JAKARTA, GRESNEWS.COM – Persidangan lanjutan kasus suap pembangunan sejumlah jalan di Provinsi Sumatera Barat dengan terdakwa Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat Suprapto dan pengusaha Yogan Askan memunculkan fakta menarik. Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (10/10), saksi yang dihadirkan, mengungkapkan uang suap sebesar Rp500 juta ternyata bukan untuk anggota Komisi III DPR RI I Putu Sudiartana seorang, tetapi juga mengalir ke Partai Demokrat.

Hal ini dikatakan Kepala Bidang Pelaksana Jalan pada Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat Indra Jaya saat beraksi di persidangan tersebut. Pernyataan itu disampaikan Indra berdasarkan keterangan Suhemi yang merupakan orang dekat Putu sekaligus sebagai penghubung dalam perkara ini. "Cuma karena waktu rapat Pak Suhemi bilang Pak Putu ngomel terus, gimana kalau nyumbang ke Demokrat," kata Indra.

Hakim Ketua Aswijon lantas menanyakan lebih jauh mengenai hal ini. "Siapa yang nyumbang?" tanya Aswijon. Indra pun lantas menjawab penyumbang dimaksud adalah Yogan Askan dan beberapa orang yang hadir dalam suatu pertemuan.

Menurut kesaksian Indra, para kontraktor yang ikut menyumbang selain Yogan adalah Suryadi Halim alias Tando, Hamnasri Hamid, dan Johandri. Yogan disebut menyumbang sebesar Rp125 juta, Suryadi Rp250 juta, Johandri Rp75 juta, dan Hamid Rp50 juta.

Meski begitu, Indra mengaku, dirinya tidak mengerti mengapa Yogan diminta menyumbang sejumlah uang yang belakangan dia duga dialirkan untuk Partai Demokrat itu. Suhemi, kata Indra, hanya mengatakan Putu terlihat marah karena kota Padang dianggap tidak konsisten yang diduga terkait pemberian uang untuk memuluskan anggaran pembangunan sejumlah infrastruktur.

Mengenai aliran uang untuk Partai Demokrat ini, penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menelisik hal tersebut. Jaksa Yadyn menanyakan mengapa uang tersebut disampaikan kepada Partai Demokrat dana apa kaitan Putu Sudiartana dengan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono itu. "Saya melihat Putu orang Demokrat, kita hubungan sama Putu. Iya sebagai Wakil Bendahara Demokrat," tutur Indra.

Hal senada juga disampaikan oleh Suhemi. Menurutnya, pemberian uang sebesar Rp 500 juta itu merupakan inisiatif Suprapto. Namun awalnya Suprapto belum menentukan berapa nilai uang yang akan diserahkan ke Putu. Sebab menurut Suhemi, Putu meminta Rp1 miliar, namun para pengusaha ini tak dapat langsung memenuhinya.

"Pak Putu berkali-kali menanyakan. Awalnya (meminta) Rp1 miliar. Tapi kalau situasi begini, mau menghadapi lebaran, susah cari uang besar. Akhirnya disepakati Rp500 juta," kata Suhemi.

Suhemi juga bersaksi, Putu Sudiartana menggunakan kode khusus untuk menyebutkan uang. Seperti koruptor lainnya, Putu juga khawatir apa yang dilakukannya ini tercium KPK. Suhemi mengaku, dia diminta oleh Putu untuk menggunakan istilah lain dalam menyebutkan uang. "Pak Putu minta untuk menyebutkan uang, pakai bahasa lain, seperti meter, kaleng susu," kata Suhemi.

Yogan dan Suprapto didakwa menyuap Putu Sudiartana secara bersama-sama sebesar Rp500 juta. Uang tersebut diduga untuk pengupayaan anggaran di DPR terkait dana alokasi khusus (DAK) Rp 50 miliar di Sumatera Barat pada APBN-P 2016. Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

BUKAN UNTUK DEMOKRAT - Meski mengakui adanya uang suap untuk Putu Sudiartana, namun dalam kesaksiannya, Suhemi membantah kalau uang tersebut mengalir ke kas Partai Demokrat. Menurut Suhemi, uang tersebut memang murni ditujukan kepada Putu untuk mempermulus permintaan anggaran dalam pembangunan jalan di Sumatera Barat. "Tidak ada, tidak ada Pak, tidak pernah ada (sumbangan untuk Demokrat)," tutur Suhemi.

Putu, kata Suhemi, memang aktif menghubungi dirinya untuk menyampaikan permintaan uang kepada pejabat Pemprov Sumatera Barat maupun para pengusaha. Bahkan Putu menghubunginya setiap hari untuk menanyakan kelanjutan uang tersebut. Awalnya permintaan untuk meloloskan proyek itu terjadi pada pertemuan tanggal 10 Juni bertempat di sebuah kafe di Hotel Ambhara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan setelah sebelumnya melakukan pertemuan dengan Putu di salah satu ruangan di Gedung DPR RI. Uang yang diminta oleh Putu juga bukan Rp500 juta, tetapi sebesar Rp1 miliar.

"Secara khusus adalah permintaan secara terbuka oleh bapak Putu tentang cara meloloskan persoalan proses anggaran yang dia urus di Provinsi Sumbar. Dia bilang harus disiapkan, dia minta dibantu senilai minimal Rp1 miliar. Dalam pertemamuan itu ada Suprapto, Indra, Yogan, Saya dan Putu,” terang Suhemi.

Namun ketika itu Suprapto selaku Kepala Dinas Prasarana Jalan mengaku keberatan. Selain angkanya terbilang cukup besar, jumlah tersebut juga sulit didapat karena telah menjelang lebaran. "Pak Prapto bilang mau lebaran, angka segitu berat. Gimana kalau yang penting ada? Lalu enggak lama saya pulang, keluar, dari ruang Pak Prapto besoknya Yogan telepon saya bilang yang sudah terkumpul Rp500 juta," terang Suhemi.

Dalam perkara ini, Putu Sudiartana memang didakwa menjanjikan pengurusan pengajuan dana alokasi khusus (DAK) untuk Provinsi Sumatera Barat. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Dinas Prasarana Provinsi Sumbar mengajukan usulan DAK sebesar Rp630 miliar.

Namun, pada 10 Juni 2016, di Hotel Ambhara, Blok M, Jakarta Selatan, Putu menjanjikan bahwa DAK yang akan disetujui minimal Rp 50 miliar. Pertemuan itu dihadiri Yogan, Putu, Suprapto, dan Indra Jaya. Suprapto kemudian meminta Putu agar anggaran dapat ditambah, dengan jumlah yang berkisar antara Rp100 miliar hingga Rp150 miliar.

SAKSI DIANCAM - Pernyataan Suhemi yang cenderung memberatkan Putu membuat salah satu pengacara Putu geram. Usai diskors, Jaksa KPK mengungkap adanya ancaman dari salah seorang pengacara Putu kepada diri Suhemi pada saat jeda persidangan tadi. "Mohon izin yang Mulia, saksi atas nama Suhemi menyampaikan bahwa dia diancam oleh pengacara terdakwa, bagi kami ini penting yang Mulia, ini tidak patut, apalagi dilakukan oleh pengacara," ujar Jaksa KPK

Jaksa mengatakan hal ini sesaat setelah majelis membuka kembali persidangan. Hakim Ketua Aswijon langsung merespons adanya dugaan ancaman tersebut. Aswijon menanyakan kepada Suhemi bagaimana ancaman itu dilakukan oleh salah satu pengacara Putu.

"Ada salah satu pengacara yang mengucapkan ´Awas, kumakan kau nanti´. Itu juga didengar oleh pengawal tahanan dari KPK," kata Suhemi kepada majelis hakim.

Mendengar hal itu, Aswijon meminta agar Suhemi melaporkannya kepada pihak berwajib. Tujuannya selain pengacara itu bisa diproses secara hukum, Suhemi juga bisa mendapatkan perlindungan dari KPK maupun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sebab menurut Aswijon, perkara korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan para saksi harus bebas dari segala intervensi.

"Kan perkara korupsi yang sangat spesialis, sehingga menghalangi penyidikan saja tidak dibolehkan undang-undang. Kalau ada lagi, nanti lapor saja, saksi bisa meminta perlindungan," kata Hakim Aswijon. (dtc)

BACA JUGA: