JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kisah kusut liku-liku suap yang dilancarkan mantan bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo demi memenangkan tender proyek Sistem Radio Komunikasi Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan diungkap dalam sidang perdana kasus tersebut di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (23/4). Dalam sidang yang mendudukkan Anggoro sebagai terdakwa itu, Jaksa Penuntut Umum KPK Riyono membeberkan laku lancung yang dilakukan Angoro yang menyebabkan negara dirugikan sebesar Rp180 miliar.

Riyono dalam dakwaannya mengatakan, Anggoro telah menyuap beberapa pejabat yaitu mantan Menhut MS Kaban, Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan Boen Mukhtar Poernama dan mantan Ketua Komisi IV DPR periode 2004 - 2009, Yusuf Erwin Faisal. Kepada mereka, Anggoro memberikan uang sebesar Rp210 juta dan Rp925 juta. Ada juga pemberian uang dalam bentuk dolar Singapura sebesar Sin$92 ribu dan dolar Amerika sebesar US$20 ribu.

Selain uang, Anggoro juga didakwa memberikan dua buah elevator berkapasitas masing-masing 800 kilogram seharga US$50,5 ribu. Uang itu diberikan dalam rangka mendapatkan persetujuan DPR tentang Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan senilai Rp4,2 triliun yang diajukan oleh Departemen Kehutanan. Revitalisasi SKRT senilai Rp 180 miliar termasuk dalam rancangan anggaran itu.

Dalam menjalankan aksinya, Anggoro menghubungi Yusuf guna meminta bantuan mengesahkan dana proyek itu. Tetapi Yusuf mengatakan ia hanya membahas mengenai anggaran dan tidak memiliki wewenang untuk mengesahkan. Hanya saja Yusuf berjanji akan membantu Anggoro membahas ke Komisi IV.

Dalam dakwaan juga disebutkan, Anggoro meminta anak buahnya, Putranefo, mendekati Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandjojo Siswanto, Kasubag Sarana Khusus Biro Umum Dephut Joni Aliando, Kabag Perlengkapan Biro Umum Dephut Aryono, serta Sekretaris Jenderal Dephut Boen Mukhtar Poernama. Tujuannya agar mereka bersedia mengajukan rancangan anggaran pengadaan SKRT dan menunjuk PT Masaro Radiokom sebagai pelaksana pengadaan SKRT.

"Sebagai tanda terima kasih, terdakwa memberikan uang senilai Rp20 juta dan US$10 ribu kepada Wandjojo serta US$20 ribu untuk Boen," ujar Jaksa KPK lainnya Andi Suharlis.

Atas usulan Wandjojo, kata Jaksa Andi, MS Kaban kemudian menetapkan PT Masaro Radiokom sebagai pemenang penyedia barang jasa pekerjaan peluasan jaringan SKRT melalui surat No.S.384/Dephut-II/2007 tertanggal 12 Juni 2007.

Anggoro juga menjanjikan sejumlah uang jika Yusuf berhasil meloloskan anggaran. Pada 16 Juli 2007, Yusuf mengesahkan Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam lembar pengesahan. Lembar pengesahan ditandatangi oleh M.S. Kaban, selaku Menteri Kehutanan saat itu

Anggoro lalu memberikan uang yang dijanjikannya kepada Yusuf melalui Tri Budi Utami di Ruang Sekertariat Komisi IV. Kemudian Tri Budi Utami menyampaikan uang tersebut kepada Yusuf dan ia membagi-bagikan kepada beberapa anggota Komisi IV, yakni Suswono (Rp50 juta), Muchtaruddin (Rp50 juta), dan Muswir (Rp5 juta).

Yusuf juga kembali mendapatkan uang dari Anggoro pada November 2007.  Uang itu dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV saat itu, yakni Fachri Andi Laluasa (Sin$30 ribu), Azwar Chesputra (Sin$5 ribu), Hilman Indra (Sin$140 ribu), Muchtaruddin (Sin$40 ribu), dan Sujud Sirajuddin (Rp20 juta).

Selain itu Anggoro juga didakwa memberikan sejumlah uang kepada MS Kaban. Pertama sebesar US$15 ribu. Uang itu diberikan setelah  MS Kaban membalas pesan singkatnya kepada Anggoro. "Merapat ke rumah dinas," kata MS Kaban seperti ditirukan Jaksa.

Lalu MS Kaban meminta uang US$10 ribu yang diberikan Anggoro melalui Direktur PT Masaro David Angkawijaya. Mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini juga kembali meminta uang kepada Anggoro sebesar Sin$40 ribu. "Apakah jam 19.00 bisa di drop 40 sin (dolar Singapura-red)?" kata MS Kaban melalui pesan singkatnya. Lalu Uang tersebut diberikan Anggoro kepada M. Yusuf, supir MS Kaban.

Tidak hanya itu, Anggoro juga diminta menyiapkan travel cek senilai Rp50 juta. Dan untuk keperluan partainya, Kaban meminta dua unit lift kapasitas masing-masing 800 kg dengan nilai US$58 ribu, dengan total biaya instalasi Rp200 juta.

Atas perbuatannya itu Anggoro diancam dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anggoro juga diancam dengan pasal Pasal 65 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Anggoro terancam hukuman pidana penjara selama 5 tahun.

BACA JUGA: