JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rupanya musim gugat para calon anggota legislatif kepada Komisi Pemilihan Umum bukan hanya terjadi di Mahkamah Konstitusi saja tetapi juga di pengadilan negeri. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, KPU menerima gugatan dari caleg nomor urut 5 dari Partai Hanura daerah pemilihan IX Jawa Timur bernama Mushwida. Sang caleg merasa dirugikan KPU karena salah mencantumkan nomor urut di surat suara, sehingga dia gagal terpilih.

Tak tanggung-tanggung Mushwida menggugat KPU membayar ganti rugi sebesar Rp17miliar. Kisah ini bermula ketika KPU mengeluarkan daftar caleg tetap sebelum pemilihan umum legislatif 2014 berlangsung. Mushwida yang berasal dari Partai Hanura mendapatkan nomor urut 5. Dia pun langsung melakukan kampanye di dapilnya yang meliputi kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban.

Sejak keluar daftar caleg tetap dari Agustus 2013, Mushwida melakukan sosialisasi besar-besaran di dapilnya. Biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Memasuki masa kampanye pada Maret 2014, Nushwida makin gencar bersosialisasi. Dia mengajak warga Bojonegoro dan Tuban mencoblos nomor 5 yang tak lain adalah dirinya. Warga pun antusias dengan Mushwida.

Tetapi apa yang terjadi pasa hari pencoblosan 9 April 2014 lalu? Rupanya, Nushwida berada di nomor urut 6 dalam surat suara. "Yang nomor 5 malah diisi nama orang lain yang saya tidak tahu siapa dia. Warga kan tahunya saya nomor 5. Saya merasa dirugikan mengapa di surat suara berada di nomor 6. Padahal kalau saya nomor urut 5, di surat suara ya harus nomor urut 5," ujar Mushwida di PN Jakarta Pusat, Jl Gadjah Mada, Rabu (2/7).

Karena Nuswida mendapatkan nomor urut 6 dia pun mendapatkan kecaman dari warga dapilnya. Dia diejek oleh warga karena nomor urutnya beda dengan yang ada di surat suara. "Selama kampanye saya kan kasih nomor handphone ke warga. Nah saya kaget ketika ada warga bilang, nama saya tidak ada di nomor urut 5," terangnya "Warga itu malah ngatain saya, saya dibilang caleg nggak jelas, caleg abal-abal, caleg selundupan," sambung Nushwida.

Atas hal itulah Nushwida merasa dirugikan KPU. Dia pernah membuat laporan ini ke KPU dan Bawaslu namun tidak mendapat respon. Dia pun memilih jalur perdata dan meminta KPU untuk mengganti biaya ganti rugi Nushwida sebesar Rp 17 miliar.

Alasannya dia sudah keluar biaya banyak untuk membiayai pencalonan dirinya. "Saya telah mengeluarkan biaya-biaya banyak. Salah satunya karena saya warga Jakarta dan harus kampanye di Kabupaten Tuban dan Bojonegoro, harus bolak-balik beberapa kali. Total biaya mencapai Rp 150 juta. Belum yang lain-lain," ujar Mushwida.

Dalam gugatannya, Mush‎wida mengaku untuk biaya pemilu dirinya mengeluarkan Rp2,519 miliar. Selain itu, Mushwida juga merasa dirugikan karena dirinya harusnya menjadi anggota parlemen. "Apabila saya terpilih menjadi anggota DPR selama 5 tahun, maka ‎saya akan menerima gaji plus tunjangan selama kurang lebih Rp5 miliar," ucapnya.

Dengan demikian total gugatan materil Mushwida ke KPU ialah Rp7 miliar. Sedangkan Rp10 miliar nya ialah gugatan immaterial. "Saya merasa malu, kecewa, tidak tentran dan ‎sedikit stress yang bisa ditaksir dengan biaya Rp 10 miliar," ucapnya.

Atas gugatan itu, Biro Hukum KPU Pusat, Sinar, mengatakan akan mengikuti proses pengadilan. Dia mengatakan masih terbuka upaya mediasi. Sidang dengan pimpinan majelis hakim, Badrun Zaini, akan dilanjutkan pasca mediasi. "Tadi kan habis sidang, sekarang kita mediasi dulu. Ya kita ikuti prosesnya saja," ujar Sinar di kesempatan yang sama. (dtc)

BACA JUGA: