JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)  mengingatkan salah satu titik rawan pemilihan legislatif (Pileg) 2014 adalah pada tahapan rekapitulasi suara seusai penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) kelar. Kerawanan itu terjadi di semua tingkatan, mulai dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi. Baik saat rekapitulasi di Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) maupun di KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi. "Karena itu, seluruh proses perjalanan suara pemilih itu harus diawasi," kata Manajer Program JPPR Sunanto kepada Gresnews.com, Jumat (11/4).

Menurut Sunanto, titik rawan manipulasi yang kerap terjadi dari pemilu ke pemilu adalah upaya memanipulasi C1. Upaya itu dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan merusak lancarnya pemilu.

Sebenarnya untuk mengamankan proses pengawasan itu, kata dia, KPU telah mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2013 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara. PKPU Nomor 26 ini memuat tentang teknis pemungutan dan penghitungan suara, serta lampiran format formulir model C (Berita Acara) diberikan pada saksi, C1 Plano diberikan kepada kepada KPU, C1 Kecil dan lampiran diberikan pada saksi, C2 (untuk kejadian khusus dan keberatan), C3 diberikan kepada pendamping pemilih, C4 (Surat Pengantar KPPS pada PPS), C5 (Tanda terima KPPS pada saksi).

Untuk formulir C1, dipindai oleh operator di KPU Kabupaten/Kota. Formulir C1 beserta lampirannya memuat secara detail jumlah daftar pemilih tetap (DPT), jumlah suara sah, perolehan suara calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan calon anggota DPD. Untuk mengecek hasil pemungutan suara di TPS, masyarakat bisa langsung memasukkan pilihan provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan yang ingin diketahui. Laman akan memperlihatkan hasil pemindaian dari TPS yang telah terunggah.

Namun, menurut Sunanto, proses rekapitulasi suara tetap dilakukan manual. Selanjutnya, dilakukan dengan proses teknologi informasi (IT) untuk dokumentasi data berupa formulir C1 hasil penghitungan suara di TPS yang sudah dipindai. Hasil kedua proses itu akan disandingkan saat rekapitulasi nasional. Perpaduan kedua model diharapkan dapat mencegah manipulasi perolehan suara. "Terlepas dari sistem pengawasan yang telah disepakati dan ditetapkan secara tripartit (KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum), kekhawatiran terjadinya kecurangan pemilu tetap mengemuka," ujarnya.

Sunanto mengungkapkan, JPPR masih banyak menemukan aktivitas pergerakan C1 ke KPUD kabupaten/kota melalui PPK banyak yang belum dilaksanakan. "Agar tidak timbul keresahan dan kecurigaan bisa dimanfaatkan orang lain, semestinya segera di upload ke web KPU sekaligus sabagai bentuk transparansi," tegasnya.  Menurut dia, hal itu sangat penting untuk melihat apakah terjadi manipulasi  di C1.

Menanggapi kekhawatiran JPPR,  Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay  mengatakan KPU sejak Jumat (11/4) ini telah mulai menayangkan hasil pemindaian formulir C1 di website pemilu2014.kpu.go.id. Sehingga  masyarakat bisa turut serta memantau hasil pemungutan suara di setiap tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia melalui website tersebut. Laman ini akan menampilkan hasil pemindaian (scanning) formulir model C1 beserta lampirannya berupa file jenis JPEG.

"Masyarakat sudah bisa memantau hasil pemungutan suara di setiap TPS, sekaligus menjadi pegangan jika ada yang mempermasalahkan hasil pemilu di TPS.” kata Hadar di kantor KPU, Jakarta, Jumat (11/4).

Belajar dari pemilu sebelumnya, pada pemilu 2014 ini, semua saksi partai politik (parpol) di TPS juga diberikan formulir C1. Pada saat penghitungan suara, para saksi ikut menyalin perolehan suara dari yang terpampang di formulir C1 plano. Formulir salinan itu dapat dibawa terus oleh saksi bahkan hingga penetapan pemenang pemilu.

Sementara formulir C1 yang asli dimasukkan ke kotak suara bersama surat suara yang sudah tercoblos untuk dibawa dari TPS ke panitia pemungutan suara (PPS) tingkat desa/kelurahan. Untuk memastikan tidak ada orang yang dapat mengubah surat suara yang tercoblos dan isi formulir C1, kotak suara harus dikunci saat dibawa dari TPS ke PPS hingga ke KPU kabupaten/kota.

Dengan memanfaatkan teknologi, hasil perolehan suara di TPS itu akan dipindai oleh KPU kabupaten/kota sebagai upaya menutup celah manipulasi. Hasil pindaian ini kemudian ditampilkan di web kpu.go.id.

BACA JUGA: