JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pertemuan antara empat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jumat (5/5) siang menjadi ajang saling mencurahkan isi hati (curhat) diantara kedua belah pihak. Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi menegaskan, menegaskan dukungan pemerintah terhadap langkah-langkah yang dilakukan KPK dalam rangka membuat pemerintahan bersih dan tentu terbebas dari korupsi.

"Pemerintah sangat membutuhkan sekali dukungan dari KPK yang memberantas korupsi, membangun sebuah tata kelola pemerintahan yang baik," tegas Presiden dalam pertemuan tersebut.

Pertemuan itu sendiri hanya berlangsung satu jam. Namun banyak hal yang dibahas oleh Jokowi dan empat pimpinan KPK dalam pertemuan itu. Di awal pembicaraan, Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan rasa terima kasihnya atas bantuan pembiayaan untuk penyidik seniornya Novel Baswedan yang harus menjalani perawatan di Singapura akibat disiram dengan air keras oleh orang yang tidak dikenal, beberapa waktu lalu usai melaksanakan solat subuh di dekat rumahnya.

"Jadi walaupun ada hambatan kecil-kecil yang terkait dengan keluarga, tadi juga kita sampaikan, mudah-mudahan nanti bisa selesai dengan baik," kata Agus kepada wartawan usai pertemuan dengan Presiden Jokowi.

Dalam pertemuan itu, menurut Ketua KPK, pihaknya pertama-tama memberikan masukan mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% untuk kontrak pemerintah. Akibat adanya aturan itu, belanja modal dan belanja barang itu paling tidak 10% nya tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal karena kembali lagi ke pemerintah.

"Kami menyarankan untuk dievaluasi lagi, apakah memang itu kemudian tetap akan dijalankan seperti itu, atau ditempuh jalan yang lain supaya yang 10% tadi menjadi lebih optimal," tutur Agus.

Adapun Alexander Marwata mengemukakan, pihaknya mengkaji kenapa sampai sekarang masih banyak kepala daerah yang melakukan korupsi. Sampai sekarang setidaknya hampir 60 kepala daerah, baik Gubernur maupun Bupati, Walikota, telah ditindak KPK.

Pimpinan KPK menilai salah satunya karena peran dari pengawasan internal yang tidak berjalan optimal. Kenapa inspektorat itu tidak berperan, menurut Marwata, karena dari sisi peraturan, inspektorat itu atau aparat pengawas internal pemerintah itu diangkat dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekda.

"Kami mengusulkan agar pengangkatan kepala inspektorat, inspektur atau auditor itu tidak di bawah kepala daerah. Jadi ada semacam lembaga independen di luar Pemerintah Daerah, itu nanti yang akan melakukan pembinaan terhadap Inspektur maupun auditor di inspektorat daerah itu. Untuk pengangkatan, pemutasian itu harus dengan rekomendasi lembaga yang independen tadi itu," ungkap Marwata.

Ia menyebutkan, selama ini inspektorat tidak bisa bekerja independen karena ketakutan. Mereka punya rasa khawatir ketika melakukan audit, ada temuan menyangkut kegiatan yang menyentuh kepentingan pejabat-pejabat tertentu atau kepala daerahnya, dan mereka tidak berani melakukan tindakan. "Harapannya ketika mereka nanti independen, tidak di bawah kendali kepala daerah, mereka berani melakukan audit dengan sebenarnya. Dan kami juga lebih mudah untuk melakukan koordinasi dengan inspektorat atau auditor itu," jelas Marwata.

Menurut Marwata, KPK juga melihat masalah korupsi kita itu karena masalah integritas. Karena itu, untuk menumbuhkan integritas di dalam aparat sipil nasional atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengusulkan agar pemberhentian atau pemecatan pegawai negeri itu dipermudah ketika menyangkut masalah integritas.

Selama ini, lanjut Marwata, pegawai negeri itu merasa ketika dia sudah masuk pegawai negeri, asal dia masuk tepat waktu dan pulang tepat waktu, itu pasti aman sampai pensiun dan tiap akhir bulan dia dapat gaji. Sehingga penyimpangan-penyimpangan seperti titip absen, atau apapun itu hampir tidak ada sanksinya dan sebagainya.

"Kami mengusulkan, ada peraturan atau ada ketentuan yang mempermudah untuk pemberhentian Pegawai Negeri Sipil itu atau pemberhentian sudah diserahkan ke instansi masing-masing. Supaya apa? Supaaya ini juga bisa menjadi pembelajaran bagi aparat sipil negara agar segera bisa bekerja dengan benar, profesional," tutur Marwata.

TRIGGER MECHANISM - Dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi, pimpinan KPK juga menegaskan posisi KPK sebagai trigger mechanism bagi para penegak hukum, termasuk polisi dan jaksa. "Kita memberitahukan memang saat ini sedang kita berusaha mendorong para penegak hukum, termasuk dalam hal ini adalah Polisi dan Jaksa supaya benar-benar bisa satu jalan satu arah dengan kita, kerja sama benar-benar semuanya," kata Basaria Pandjaitan.

Pimpinan KPK berharap hasilnya sekarang mudah-mudahan baik dan akan lebih baik lagi, karena pimpinan KPK berkeyakinan, kalau para Polisi dan para Jaksa penegak hukum semua bekerja dengan baik, otomatis pengurangan korupsi itu tanpa hal-hal yang lain pun lebih dari 50% akan bisa turun dengan drastis. Menurut Basaria, KPK juga memberikan atensi terhadap para Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), salah satunya tentang penyidik di Bea Cukai.

Ia menyebutkan, KPK sudah beberapa kali membuat semacam sidak ke beberapa tempat, meskipun disadari bahwa kewenangan untuk penyidikan bea dan kepabeanan itu, adalah hanya untuk PPNS dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai itu sendiri. "Tadi kita mengajukan bagaimana kalau juga kewenangan itu diberikan kepada penegak hukum lainnya. Kita punya pemikiran, apabila kewenangan diberikan kepada satu instansi, maka cepat atau lambat akan timbul arogansi yang mengakibatkan hal-hal yang bersifat negatif, mungkin terjadi penyimpangan-penyimpangan," jelas Basaria.

Yang menjadi atensi KPK, lanjut Basaria, ada sistem borongan sekarang walaupun di dalam aturan tidak ada, tapi dalam rangka memperlancar pelayanan terbaik untuk para pengusaha, ini dibuat. "Tapi dalam pelaksanaannya mengakibatkan para pengusaha-pengusaha di luar yang tidak bisa berbuat hal yang sama, yang tidak punya link dengan orang-orang tertentu di Bea Cukai, bahkan juga ada yang menjadi tutup. Itu faktanya," papar Basaria.

Karena itu, pimpinan KPK berharap ada penegak hukum lainnya juga bisa masuk ke dalam ranah Bea dan Cukai tersebut. Tapi sudah barang tentu ini harus ada perubahan undang-undang yang mengatur supaya setiap-setiap nanti penegak hukum yang melaksanakannya ada dasarnya.

"Itu yang kita coba ajukan tadi. Memang tidak akan makan waktu yang cepat karena perubahan itu tidak bisa sebentar, perubahan mengubah undang-undang itu harus memakan waktu yang cukup lama," ujar Basaria.

Dia menambahkan, yang bisa dilakukan sekarang adalah kerja sama dengan para penyidik Bea Cukai itu sendiri. "Supaya semua barang-barang yang masuk ke Indonesia ini benar-benar melalui jalan yang seharusnya. Sehingga pajak pemasukan untuk negara akan bertambah," tegasnya.

BACA JUGA: