JAKARTA, GRESNEWS.COM - Banyaknya kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di pemerintahan daerah (Pemda) menjadi perhatian khusus bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk meningkatkan pencegahan tindak pidana, lembaga antirasuah ini melakukan upaya  khusus dengan mengundang para Sekretaris Daerah (Sekda), terutama daerah yang dinilai rawan terjadi korupsi.

Pada termin pertama, KPK mengundang Sekda Provinsi Sumatera Utara Hasban Ritonga, Sekda Riau Muhammad Hafiz, dan Sekda Banten Ranta Suharta. Ketiga daerah ini memang kerap kali berurusan dengan KPK, baik itu para gubernur maupun DPRD karena terjerat kasus korupsi.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, undangan ini merupakan realisasi dari program KPK bernama penindakan dan pencegahan terpadu. Program ini, merupakan bekal bagi para kepala daerah untuk menghindar jeratan korupsi," katanya.

Menurut Pahala, ada tiga hal yang menjadi fokus KPK dalam program ini. Salah satunya soal penganggaran elektronik (E-Budgeting), layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement), dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) serta perizinan Sumber Daya Alam.

"Tiga item itu yang sekarang dikumpulkan KPK dan  daerah yang melakukan,  sehingga ditawarkan ke pimpinan daerah yang baru melalui Lemendagri dan diharapkan mampu diimplementasikan. Kita pikir itu salah satu metode pencegahan di Pemda," kata Pahala di kantornya, Kamis (11/2).

Alasan pihaknya mengundang Sekda dan bukan kepala daerah setingkat gubernur karena posisi itu merupakan jabatan tertinggi pegawai negeri sipil di wilayah. Sedangkan gubernur adalah jabatan politis dan masa baktinya hanya beberapa tahun saja.

"Kita ingin segera membantu Pemda untuk bisa cegah korupsi dari awal. Sengaja kita undang Sekda karena merekalah yang paling tinggi di birokrasi daerah. Sekda adalah jabatan karir pegawai pemda tertinggi. Gubernur, Walikota dan Bupati datang dan pergi," imbuh Pahala.


MENGAWAL APBD - Dari hasil diskusi dengan para Sekda disimpulkan bahwa KPK akan melakukan pengawalan dalam proses Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD), mulai dari perencanaan hingga implementasinya. Pengawalan itu, kata Pahala, bukan seperti audit terhadap penggunaan anggaran, tetapi mencegah agar tidak ada intervensi dari pihak luar.

Dari pengakuan para Sekda, ia mengatakan,  bahwa APBD seringkali di intervensi oleh para anggota dewan. "Yang kita dapat cerita dari tiga Sekda, bahwa mereka menghadapi intervensi yang sangat kuat dari luar, kita sebut saja dari DPRD. Kita ingin kawal supaya program APBD sesuai dengan Musrembang (Musyawarah Rencana Pembangunan-red)," pungkas Pahala.

Kemudian KPK juga akan melakukan pengamatan terhadap pengadaan barang dan jasa. Pahala mengungkapkan, bahwa Pemda akan menginformasikan titik mana saja yang dianggap rawan dalam pengadaan ini. Untuk lebih mengawasi, Pemda juga mengikutsertakan KPK dalam rapat pembahasan serta pengadaan barang dan jasa.

"Jadi ada beberapa model pengawalan KPK. Pertama, misalnya ikut rapat yang kira-kira penting, kedua kita akan lihat prosesnya secara langsung dan ketiga mungkin kita akan mempunyai MoU atau sejenisnya," kata Pahala.

Dan yang menarik dari pertemuan ini yaitu KPK juga menyoroti sistem gaji yang ada di daerah. Menurut Pahala, para pegawai Pemda belum mendapat penghasilan yang dianggap layak. Hal ini bisa menimbulkan terjadinya korupsi dengan cara menjadi agen, atau calo dalam proyek yang dianggarkan oleh negara.

Selain itu, akibat lain yang ditimbulkan dari kecilnya gaji pegawai Pemda adalah mangkraknya proyek-proyek tersebut di tengah jalan. "Kita fair saja sudah birokrasi susah kerja lurus kalau gaji pas-pasan. Efeknya orang bikin proyek juga malas karena nggak ada honor," katanya.

PENGAWASAN TAMBANG - Selanjutnya, KPK juga akan mengawasi perizinan terbuka Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Izin Usaha Pertambangan (IUP) juga menjadi fokus pengawasan lembaga pimpinan Agus Rahardjo ini di berbagai daerah termasuk di Banten, Riau, dan Sumatera Utara.

Menurut Pahala, sektor pertambangan dan perkebunan memang tidak masuk dalam APBD, tetapi akan masuk ke dalam pengelolaan pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tetapi hal ini bukan berarti IUP tidak terindikasi korupsi.

Menurut Pahala, pengurusan IUP selama ini dianggap rawan intervensi oleh oknum-oknum tertentu, baik itu pusat maupun daerah. Oleh karena itu, sektor tersebut juga akan menjadi fokus pengawasan KPK bersama-sama dengan Pemda setempat. Apalagi, biasanya sektor pertambangan bernilai investasi cukup besar.

"Kita tahu itu bernilai besar termasuk intervensi lain untuk menekan perizinan. Misalnya pertambangan dilelang aja deh sekarang di provinsi," katanya.

Kalau Pemda mau menciptakan sistem pelelangan itu kita sudah bicara ke Dirjen Minerba. Prosesnya gimana kewajiban apa termasuk kalau Pemda ingin memperbaiki struktur APBD," tutur Pahala.

Hingga Agustus 2014 lalu, KPK memang menemukan ada 4.563 IUP bermasalah dan belum memenuhi klasifikasi Clear n Clean (CnC). Perusahaan-perusahaan pemegang IUP itu belum melakukan tertib administrasi seperti pembayaran kewajiban serta perizinan di sektor minerba.

DAERAH TINDAK LANJUTI - Sekda Banten Ranta Suharta mengaku senang diundang KPK untuk membahas hal ini. Ranta mengatakan bahwa dirinya akan segera melaporkan pertemuan ini kepada Gubernur Rano Karno. Sementara Gubernur Banten Rano Karno sendiri belakangan tengah diterpa isu terlibat dalam kasus korupsi penyertaan modal Bank Banten yang sedang disidik KPK.

"‎Pertama pengelolaan APBD saya kira di kpk sudah jelas mengetahui apa yang ada di setiap daerah. Tiga hal ini yang harus cepat kami kerjakan di daerah dan InsyaAllah pulang dari sini saya akan laporkan ke gubernur agar tiga item ini betul-betul dilakukan," kata Ranta.

Selain itu, Ranta berjanji pihaknya akan lebih sering berkomunikasi dengan KPK dalam pembahasan maupun pelaksanaan APBD. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau kekurangan yang ada dan berakibat pelanggaran hukum.

Hal senada dikatakan Sekda Provinsi Riau, Muhammad Hafiz. Ia menyatakan bahwa pertemuan ini merupakan babak baru pencegahan korupsi di daerah. Hafiz mengakui, selama ini Pemprov Riau kesulitan ketika menyusun APBD dan juga dalam pengadaan barang dan jasa yang dibiayi negara serta izin pertambangan.

"Contoh di dalam APBD ada beberapa ketentuan yang barang kali didampingi bapak-bapak dari KPK sehingga APBD yang jadi itu taat azas, karena memang ada beberapa dokumen yang harus kami patuhi," terang Hafiz.a

Kemudian khusus terkait sumber daya alam yang izinnya memang tidak memadai untuk perolehan APBD. Padahal, izin tersebut sangat menguntungkan bagi perusahaan pemegangnya. "Contoh minerba ketika diregulasi mengenai perizinan ini barangkali berikan pendapatan ke daerah. Tapi sekali lagi tentunya regulasi di perizinan kita harus regulasi lagi beberapa lagi UU yang mengatur, ke depan akan terkawal secara baik," imbuhnya.

Senada dengan koleganya, Sekda Sumatera Utara Hasban Ritonga juga menyambut baik pertemuan ini. Ia mengatakan, dengan adanya program pencegahan terintegrasi menjadi momentum yang sangat strategis bagi Pemda Sumatera Utara untuk berbagai arah yang lebih baik.

Menurut Hasban, dengan adanya pengawalan dari KPK ini ia berharap bisa lebih taat azas dalam menyusun APBD sehingga menjadi dokumen yang konsisten. Kemudian ia juga mengakui bahwa Pemprov Sumatera Utara belum menerapkan penganggaran secara elektronik.

Dan dari pertemuan ini, pihaknya akan segera melakukan hal itu. "Barang kali kita akan menuju e-budgetting yang difasilitasi KPK bekerja sama pemprov lain sehingga benar-benar nanti bisa bersama-sama menuju daerah yang lebih baik seperti provinsi yang lain yang ada di negara kita," pungkasnya. 

BACA JUGA: