JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aksi pembakaran surat suara Pemilu 2014 terus terjadi secara beruntun. Aparat kepolisian seakan tidak mampu mencegah aksi brutal ini. Akibatnya, sepanjang proses Pemilu 2014 atau sebulan terakhir ada tujuh kasus pembakaran surat suara.

Indonesia Police Watch (IPW) mendata, aksi brutal pembakaran surat suara terjadi di Sulteng dua peristiwa, dan satu peristiwa di Jambi, Sumut, NTB, Bengkulu, serta NTT. Enam kasus pembakaran surat suara terjadi setelah pencoblosan dan satu peristiwa sebelum pencoblosan. Aksi pembakaran itu terjadi di dua kantor desa, tiga di kantor kecamatan, dan satu peristiwa terjadi saat massa mengamuk di kantor KPUD. "Polri bisa dikatakan gagal menjaga keamanan pasca pencoblosan," kata Presidium IPW Neta S Pane dalan rilisnya kepada Gresnews.com, Minggu (20/4).

Tragisnya, aksi pembakaran itu ada yang dilakukan secara terang-terangan, seperti di Jambi dan di Bima. Surat suara diambildari kantor desa dan dibakar di halaman kantor desa. Polisi yang berjaga tidak berdaya menghadapi aksi massa. Selain itu ada pula kantor kecamatan yang dilempar bom molotov hingga seluruh surat suara terbakar.

Aksi teror yang terus berlanjut ini dinilai sangat meresahkan masyarakat. Di sisi lain polisi tidak berdaya menghentikan aksi teror ini. Dengan alasan jumlah personil yang terbatas, polisi seolah mendapat pembenaran untuk membiarkan massa membakar surat suara.

Padahal seharusnya polisi meningkatkan kinerja intelijen dan Babinkamtibmasnya di sepanjang proses Pemilu 2014, sehingga bisa dengan maksimal melakukan deteksi dan antisipasi dini. Polisi juga tidak sampai kelabakan saat massa muncul dan membiarkan mereka membakar surat suara. Dengan adanya rentetan aski pembakaran surat suara di berbagai daerah ini, Polri bisa dikatakan gagal menjaga keamanan pasca pencoblosan Pemilu 2014.

Jika kinerjanya seperti ini, dikhawatirkan pasca penghitungan suara Pemilu 2014, Polri tidak mampu mengendalikan situasi maupun eskalasi politik yang kian tinggi.

Terkait tudingan melakukan pembiaran aksi pembakaran surat suara ini. Pihak kepolisian membantahnya.  Polisi mengaku telah mengantisipasi kejadian tersebut. Saat ini kasus tersebut tengah ditangani kepolisian setempat.

Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie aksi pembakaran surat suara telah ditindaklanjuti kasus hukumnya di kepolisian setempat. Polisi bersama dengan penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu hingga Panwaslu di kecamatan tengah mencari solusi atas setiap pelanggaran.

Ronny mengatakan pelaku pembakaran kotak suara dibeberapa daerah sedang dalam proses penyidikan di Kepolisian. "Semua sudah diproses, dan kita berharap tidak terulang," kata Ronny kepada Gresnews.com.

Sebelumnya, Mabes Polri mengaku telah mengantongi 128 kasus pelanggaran pidana pemilu legislatif 2014. Dari jumlah tersebut 60 kasus sedang proses sidik, 49 kasus dinyatakan P21 dan 19 kasus dilakukan penghentian (SP3).

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Riyanto di Gedung Divisi Humas Mabes Polri mengatakan perkara tersebut merupakan hasil pelaporan dari sebelum kampanye hingga berakhirnya Pileg. Jenis pelanggaran yang mendominasi mulai dari politik uang, pengrusakan dan pembakaran alat peraga kampanye, kampanye menggunakan fasilitas negara, kampanye di luar jadwal hingga melakukan pencoblosan di dua TPS.

Polisi  juga telah menetapkan 194 tersangka dari 128 kasus di atas. Tersangka itu teridiri dari pengurus partai 13 orang, PNS 15 orang, Kepala Desa yang ikut kampnaye 10 orang, KPPS 26 oranf, tim sukses calon 61 orang, calon legislatif 42 orang dan lainnya 19 orang. "Mudah-mudahan kasus ini bisa segera tuntas dengan waktu yang sangat singkat ini," kata Agus.

IPW sebelumnya mendata sejumlah kasus pembakaran surat suara yang dilakukan sekelompok orang dibeberapa tempat, antara lain:

17 April 2014. Tujuh kotak suara berisi ribuan surat suara dibakar massa di halaman Kantor Kepala Desa Lubuk Madrasah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Sebelumnya, warga sempat menyita 84 unit kotak suara dari 21 TPS. Penyitaan dilakukan karena warga menduga terjadinya kecurangan.

16 April 2014. Kantor Kecamatan Sindue dan Kecamatan Sindue Tobata, Donggala, Sulteng hangus terbakar. Akibatnya, kotak suara berisi surat suara dari PPS di kedua kecamatan itu terbakar. Tidak ada dokumen yang tersisa, dan kotak suara habis terbakar.

15 April 2015. Sebanyak 11 kotak suara yang berisikan ribuan surat suara di Kecamatan Lolomatua, Nias Selatan, Sumut terbakar setelah sejumlah orang melempar bom molotov. Polisi menemukan botol mineral yang berbau bahan bakar minyak di TKP.

12 April 2014. Massa simpatisan caleg yang kalah di Desa Talabiu Kecamatan Woha, Bima, NTB mencuri lima kotak suara dan membakar surat suara serta sejumlah logistik Pileg lainnya. Sebelumnya kotak suara itu dicuri dari aula kantor desa. Dua polisi yang berjaga tidak mampu menghalau massa.

10 April 2014. Sebanyak 100 lembar surat suara DPRD Provinsi di TPS Desa Durian Hamparan Kecamatan Batik Nau, Bengkulu Utara hilang. Surat suara itu diduga ikut terbakar saat pemusnahan surat suara rusak yang dilakukan KPU sebelum pencoblosan 9 April.

28 Maret 2014. Hampir semua logistik Pileg yang tersimpan di kantor KPU Sumba Barat Daya, NTT musnah terbakar. Yang tidak terbakar hanya surat suara untuk DPRD kabupaten. Itupun untuk Daerah Pemilihan Kecamatan Wewewa Tengah dan Wewewa Barat. Kebakaran terjadi setelah ada amuk massa yang juga menghancurkan barang-barang di KPUD itu.

BACA JUGA: