JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum kembali menghadirkan saksi dalam persidangan kasus lelang pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD) pada 2010 dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (16/12), yang diikuti oleh Gresnews.com. Dua orang saksi dihadirkan untuk memperkuat dakwaan jaksa: Vice President Fuel Industry Marketing PT Pertamina (Persero) Dani Adriananta dan Kepala Bagian Hukum PT Shell Indonesia tahun 2010 Widowati Ratno Djajanti Soekirman.

Widowati menjelaskan Shell Indonesia saat itu mengikuti tender yang digelar PLN yang dibuka untuk lima Lot. Pada 17 Mei 2010, Shell memasukkan penawaran dalam pelelangan dan mampu memberikan harga terendah pada Lot II, IV dan V. Dari ketiga Lot tersebut Shell sudah memberikan harga terendah, namun tidak dimenangkan. "Karena ada Right to Match (RTM) ditawarkan ke Pertamina dan TPPI. TPPI menang di Lot II dan Lot IV, " kata Widowati dalam persidangan menjawab pertanyaan hakim.

Ia menjelaskan Shell telah memenuhi semua persyaratan yang diminta PLN namun tidak dimenangkan lantaran adanya mekanisme RTM. Shell pun mengajukan sanggahan bahwa TPPI tidak dapat menyuplai sesuai syarat PLN dan ada kemungkinan TPPI mengimpor maka itu menyalahi aturan dari RTM tersebut.

Sementara itu, Dani, saksi dari Pertamina, mengatakan pihaknya telah menjadi penyuplai Bahan Bakar Minyak (BBM) ke PLN. Namun pada 2010, PLN mengadakan tender untuk menyuplai lima pembangkitnya. Pertamina ikut di lima lokasi (Lot) dan langsung menang di dua lokasi yaitu di Gresik Grati dan Muara Tawar karena harga penawarannya paling rendah. Pada tiga Lot pembangkit produsen dalam negeri yang memiliki kilang bisa mengajukan mekanisme RTM. Di Lot Tambak Lorok, Pertamina berada pada urutan keempat, namun Dani merekomendasikan agar melakukan RTM.

Ia menjelaskan pada penentuan RTM, panitia yang berhak menentukan siapa yang dapat mengunakan RTM sehingga tidak semua bisa menggunakan RTM. RTM diberikan kepada kilang dalam negeri yang memenuhi syarat. Namun Pertamina menyanggah ke TPPI bahwa dalam dokumen yang ada pada poin 8.5 dan 8.6 , jika TPPI diberikan RTM seharusnya mempunyai volume yang cukup dan sudah memproduksi minimal setahun. Namun faktanya bertolak belakang dengan kondisi TPPI.

"Makanya kami bilang TPPI tidak memiliki kapasitas. Jika TPPI punya volume solar untuk diproduksi harusnya dia membayar utang dulu ke Pertamina dengan produksinya sampai 2014," kata Deni.

Pada 10 November sanggahan tersebut dibalas melalui surat dan langsung dijawab oleh Nur Pamudji selaku direktur utama PLN. Pada 7 Oktober, direktur Pertamina mengajukan komplain, salah satu poinnya menyebutkan TPPI masih punya masalah yaitu utang. Pertamina juga mengajukan persoalan utang ini ke Pengadilan Arbitrase. Tim keuangan Pertamina mengatakan jika TPPI mampu memproduksi HSD maka harusnya dibayar ke Pertamina. (G-2)

BACA JUGA: