JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalam dua hari berturut-turut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kedatangan dua orang tamu yang cukup penting. Pertama Menteri Keuangan Sri Mulyani yang datang Kamis (22/9) dan Menteri Negara Agraria/Tata Ruang dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil yang datang pada hari Jumat (23/9).

Kedatangan Sofyan Djalil ini memang dalam rangka menjalin kerjasama antara BPN dan KPK untuk memberantas korupsi di bidang pertanahan dan juga mafia tanah. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, kerjasama KPK dengan Kementerian Agraria sekaligus BPN sebenarnya telah berjalan lama.

Hanya saja, dalam pertemuan tersebut, KPK dan BPN membahas hal yang lebih spesifik yaitu tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan di bidang pertanahan khususnya Hak Guna Usaha (HGU). "Sudah dimulai sejak 5 tahun lalu, satu tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan di Agraria dan BPN termasuk misalnya HGU termasuk juga peningkatan hal-hal yang berhubungan dengan pengurusan sertifikat orang perorangan yang berhubungan pencatatan kekayaan negara yang dikelola oleh kementerian APR dan BPN," kata Syarif di kantornya, Jumat (23/9).

Sementara itu Sofyan Djalil mengatakan jika kedatangannya kali ini adalah dalam rangka ingin memperbaiki sistem yang ada di lembaga yang dipimpinnya. Djalil mengakui bahwa selama ini sistem yang ada di Kementerian Agraria maupun BPN belum cukup mumpuni untuk mencegah terjadinya penyelewangan yang dilakukan oknum tertentu.

"Kita datang sebagai bagian untuk pengelolaan tanah, pengelolaan sumber daya yang dikelola BPN/Agraria, misalnya kita perlu perbaiki SOP (standard operational procedure-red) di semua sektor sehingga dengan SOP semua itu bisa jadi prasyarat bisa berupa HGU yang jadi perhatian KPK dan juga perhatian BPN, kita akan perbaiki SOP tentang HGU, HGP, semua proses yang ada di BPN akan kita perbaiki SOP sehingga jadi prasyarat," terangnya.

Selain itu, Sofyan mengatakan, pihaknya juga meminta saran terkait proses sertifikasi tanah. Menurutnya, hingga saat inibaru separuh dari jumlah tanah di Indonesia yang mempunyai sertifikat. Ia berharap dalam kurun waktu 9 tahun mendatang seluruh tanah di negeri ini mempunyai sertifikat agar beragam konflik tanah dapat dihindari.

"Kita ingin percepat sertifikasi, sehingga tanah kita di republik Indonesia ini baru setengah yang bersertifikat sehingga menyebabkan konflik sehingga BPN akan mempercepat sertifikasi dengan harapan mudah-mudahan tahun 2025 seluruh tanah di Indonesia sudah terdaftar dan punya nomor induk bidangnya sehingga dengan demikian konflik tanah dihindari," tutur Sofyan Djalil.

Selain itu, Sofyan Djalil juga mengaku akan mendukung program KPK untuk menyelamatkan Sumber Daya Alam. Ia mengatakan, BPN mempunyai peran yang sangat penting dalam hal itu. Kemudian BPN juga menjalin kerjasama untuk memproses beberapa aset berupa sejumlah gedung peninggalan Belanda.

Dari laporan kinerja Kementerian ATR dan BPN pada 2014, target kinerja yang direncanakan pada Rencana Strategis 2010-2014 yaitu bertambahnya bidang tanah yang dilegalisasi sebanyak 4.063.430 bidang, sedangkan penambahan yang berhasil dilakukan sampai dengan akhir 2014 sebanyak 5.006.894 bidang (capaian 123,22%).

ADA MAFIA TANAH - Pria kelahiran Aceh Timur 62 tahun ini mengakui ada beberapa pejabat nakal BPN yang menjadi mafia tanah. Meskipun begitu, ia sendiri mengklaim, itu hanyalah segelintir orang yang memanfaatkan jabatanya. Sofyan berkata, dirinya telah mereformasi instansi tersebut walaupun belum ada perubahan yang signifikan.

Sofyan menyatakan, saat ini sistem di BPN sudah diubah secara perlahan untuk memperketat peraturan yang ada sebelumnya. "Kalau pejabat BPN mungkin satu, dua orang ada tapi sistem kita cukup ketat kita akan jaga lagi supaya jangan ada oknum yang merusak semua sistem yang sudah dikerjakan," tegasnya.

"Kalau prinsipnya adalah karena kesalahan orang dalam akan kita akan ambil tindakan tapi mafia tanah kan bukan hanya di BPN banyak sekali di mana-mana, akan kita adress masalah mafia tanah ini, bukan BPN, mungkin ada oknum tapi itu sudah dihukum tapi saya cukup bangga kualitas orang-orangnya BPN sudah cukup bagus cuma perlu kita tegakkan kembali disiplin dan SOP," sambung Sofyan Djalil.

Terkait hal ini, Laode M. Syarif mengaku pihaknya telah mendapat laporan mengenai indikasi adanya oknum BPN nakal yang ikut menjadi mafia tanah. Laporan itu didapat dari hasil penelusuran yang didapat Inspektorat Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan BPN.

Syarif mengatakan, KPK tidak akan segan untuk menindak jika kedepan ditemukan indikasi lebih kuat adanya mafia tanah baik oleh oknum BPN ataupun penyelenggara lain yang bekerjasama dengan pengusaha. Oleh karena itu ia  meminta agar para pihak tidak lagi menjadi makelar atau calo dalam pengurusan tanah.

"Itu yang dibicarakan dengan detil bahkan inspektorat jenderal yang ada di kementerian ATR dan BPN akan melakukan itu untuk pendalamannya bahkan untuk peningkatan pelayanan masyarakat juga akan dikerjakan dengan BPN dan KPK khusus yang berhubungan dengan calo atau menyalahgunakan kewenangannya juga kami sangat mendukung apa yang dikerjakan oleh pak menteri dan terus terang kami tidak akan takut untuk menindak kalau itu dilakukan lagi," imbuh Syarif.

KASUS HAMBALANG - Pernyataan Sofyan Djalin dan Laode Syarif mengenai mafia tanah mengingatkan kita tentang kasus korupsi Pembangunan Pusat Pendidikan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Mantan anak buah Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang menyebut Joyo Winoto, Kepala BPN saat itu, menerima sejumlah uang untuk pengurusan sertifikat Hambalang.

Pernyataan itu dikuatkan dengan adanya nama Joyo dalam surat dakwaan mantan Kepala Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. "Dalam mengurus permasalahan hak pakai tanah di BPN tersebut, Nazaruddin dan Mindo telah menyerahkan uang sebesar Rp3 miliar ke kepala BPN Joyo Winoto," kata Jaksa KPK Kadek Wiradana saat membacakan dakwaan dalam kasus tersebut beberapa tahun silam.

Jaksa Kadek menjelaskan, kasus ini bermula dari perintah mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng kepada Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam untuk menyelesaikan sertifikat tanah Hambalang. Wafid meminta mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan Marketing Permai Grup Mindo Rosalina Manulang untuk membantu mengurus ke BPN.

Setelah itu, Nazar kemudian langsung berkomunikasi dengan Ketua Fraksi Partai Demokrat waktu itu Anas Urbaningrum. Dalam dakwaan itu disebut Anas meminta bantuan Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono untuk mengurus permasalahan tersebut. Menurutnya Ignatius berhasil mengurus SK hak pakai atas Tanah Kemenpora di Bukit Hambalang.

Menurutnya, SK tersebut langsung diserahkan kepada Anas. "Kemudian menyerahkan SK tersebut ke Anas di ruangan Ketua Fraksi Drmokrat yang disaksikan Nazaruddin. Salinan SK diberikan ke Nazaruddin," kata Jaksa Kadek ketika itu.

Tetapi dalam persidangan, Joyo membantah hal tersebut. "Tidak pernah," kata Joyo saat bersaksi untuk Deddy Kusdinar di Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan.

KPK pun hingga saat ini seakan menutup rapat kasus Hambalang. Meskipun nama Joyo keluar dalam kesaksian Rosa dan juga masuk dalam surat dakwaan Deddy Kusdinar, tetapi belum membuat lembaga antirasuah ini memproses hukum Joyo Winoto. Nama terakhir yang menjadi tersangka kasus Hambalang adalah Andi Zulkarnaen Mallarangeng atau Choel yang dijerat pada 21 Desember 2015 lalu.

BACA JUGA: