JAKARTA - PT Pertamina (Persero) dapat membalikkan posisi kerugian pada semester I/2020 yang mencapai Rp11 triliun menjadi laba sepanjang tahun 2020 lalu menjadi laba Rp14 triliun. Hal ini cukup mengherankan dan diduga kenaikan laba ini bukan akibat peningkatan produktifitas.

"Kalau benar saya perkirakan kontribusi terbesar dari jualan BBM," kata Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi kepada Gresnews.com, Sabtu (6/2/2021).

Menurut Fahmy, pada saat harga minyak dunia terpuruk, Pertamina impor BBM dengan harga murah, lalu dijual didalam negeri dengan harga mahal, tanpa menurunkan harga BBM sama sekali sepanjang 2020.

"Dalam kondisi tersebut, Pertamina merauh keuntungan besar di atas beban rakyat yang terpuruk akibat pandemi Covid-19," jelasnya.

Fahmy mengatakan bahwa target kenaikan 2 kali laba tahun ini mungkin tercapai manakala harga minyak dunia masih rendah, sedangkan harga BBM tidak diturunkan.

"Kontribusi dari sektor hulu masih kecil lantaran Pertamina diperkirakan tidak mampu menaikkan lifting, apalagi permintaan minyak dunia masih rendah akibat pandemi Covid-19 belum berakhir," pungkasnya.

Sementara Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan kinerja PT Pertamina (Persero) terus meningkat positif sehingga optimis di tahun 2020 akan mencetak laba bersih sekitar US$ 800 juta dan EBITDA lebih dari US$7 miliar.

Namun sebelumnya pada Semester 1/2020 lalu, Pertamina sempat mencatatkan kerugian bersih. Akan tetapi memasuki paruh kedua 2020, Pertamina melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja, sesuai dengan arahan Menteri BUMN, yaitu melakukan transformasi, efisiensi, dan akuntabilitas secara konsisten.

"Sehingga di penghujung tahun 2020 berhasil mencetak laba bersih," kata Nicke melalui surat elektronik yang diterima Gresnews.com, Sabtu, (6/2/2021).

Nicke menjelaskan bahwa meskipun perusahaan terdampak triple shock karena pandemi Covid-19, namun seluruh lini bisnis terus bergerak menuntaskan target tahun 2020 sesuai KPI yang ditetapkan Pemegang Saham.

Dia menuturkan, Pertamina juga melakukan pengelolaan hutang dalam upaya untuk mempertahankan rasio keuangan yang sehat, hasilnya menunjukkan prognosa rasio hutang akhir tahun 2020 tetap terjaga baik dengan trend yang masih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan migas nasional maupun internasional lainnya.

Lalu dengan posisi keuangan ini, tiga lembaga pemeringkat internasional yaitu Moody`s, S&P dan Fitch kembali menetapkan Pertamina pada peringkat investment grade masing-masing pada level baa2, BBB dan BBB.

"Penilaian International Rating dengan tingkat Investment Grade menunjukkan bahwa kepercayaan investor tetap tinggi, dan mengindikasikan tingkat ketangguhan (resilience) Pertamina yang cukup baik dalam mengatasi kondisi dampak pandemi di tahun 2020," jelasnya.

Di tengah tantangan ini, kata Nicke, Pertamina secara konsisten tetap mengoperasikan seluruh aktivitas produksinya dari hulu ke hilir, serta menggerakkan seluruh mitra bisnis pada ekosistem bisnis proses Pertamina dan sektor energi Indonesia.

Nicke Widyawati mengatakan capaian laba bersih sebesar US$ 1 miliar atau Rp14 triliun pada 2020 ini karena perseroan telah melakukan beberapa upaya, seperti meningkatkan produktivitas hulu migas dan kilang minyak.

Kemudian, melakukan efisiensi pada semua bidang, termasuk memotong biaya operasi (Operating Expense/ Opex) sebesar 30% dan memprioritaskan untuk anggaran investasi.

Sebagai BUMN, Pertamina juga tetap menjalankan penugasan Pemerintah melalui berbagai program seperti BBM Satu Harga, Konversi BBM ke BBG untuk Nelayan dan Petani, pembangunan Kilang, pembangunan Jaringan Transmisi & Distribusi Gas Bumi, serta Infrastruktur Hilir lainnya.

"Di tengah pandemi Covid-19, pencapaian laba bersih dan arus kas perusahaan yang positif di penghujung tahun 2020 ini merupakan kado terindah bagi Pertamina menjelang HUT yang ke-63," tandasnya. (G-2)

BACA JUGA: