaksi penjualan dilakukan Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT) sedangkan pembelian dilakukan oleh reksadana umum.

Dengan adanya transaksi antarreksadana tersebut diindikasikan merupakan strategi yang dilakukan oleh Jiwasraya untuk memenuhi ketentuan OJK terkait pembubaran RDPT. Jiwasraya diindikasikan secara bertahap memindahkan underlying portofolio saham dalam RDPT ke instrumen lainnya namun karena likuiditas saham-saham (underlying) yang dimiliki sangat rendah dan apabila ditransaksikan melalui pasar regular dapat mengalami penurunan harga yang dapat berakibat pada kerugian pada Jiwasraya maka strategi yang dilakukan adalah dengan memindahkan portofolio tersebut ke reksadana umum yang dimiliki Jiwasraya.

"Kondisi tersebut mengakibatkan perolehan laba rugi Jiwasraya tahun 2015 baik dari realisasi transaksi saham dan reksadana tidak menggambarkan kondisi yang sewajarnya," petikan dalam dokumen menegaskan. (G-2)

BACA JUGA: