JAKARTA, GRESNEWS.COM – Anggota DPR Komisi III I Putu Sudiartana nampak upaya keras berusaha meloloskan anggaran pembangunan jalan, air bersih dan juga gedung yang masuk dalam Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Sumatera Barat. Namun sayang niat Putu ini tidak tulus sebab ia meminta imbalan Rp1 miliar atas usahanya itu.

Hal itu tertera dalam surat dakwaan seorang pengusaha asal Padang, Sumatera Barat, Yogan Askan. Yogan merupakan salah satu pihak yang turut menyumbang uang suap untuk Putu. Dari total Rp1 miliar, setengahnya atau Rp500 juta berasal dari dirinya.

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ahmad Burhanuddin memaparkan awal mula perkara ini. Pada sekitar bulan Agustus 2015 Suhemi, salah satu orang kepercayaan Putu menemui Desrio Putra di Hotel Pangeran Beach Padang. Ia mengenalkan diri sebagai teman Putu dan bisa membantu menjaring/mengumpulkan usulan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBD-P 2016 yang berhubungan dengan infrastruktur publik dari daerah-daerah.

"Selanjutnya Suhemi minta dipertemukan dengan Suprapto selaku Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat," kata Jaksa Burhanuddin saat membacakan surat dakwaan Yogan Askan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/9).

Pada awal November 2015 Desrio menemui Suprapto menyampaikan pesan tersebut dan Suprapto meminta Desrio untuk menemui Indra Jaya selaku Kabid Pelaksana Jalan pada Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Sumatera Barat. Beberapa hari kemudian dilakukan pertemuan di Hotel Ibis Padang yang dihadiri oleh Desrio, Suhemi, Indra Jaya, dan Jefrianto dan selanjutnya Indra memperkenalkan Suprapto kepada Suhemi di Hotel IBIS Padang.

"Kemudian atas informasi dari Suhemi, Suprapto meminta Indra mengusulkan penambahan DAK kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp530,76 juta melalui surat Gubernur Sumatera Barat Nomor 900/3130-Pelaks/2015 tertanggal 6 Oktober 2015, yang rencananya copy surat akan diberikan kepada I Putu Sudiartana," ujar Jaksa Burhan.

Pertemuan dengan Putu pun dilakukan pada pertengahan November 2015 oleh Suprapto dan Indra di ruang kerjanya di Gedung DPR RI. Keduanya lantas meminta penambahan dana yang dimaksud dan Putu menyanggupinya sekaligus untuk kegiatan pembangunan gedung dan air bersih, ia meminta Suprapto untuk membuat usulannya.

Selanjutnya dibuatlah usulan penambahan alokasi anggaran DAK kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan Surat Gubernur Sumatera Barat Nomor: 900/3699-Pelaks/2015 tanggal 24 November 2015 dengan nilai usulan secara keseluruhan adalah sebesar Rp620,76 juta atau bertambah Rp90 juta dari alokasi semula.

Pada 17 Desember 2015 sekitar pukul 20.00 WIB dilakukan pertemuan di Coffee Club Plaza Senayan yang dihadiri oleh I Putu Sudiartana, Suhemi, Suprapto dan Indra Jaya. Pada pertemuan tersebut Putu Sudiartana meminta agar usulan diserahkan kepada Noviyanti selaku staf administrasi I Putu Sudiartana. Selanjutnya Indra Jaya memberikan usulan tersebut kepada Noviyanti.
PERAN YOGAN ASKAN - Peran Yogan Askan mulai terlihat pada awal Januari 2016 bermula dari pertemuan di rumah makan Suaso (Padang) yang dihadiri Yogan yang menjadi terdakwa dalam perkara ini, Suhemi, Suprapto dan Indra Jaya. Pada pertemuan dimaksud, Indra memperkenalkan Yogan sebagai pengusaha di Sumatera Barat kepada Suhemi.

Kemudian pada 11 Januari 2016 sekitar pukul 20.00 WIB Yogan, Suprapto, Indra, Jeffriyanto, Zul Akhyar, Patriarman menemui Putu dan Suhemi di Plaza Senayan Jakarta menanyakan perkembangan usulan penambahan anggaran, yang kemudian dijawab oleh Putu Sudiartana agar menunggu bulan depan karena sedang dibahas dalam rapat para anggota dewan.

"Pada 27 Mei 2016 terdakwa menghubungi Suhemi meminta agar Suhemi memastikan kepada I Putu Sudiartana bahwa alokasi kegiatan pembangunan dan perawatan jalan di wilayah Propinsi Sumatera Barat pada APBN-P tahun 2016 dapat disetujui, sekaligus meminta agar terdakwa dan Suprapto bisa bertemu dengan Putu Sudiartana. Atas permintaan itu Suhemi melaporkan kepada Putu Sudiartana dan disetujui oleh Putu Sudiartana,” kata Jaksa KPK lainnya Lie Putra Setiawan.

Pertemuan dilakukan pada 29 Mei 2016 sekitar pukul 20.00 WIB di Lapangan Golf Pondok Indah Jakarta untuk menanyakan perihal DAK. Karena tak kunjung mendapat kejelasan, maka Yogan kembali menemui Putu di kantornya Gedung DPR RI Nusantara I pada 6 Juni 2016. Pertemuan kembali dilakukan pada 10 Juni 2016 sekitar pukul 10.00 WIB di Cafe Pelangi-Hotel Ambara Blok M Jakarta Selatan, yang dihadiri oleh Terdakwa, Suprapto, I Putu Sudiartana, Indra Jaya.

Lokasi tersebut tampaknya cukup familiar bagi para anggota dewan, sebab dalam kasus pembangunan jalan di Kementerian PUPR yang telah menjerat sejumlah anggota Komisi V DPR RI seperti Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto serta Andi Taufan Tiro, beberapa pertemuan antara pemberi dan penerima suap berlangsung di Hotel Ambara.

"Pada pertemuan tersebut Putu Sudiartana akan mengusahakan pengalokasian anggaran DAK Proyek Pembangunan dan perawatan ruas jalan di Propinsi Sumatera Barat dari APBN-P TA 2016 minimal Rp50 miliar," tutur Jaksa Lie.

Tetapi jumlah tersebut tampaknya tidak cukup dan Suprapto meminta tambahan dua kali lipat. "Saat itu Suprapto meminta I Putu Sudiartana agar alokasi anggaran tersebut dapat dinaikkan menjadi Rp100 miliar sampai dengan Rp150 miliar," pungkas Jaksa Lie.

Putu pun bersedia menyanggupi permintaan itu, tetapi tentunya tidak gratis. "I Putu Sudiartana bersedia membantu dan meminta fee/imbalan sebesar Rp1 miliar," sambung Jaksa.

Pemberian uang suap kepada Putu dilakukan secara gotong royong. Termin pemberian suap pertama adalah Rp500 juta yang ditanggung Yogan sebesar Rp125 juta, Suryadi Halim Rp250 juta, Johandri Rp75 juta dan Hamnasri Hamid sebesar Rp50 juta.
MANFAATKAN KUOTA DUA POLITISI - Putu sebenarnya tidak mempunyai akses langsung untuk memuluskan anggaran DAK yang diminta baik oleh Suprapto dan para koleganya. Bagaimana tidak, pertama Putu bukan berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat, ia berasal dari Dapil Bali. Kemudian, Putu juga bukan berasal dari Komisi V yang mengurus pembangunan jalan dan infrastruktur.

Putu merupakan anggota Komisi III yang membawahi bidang hukum dan salah satu mitranya adalah KPK yang kini menjerat dirinya dengan dugaan menerima suap. Pada awalnya Putu memang disebut-sebut sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar), tetapi kemudian ditepis oleh pengacaranya, Mohammad Burhanuddin.

Dan dalam surat dakwaan Yogan, Jaksa KPK lainnya Arif Suhermanto mengungkap cara yang digunakan Putu untuk memuluskan penambahan anggaran ini. Putu meminta jatah kuota beberapa anggota Banggar supaya niatnya terlaksana. Nama pertama yang dituju adalah rekan satu partainya Rinto Subekti yang juga menjadi anggota Komisi X DPR RI sekaligus Banggar.

"Pada pertemuan, I Putu Sudiartana menuliskan angka 100 pada tissue, lalu meminta Noviyanti (staffnya) untuk mengantarkan tissue tersebut kepada Rinto Subekti selaku anggota Badan Anggaran DPR RI yang maksudnya menanyakan apakah alokasi anggaran untuk Sumatera Barat dapat disetujui sebesar Rp100 miliar. Namun Rinto Subekti mengatakan bahwa sudah telat," kata Jaksa Arif.

Putu pun tidak patah arang, pada tanggal 24 Juni 2016 menghubungi Noviyanti dan tiba-tiba saja menyampaikan bahwa alokasi DAK Propinsi Sumatera Barat menggunakan kuota Wihadi Wiyanto selaku anggota Banggar DPR RI. Selain Banggar, Wihadi diketahui juga rekan kerja Putu di Komisi III DPR RI, tetapi berasal dari kendaraan politik yang berbeda karena Wihadi merupakan politisi Partai Gerindra.

Atas perbuatannya ini, Yogan selaku pemberi didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

BACA JUGA: