JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dugaan korupsi penyediaan dan operasi kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) Kapal Transko Andalas dan Kapal Transko Celebes di PT Pertamina Transkontinental (PTK) tahun anggaran 2012-2014 terus diusut. Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung tak menggubris bantahan mantan Direktur Utama PT PTK Ahmad Bambang saat diperiksa awal pekan ini.

Ahmad Bambang menyebut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pengadaan Kapal Transko Andalas dan Celebes tidak sesuai prosedur sehingga menyebabkan kerugian negara baru draf awal. Bambang mengklaim draf final BPK tidak lagi menyebut ada kerugian negara.

Tim penyidik kemudian memanggil Dirut PT PTK tahun 2011-2012 Suherimanto, Admin Direktur Utama PT Pertamina Transkontinental Winanto, mantan General Manager PT Pertamina Transkontinental Joko Pramono dan mantan Ketua Tim Pengadaan Kapal Indra Edi Santoso.

"Telah kami periksa, penyidik perlu mendalami keterangan dari saksi soal proses pengadaan kapal," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Jumat (24/2).

Dari hasil audit BPK ditemukan pengadaan dua kapal tersebut bermasalah dan merugikan negara. Karenanya, penyidik perlu memperkuat bukti-bukti dengan menggali keterangan dari saksi.

Audit BPK menemukan jika sistem Manajemen Pengadaan Kapal PTK tahun 2012-2014 tidak mencerminkan aspek compliance dan efektifitas. Seperti tidak ada batasan nilai untuk menentukan metode pengadaaan yang akan digunkaan dalam pengadaan kapal baru atau bekas dalam pedoman pengadaan barang dan jasa 2012. PTK tidak memiliki TKO penyusunan HPS (harga perkiraan sendiri) untuk pengadaan kapal baru, kapal bekas dan kapal undercontruction.

PTK juga tidak memiliki daftar mitra usaha terpilih untuk pembangunan kapal. Tim teknis dan pengadaan kapal secara kolektif tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam kontruksi kapal dan pengadaan kapal. Dan semua kesalahan tersebut telah diakui oleh direksi PTK.

Selain itu, nilai proyek pengadaan kapal AHTS Transko Andalas dan Celebes yang mencapai US$28 juta dianggap terlalu mahal. Padahal menurut audit itu, harga per unit kapal hanya sekitar US$7 juta. Sehingga untuk dua kapal jumlah anggaran seharusnya senilai US$14 juta.

Hal serupa juga terjadi dalam pengadaan dua kapal lainnya yakni kapal AHTS Balihe dan Moloko, yang nilai proyeknya juga mengalami kemahalan senilai US$14 juta. Adapun, dalam hal itu, BPK menengarai, potensi kemahalan yang berimplikasi pada dugaan kerugian negara tersebut disebabkan, oleh perhitungan yang tidak berjenjang dan sumber harga yang digunakan sebagai parameter tak jelas.

Selain masalah pengadaan tender, potensi kerugian negara lainnya juga disebabkan oleh kerusakan dan ketiadaan kapal pengganti. Akibatnya, anak usaha perusahaan pelat merah itu mengalami kerugian senilai US$277,221.

Pekan lalu, tim penyidik juga telah memeriksa delapan saksi dari PT PTK. Mereka adalah Endang Sri Siti selaku mantan Direktur Keuangan PT. Pertamina Transkontinental, Joni Harsono selaku mantan Direktur Operasional PT Pertamina Transkontinental, Adam Marselan selaku Manager Keuangan PT Pertamina Transkontinental/ Anggota Tim Pengadaan Kapal dan Gita Dewi Aprilia selaku Manager Legal dan Compi Lancance PT Pertamina Transkontinental.

Lainnya adalah Nurkasa Siregar selaku Corporate Secretary PT. Pertamina Transkontinental, Ahmad Zainullah Santoso selaku mantan Sekretaris Pengadaan Kapal PT Pertamina Transkontinental, Ana Yuliati selaku mantan Manager Akunting PT Pertamina Transkontinental dan Ginik Windaryati selaku Manager Treasury PT Pertamina Transkontinental.

BUKTI LAIN - Pada Senin (20/2) mantan Wakil Direktur Utama PT Pertamina (persero) Ahmad Bambang diperiksa sebagai saksi 9 jam lamanya. ‎Dia diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penyediaan dan operasi kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) Kapal Transko Andalas dan Kapal Tranko Celebes tahun anggaran 2012-2014 di PT Pertamina Transkontinental.

Usai diperiksa Bambang membantah jika pengadaan itu dikatakan ada pelanggaran prosedur atau tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku berdasarkan audit dari BPK. "Engga ada itu, baca saja laporan resmi BPK , draf itu kan belum dikonfirmasikan ke kita belum kita counter dengan data, dan kalau mau baca saran saya yang final (hasil akhir auditnya)‎," jelasnya.

Disinggung soal apakah benar dirinya menghapuskan denda keterlambatan kontrak, Ahmad Bambang kembali membantah hal tersebut. ‎"Itu masuk materi , biar pemeriksaan jalan dulu yah,‎" tegasnya.

Yang jelas, Bambang meminta para awak media dan publik ‎untuk membaca hasil akhir audit BPK bukan draf BPK. "Baca lah hasil finalnya, kalau draf itu dia baru lihat dari data, dokumen terus ngambil kesimpulan, lihat lah finalnya," tutupnya.

Namun tim penyidik menemukan bukti lain perbuatan melanggar hukum. Karenanya dalam kasus ini tim penyidik akan segera menetapkan tersangkanya.

"Nanti kita lihat seperti apa (draft BPK) tersebut. Kalau yang lain sudah mengatakan cukup, kenapa tidak (tetapkan tersangka)," kata Jaksa Agung Moh Prasetyo, Rabu (22/2).

BACA JUGA: