JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus suap yang dilakukan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana tampaknya berbuntut panjang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelisik keterlibatan pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan KPK membuka peluang untuk menelisik perkara ini dari para kolega Putu di parlemen. Salah satunya para anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR dimana Putu juga menjadi anggotanya.

"Selama penyidik membutuhkan keterangan yang bersangkutan (anggota Banggar), maka akan dipanggil," tegas Priharsa di kantornya, Jakarta, Selasa (12/7).

Pemanggilan para anggota Banggar itu memang bukan tanpa alasan, karena perkara yang dialami oleh Putu bukan berkaitan dengan kapasitas Putu sebagai Komisi III DPR, tetapi perannya sebagai anggota Banggar DPR.

Kasus ini sendiri berkaitan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang pembahasannya dilakukan oleh Banggar dan juga Kementerian Keuangan. Pada 2016, Dana Alokasi Khusus (DAK) mencapai Rp55,3 triliun. Jumlah ini naik dua kali lipat dari tahun 2015 yang hanya Rp27,1 triliun.

Putu menjadi tersangka suap proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat yang memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Priharsa juga menyebut status Putu sebagai tersangka tidak berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai anggota Komisi III DPR. "Kalau teman-teman melihat dari beberapa kasus sebelumnya yang ditangani KPK tidak selalu tersangka melakukan dugaan tindak pidana korupsi yang merupakan domain pekerjaannya," tutur Priharsa.

"Yang penting adalah dia memiliki pengaruh karena kan kalau misalnya dugaan suap itu meyakini bisa melakukan sesuatu," sambung Priharsa.


BERKAITAN DENGAN BANGGAR - Sebelumnya peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Faridz juga meyakini bahwa kasus suap terhadap Putu tidak berkaitan dengan kapasitasnya sebagai anggota Komisi III DPR, tetapi terkait Putu dengan sebagai anggota Banggar.

"Saya melihat tidak bicara sebagai anggota Komisi III, tapi kewenangan dia sebagai anggota Banggar. Kalau dari konteks anggota Banggar, keputusan itu kan diambil secara kolektif," katanya di kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis (30/6).

Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjoyono menyatakan alasan meningkatnya DAK ini untuk efektifitas program daerah dan nasional sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung masyarakat.

"Kegiatan yang dikerjakan berdasarkan usulan yang telah masuk. Jika tidak akan menjadi pertanyaan pihak pemeriksa, kenapa yang dilaksanakan di luar yang diusulkan," katanya seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat 20 November 2015.

Penggunaan DAK sendiri disesuaikan dengan proposal yang masuk dari Gubernur, Bupati atau Walikota. Usulan DAK yang sesuai dengan proposal yang diajukan dan dialokasikan menjadi tiga jenis kategori yakni Reguler, Afirmasi dan Infrastruktur Publik, serta sasaran prioritas disesuaikan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Khusus untuk usulan DAK 2016 yang masuk besarannya mencapai sekitar Rp168,7 Triliun. Porsi (usulan) terbesar ada pada subbidang jalan (Rp115,9 triliun)  guna keperluan peningkatan kemantapan jalan provinsi (71,8%), jalan kabupaten/kota (61,2%), serta peningkatan jalan strategis daerah, termasuk jalan lingkungan/desa.

Putu sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima suap Rp500 juta dan Sin$40 ribu yang berkaitan dengan jabatannya. Uang itu digunakan untuk memuluskan pengalokasian anggaran proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat.

Suap tersebut disinyalir diberikan oleh dua pihak yakni Kepala Dinas Sarana Prasaranan Jalan dan Tata Ruang Pemukiman Pemerintah Provinsi Sumbar, Suprapto dan seorang perantara yang diketahui sebagai pendiri Partai Demokrat Sumbar, Yogan Askan. Bersama Putu, mereka juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Putu merupakan politikus Partai Demokrat. Ia menjabat Wakil Bendahara Umum di DPP Partai Demokrat periode 2015-2020. Putu juga menjadi anggota DPR periode 2014-2019 dan ditempatkan di Komisi III yang membidangi hukum dan hak asasi manusia. Kiprahnya di parlemen sebagai satu dari tiga anggota Fraksi Demokrat yang menjadi anggota panitia khusus Pelindo yang disahkan Oktober 2015.

Pada pemilihan 2014, pria kelahiran Bongkasa, Bali, 8 Desember 1971 itu memperoleh 73.348 suara. Nama I Putu Sudiartana merupakan salah satu calon baru yang sukses meraih kursi parlemen asal Bali. Dia ada di nomor urut ketujuh, tapi bisa mengalahkan calon incumbent.

Sebelum menduduki kursi DPR, suami Luh Ketut Ayu ini pernah mencoba peruntungan mengikuti pemilihan Gubernur Bali pada 2013. Putu Sudiartana yang waktu itu diplot menjadi wakil gubernur bersama I Gede Winasa tidak lolos verifikasi. Salah satu sebabnya adalah dugaan pemalsuan tanda tangan dukungan partai pendukung pencalonan pasangan oleh anggota tim pasangan tersebut.

BACA JUGA: