JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dini hari sebelum Aksi Bela Islam III pada 12 Desember 2016 dimulai terjadi penangkapan sepuluh orang yang diduga makar. Namun dua tokoh penggerak aksi ini yakni Fahri Hamzah dan Fadli Zon malah ke luar negeri sesaat sebelum terjadi penangkapan, padahal keduanya sebelumnya dalam Aksi Bela Islam II.

Demo damai yang bertajuk Bela Islam III di monas kemarin cukup menggemparkan. selain dihadiri oleh massa yang diperkirakan hingga jutaan orang, demo tersebut berjalan damai tanpa adanya kerusuhan. Tetapi, bukan berarti demo berjalan tanpa insiden, 10 orang ditangkap sebelum demo tersebut berlangsung. Jumlahnya bahkan bertambah menjadi 11 orang. Mereka dituduh melakukan perencanaan makar serta menghina presiden.

Fahri hamzah dan Fadli Zon yang sebelumnya mengikuti demo bela Islam II tidak mengikuti aksi lanjutan bela islam III, ke dua tokoh politik tersebut disinyalir sudah mengetahui akan adanya penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian. Fahri dan Fadli adalah dua orang yang cukup vokal dalam demo sebelumnya, bahkan Kapolri Tito menyatakan akan mendalami isi pidato Fahri saat demo sebelumnya yang dianggap mengandung unsur makar.

Hal tersebut diungkapkan Pengamat Politik Arbi Sanit, ia menyebutkan bahwa Fahri dan Fadli kemungkinan telah mengetahui penangkapan para tokoh yang dianggap makar. Dan jika dilihat dari rekam jejaknya, mereka memiliki kemungkinan untuk ditangkap karena orasi yang dua tokoh politik tersebut mengandung muatan makar.

"Kabur mereka itu, takut ditangkap," ujar Arbi Sanit kepada gresnews.com, Sabtu, (3/12).

Muatan orasi Fahri yang menyebutkan unsur-unsur menjatuhkan presiden yang terpilih secara sah, tentunya dapat menyebabkan dirinya ditangkap. Sehingga, mereka pun memilih untuk ke luar negeri dalam rangka mencari aman atas situasi yang terjadi di Indonesia.

"Fahri itu pengacara, pasti sudah dapet bocoran penangkapan. Makanya mereka cari aman," ujarnya.

Sebelumnya, Fahri sendiri menjelaskan alasan dirinya tidak mengikuti demo tersebut dikarenakan mendapat undangan dari pemerintah Uzbekistan. Uzbekistan akan mengadakan pemilu perdana, dan Fahri datang untuk menyaksikan momen bersejarah di negara tersebut.

Ia menyatakan berangkat ke Uzbekistan pada malam Jumat tepat sebelum acara aksi super damai yang berlangsung pada hari Jumat pagi. Sedangkan Fadli Zon, sudah berangkat terlebih dahulu ke luar negeri yakni ke Panama untuk menjadi pembicara dalam acara organisasi parlemen anti korupsi sedunia. Selain menjadi pembicara, Fadli juga akan melakukan kunjungan ke negara Kuba.

"Aktifitas di DPR akan berlangsung seperti biasanya, masih ada tiga pimpinan dewan lainnya," ujar Fahri di gedung DPR, Kamis, (1/12).

Perlu diketahui, Fahri sempat dilaporkan oleh sekelompok masa yang menyebut dirinya sebagai relawan merah putih. Mereka melaporkan Fahri seminggu setelah aksi Demo bela Islam II atau yang terkenal sebagai aksi 411 karena tuduhan melakukan penghasutan terhadap masa saat berorasi di depan gedung Istana Negara. Fahri sendiri menampik tuduhan tersebut, ia menyatakan hanya menyampaikan kuliah umum tentang sistem pemerintahan dan tidak mengajak untuk melakukan penggulingan pemerintahan.

"Tiga pimpinan DPR yang ada tidak terlibat demo 411 jadi dipastikan tidak ada makar," ujar Fahri.

DITANGKAP 11 ORANG - Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, tokoh dan aktivis yang diamankan pada Jumat 2 Desember kemarin menjadi 11 orang. Dari jumlah tersebut, delapan orang disangkakan melakukan makar, dua orang terkait hatespech, dan satu lainnya terkait penghinaan terhadap penguasa.

Sebelas orang yang berstatus tersangka itu telah menjalani pemeriksaan intensif di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok dan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Sebagian telah diizinkan pulang, namun sebagian lain masih ditahan.

"Bukti permulaan cukup. Insya Allah polisi akan tanggungjawab secara hukum atas proses hukum terhadap 11 warga negara kita," ujar Boy di Mabes Polri, Sabtu (3/12).

Boy menjelaskan, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar dan pemufakatan jahat sebagaimana Pasal 107 juncto Pasal 110 juncto Pasal 87 KUHP. Ada satu penambahan tersangka dari berita sebelumnya, yakni Alvin Indra yang ditangkap di kawasan Tanah Sereal, Bogor, Jumat pagi.

"Yang pertama Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, ibu Firza Husein, Eko, Alvin, dan ibu Rachmawati Soekarnoputri," ujarnya.

Kemudian satu tersangka kasus makar lainnya yakni Sri Bintang Pamungkas masih menjalani pemeriksaan hingga sekarang. Sri Bintang juga dijerat dengan Pasal 107 juncto Pasal 110 KUHP tentang makar.

Sri Bintang Pamungkas ini juga terkait ucapannya di YouTube. Dia juga dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Kemudian dua tersangka lainnya yakni Jamran dan Rizal Kobar dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Keduanya kakak beradik, yang berkaitan dengan ujaran kebencian, menyebarluaskan info permusuhan ke individu, isu SARA.

Terakhir yakni Ahmad Dhani. Musikus kondang yang saat ini mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati Bekasi itu dijerat dengan Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan terhadap Penguasa. Hal itu sesuai dengan pelaporan yang dilayangkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penghinaan terhadap Jokowi saat melakukan orasi pada Demo 4 November lalu.

"Penyidik telah memeriksa keterangan ahli, saksi, dan video," ujar Boy.

AJUKAN PRAPERADILAN - Polisi menangkap 11 orang pada 2 Desember kemarin. Tak hanya itu, mereka juga ´dilabeli´ status tersangka. Sebelas orang tersebut dipersilakan menggugat ke pengadilan jika memang keberatan.

"Penegakan hukum oleh polisi bisa digugat, ada mekanismenya, dan negara kita ini ada satu sistem," kata Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/11).

Hingga saat ini, Martin mengaku belum mendapat informasi 11 orang yang ditangkap akan menggugat. Jika nanti memang akan digugat, Polri menyatakan siap. "Biar kita uji di pengadilan," ujar Martinus.

Pernyataan Martinus didukung oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian RI Edi S Hasibuan yang ikut dalam diskusi. Edi berharap para tokoh menempuh jalan pengadilan jika keberatan dengan aksi penegakan hukum kepolisian.

"Masalah hukum dilawan dengan hukum. Biarlah pengadilan yang menentukan. Kita mengharapkan, kalau memang ada yang keberatan, tokoh-tokoh bisa menyampaikan ke pengadilan," ujar Edi. (dtc)

BACA JUGA: