JAKARTA, GRESNEWS.COM - Petisi 28 menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai tersandera dan tak steril lagi dari kepentingan politik para komisionernya. Mereka menduga sejumlah komisioner KPK telah melakukan "deal-deal" politik dengan para calon presiden untuk mendapatkan jabatan di kabinet nanti.

Buktinya, kata aktivis Petisi 28 Haris Rusly, KPK menerbitkan "Buku Putih" yang diberikan khusus bagi para pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Para kandidat diharapkan dapat menyusun program kerja dan visi-misi berdasarkan delapan agenda dalam buku tersebut, serta merealisasikannya.

"Kepentingan partisan sejumlah Komisioner KPK dan pimpinan institusi penegak hukum lainnya, menyebabkan KPK, Polri dan Kejaksaan tak tegas menghukum kejahatan suap menyuap dan manipulasi suara yang melibatkan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu)," kata Haris kepada Gresnews.com, Rabu (4/6).

Akibatnya, kata dia, baliho raksasa yang dibentangkan di gedung KPK bertuliskan "BERANI JUJUR ITU HEBAT" menjadi tidak bermakna ketika KPK tak konsisten bertindak mencegah lahirnya anggota DPR, DPD, DPRD dan Presiden dari proses pemilu yang tidak jujur, money politics hingga suap.

"Sebenarnya, KPK sangat tepat memilih slogan tersebut. Sebuah sikap perbuatan yang diawali dengan ketidakjujuran, kebohongan, manipulasi dan suap, maka pada proses berikutnya pasti disertai perbuatan korup dan sikap khianat, tapi itu tidak dibuktikan dengan tindakan terhadap peserta dan penyelenggara pemilu," tegasnya.

Padahal, kata Haris, pencegahan korupsi harus dimulai dari pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, bersih dari money politics, suap-menyuap KPU dan kebohongan publik. Sebab, ketika pemilunya sendiri telah diwarnai praktik money politics, suap-menyuap dan manipulasi suara, maka benih kejahatan korupsi dan pengkhianatan telah ditabur.

"Bermula dari rekrutmen anggota parlemen dan presiden yang tak jujur, bersih, adil, pasti melahirkan anggota parlemen dan presiden yang korup," tegasnya.

Selanjutnya, dari proses pemilu legislatif (Pileg) 2014 yang diwarnai kejahatan Pemilu secara masif yang dilakukan seluruh partai politik mencakup seluruh daerah pemilihan, maka wajah parlemen dan produknya sudah tergambar kondisi korupsi dan pengkhianatan akan sangat eskalatif dari sebelumnya.

Sebelumnya KPK juga dikritik karena urung menggelar sidang etik terkait klarifikasi adanya benturan kepentingan Ketua KPK Abraham Samad yang beberapa kali dikabarkan bertemu capres dari PDIP Joko Widodo. Kabarnya ketika itu PDIP memang melakukan pendekatan terhadap Samad untuk dijadikan salah satu bakal calon pendamping Jokowi. Samad sempat bertemu di bandara di Yogyakarta. Belakangan kabar itu tak terbukti, Jusuf Kalla yang menjadi Cawapres Jokowi.

Meski begitu, hal ini tetap penting untuk diklarifikasi mengingat KPK memang harus steril dari kepentingan politik karena hal itu merupakan bagian dari integritas KPK sendiri. Apalagi KPK sedang menangani isu sensitif seperti korupsi dana haji yang melibatkan Menteri Agama Suryadharma Ali yang telah dijadikan tersangka. Penetapan SDA sebagai tersangka sendiri seperti pernah diungkapkan Juru Bicara KPK Johan Budi memang murni masalah hukum bukan politik.

Namun secara etika, ketika SDA yang nota bene adalah lawan politik Jokowi ditetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukan sidang etik terhadap Samad, jelas menimbulkan pertanyaan. Terlebih dalam kasus lain misalnya korupsi Transjakarta, KPK terkesan tidak mau menangani dan diserahkan ke Kejaksaan Agung meski nilai korupsinya besar yaitu Rp1,5 triliun.

Rumor-rumor seperti ini tentu akan terus menghantui KPK sepanjang sidang etik terhadap Samad belum digelar dan diklarifikasi ke masyarakat bahwa Samad benar-benar bersih dari kepentingan politik dan pertemuannya dengan Jokowi berlangsung tanpa pretensi apapun. Sayang KPK memilih untuk membiarkan isu Samad menggantung. "Tidak ada tim etik," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto beberapa waktu lalu.

Namun Bambang menyampaikan, dalam rapat pimpinan, soal isu Samad menjadi Cawapres yang sempat ramai di publik ini akan menjadi klarifikasi. Salah satu yang akan dikonfirmasi adalah pernyataan Samad di media yang menyatakan jika pimpinan KPK merestui ia untuk mencalonkan diri di pilpres 2014. Hal lain adalah terkait pertemuan Ketua KPK itu dengan Jokowi di Bandara Adi Sucipto, Yogjakarta.

"Itu semua pertanyaan yang akan dikonfirmasi dan diklarifikasi. Mudah-mudahan bisa selesai semua, apakah slip of tounge ataukah itu memang betul ada kejadian yang belum diinformasikan ke kami. Secara umum seperti itu," jelas Bambang. Hanya saja hingga kini belum jelas apakah klarifikasi sudah dilakukan.

Terkait soal buku putih, KPK menerbitkan buku yang berisi delapan agenda antikorupsi. Kedelapan agenda adalah reformasi birokrasi dan perbaikan administrasi kependudukan; pengelolaan sumber daya alam dan penerimaan negara; ketahanan dan kedaulatan pangan; perbaikan infrastruktur; penguatan aparat penegak hukum; dukungan pendidikan nilai integritas dan keteladanan; perbaikan kelembagaan partai politik; dan peningkatan kesejahteraan sosial.

"Buku Putih ini merupakan bentuk komunikasi konstruktif serta inisiatif KPK dalam menyampaikan sejumlah gagasan kepada dua pasangan calon untuk membangun Indonesia yang berdaulat, bermartabat, berkeadilan sejahtera, dan bebas dari korupsi," kata juru bicara KPK Johan Budi, Rabu (4/6).

Buku Putih tersebut diserahkan kepada kedua pasangan capres-cawapres pada acara Deklarasi Pemilu Berintegritas dan Damai di Hotel Bidakara, Selasa (3/6) kemarin. (dtc)

BACA JUGA: