JAKARTA - Pembelian gas alam cair liquefied natural gas (LNG) dari Mozambik oleh PT Pertamina Persero dengan kontrak 20 tahun merupakan keputusan yang keliru dan blunder. Patut diduga ada keterlibatan mafia migas mengingat pasokan dan cadangan LNG didalam negeri melimpah ruah.

Pertamina sendiri beralasan bahwa perusahaan telah menelan kerugian hingga US$400 juta dari proyek LNG tersebut. Padahal, LNG yang rencananya untuk memenuhi kebutuhan domestik mulai 2024--mayoritas digunakan untuk listrik dan RDMP—ini dibeli dari Mozambik lantaran harganya yang murah sehingga lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain.

"Harga murah dan kualitas lebih baik bukan alasan tepat untuk memutuskan membeli LNG Mozambik dalam jumlah besar dengan kontrak jangka panjang," kata Fahmy kepada Gresnews.com, Selasa, (12/1/2021).

Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi mengatakan bahwa keputusan Pertamina untuk membeli LNG dari Mozambik dengan kontrak 20 tahun merupakan keputusan aneh. Pasalnya, LNG di dalam melimpah ruah, mengapa harus impor dalam jangka panjang, yang semakin membebani defist neraca migas.

Fahmy melanjutkan, ada dugaan mafia migas dibalik keputusan blunder tersebut, yang menaguk rente atas pembelian LNG Mozambik. "Kalau benar ada permainan mafia migas, keputusan Pertamina membatalkan kontrak pembelian LNG sudah sangat tepat," jelasnya.

Sehingga dengan demikian, kata Fahmy, pembatalan itu merupakan koreksi atas keblunderan keputusan sebelumnya. Keputusan itu sekaligus untuk menghentikan mafia migas dalam pemburuan rente atas impor LNG dari Mozambik.

Menurutnya, untuk menghindari gugatan atas pembatalan tersebut, Pertamina perlu melakukan berbagai lobby ke Mozambik agar tidak berbuntut gugatan di Arbitase International.

Kalau lobby gagal, Pertamina tak perlu gentar menghadapi gugatan tersebut. Dengan menyertakan lawyers handal dan argumentasi kuat bisa jadi Pertamina memenangkan gugatan Mozambik.

"Salah satu argumennya adalah keputusan kontrak pembelian LNG lebih dipengaruhi oleh mafia migas sehingga merugikan Pertamina," tutupnya.

Sebelumnya PT Pertamina (persero) tengah menghadapi gugatan dari perusahaan asal Amerika, Anadarko Petroleum Corporation.

Anadarko menggugat Pertamina membayar kerugian akibat pembatalan perjanjian jual beli LNG pada Februari 2019 dari
Mozambik LNG1 Company Pte Ltd, entitas penjual bersama yang dimiliki Mozambique Area 1, anak usaha Anadarko.

Dalam perjanjian itu, Pertamina akan mengimpor 1 juta ton ( MTPA ) gas per tahun dari Mozambik LNG1 Company Pte Ltd dalam jangka waktu 20 tahun.

Sebelumnya Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok buka suara perihal kisruh tersebut. Dia mengatakan sejak Februari 2020 telah meminta penjelasan ke direksi Pertamina terkait kontrak pembelian LNG di masa empat dirut sebelum Nicke Widyawati.

Ahok mengatakan komisaris telah mengevaluasi kebijakan Pertamina yang mengimpor LNG di tengah pasokan dalam negeri yang berlebih.

Menurutnya, para direksi saat ini tengah berdiskusi untuk mengatur masalah tersebut. (G-2)

 

BACA JUGA: