JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) tengah membangun pabrik gula modern di Banyuwangi. Pembangunan pabrik gula yang dinamai Pabrik Gula Glenmore ditargetkan akan mampu bersaing dengan industri gula rafinasi.

Direkur Utama PTPN XII (Persero) Irwan Basri mengaku optimis produksi gula Glenmore dapat bersaing dengan gula rafinasi, sebab pabriknya didukung oleh mesin yang banyak dan modern. Sehingga harga pokok produksi (HPP) yang nantinya dihasilkan bisa Rp5500 per kilogram (Kg), sementara untuk gula rafinasi di pasaran konsumsi sekitar Rp7500 kg.  "Rafinasi yang murah itu jumlah masuknya tidak kira-kira diatas jumlah konsumsi. Glenmore bisa bersaing, kita masih kuat menahan," kata Irwan di Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) tadi malam.

Namun Irwan mengakui,  meski pabrik tersebut dibangun dengan mesin yang modern, tetap saja tidak akan mampu mengurangi jumlah impor gula. Hal itu dikarenakan kapasitas pabrik yang dimiliki perusahaan saat ini baru sebesar 9000 hektar. Hal itu jika dikalikan dengan protas 100 kui/hektar (Ha) maka baru akan menghasilkan 900 ribu ton.

Kemudian dari 900 ribu ton jika dalam proses rendeman tebu hingga menjadi gula akan mencapai 81 ribu ton. Angka tersebut berbanding terbalik dengan jumlah impor gula yang mencapai 2 juta ton per hari. "Belum seberapa. Untuk menyaingi impor, paling tidak kita butuh 10 pabrik yang kapasitasnya sama seperti Glenmore," kata Irwan.

Irwan mengatakan pabrik gula terpadu tersebut nantinya akan beroperasi pada  tahun 2016. Dalam pembangunannya rencanannya di Banyuwangi Jawa Timur dengan kapasitas 6000 TTH. Pabrik gula terpadu terdiri dari pabrik gula, pembangkit tenaga listrik yang renewable dan pabrik pupuk organik terintegrasi dengan sistem kendali otomatis. Sehingga nantinya akan menciptakan efisiensi dan efektif. "Seiring dengan pembangunan juga nanti dibangun pabrik bioethanol," kata Irwan.

Sebagai informasi, pabrik gula terpadu Glenmore awalnya dibentuk oleh konsorsium PTPN XII, PTPN III dan PTPN XI. Namun berdasarkan RUPS-LB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) telah dilakukan pengalihan kepemilikan saham PTPN III kepada PTPN XII. Sehingga PTPN XII menjadi pemegang saham mayoritas dan PTPN XI menjadi 10 persen.

Sementara itu, pengamat pertanian Khudori mengatakan pabrik gula rafinasi sepanjang tahun bisa berproduksi karena bahan bakunya impor dan sepanjang ijin impornya dikeluarkan oleh pemerintah. Sedangkan gula konsumsi dari sisi bahan baku sekarang banyak tantangan dan hambatannya. Pabrik gula konsumsi harus mengandalkan pasokan tebu yang akan disimpan menjadi gula dari lahan petani.

Ketika disimpan juga tidak mudah untuk mengatur managementnya. Jadi dari tebu hingga menjadi gula ada proses dan managementnya, diantaranya management penanaman, penebangan, pengangkutan dan management penggilingan. Kemudian juga harus bisa disatukan antara petani dan pabrik gula dalam hal berproduksi karena sering kali terjadi perbedaan pandangan.  "Sering kali tidak cocok antara pabrik gula yang menginginkan harus tanam bulan sekian,  tapi kan petani tidak mudah diatur," kata Khudori kepada Gresnews.com.

Khudori menjelaskan dari sisi management tebang juga tidak mudah. Kalau dari sisi pengaturan tanam tidak bisa diatur dengan baik, pasti tebang akan menjadi masalah. Ketika tebang menjadi masalah, pastinya penggilingan juga bermasalah karena kapasitas pabrik gula yang sebagian besar dimiliki oleh BUMN masih sangat kecil. Sehingga jika penggilingan tidak diatur dan pasokan gula menumpuk di hari-hari tertentu pastinya tidak tergiling. Apalagi tebu tidak memiliki daya simpan yang lama. Artinya jika dalam beberapa hari tidak tergiling pasti rendemannya turun dan kadar gulanya turun bahkan bisa membusuk.

Kemudian dari permasalahan tanam, kegagalan panen, management tebang dan pengangkutan yang ada di pabrik gula konsumsi itu tidak terdapat pada pabrik gula rafinasi. Dari sisi resiko pun jauh lebih berat pabrik gula konsumsi. Dengan begitu industri gula rafinasi yang berbahan baku terjamin dan murah tentunya akan menetapkan HPP jauh lebih murah dengan membanderol harga per kilo lebih murah. Jadi kalau dilempar ke pasar dengan harga banting, industri gula rafinasi masih tetap untung.

"Nah makanya perlu revitalisasi pabrik gula terutama di Jawa, apalagi punya BUMN yang masih peninggalan Belanda. Mau tidak mau harus dilakukan revitalisasi," kata Khudori.

BACA JUGA: