JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus suap yang dilakukan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana terus melebar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menelisik keterlibatan pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, diantaranya para anggota Badan Anggaran DPR.

Salah satunya anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto. Usai pemeriksaan, Wihadi enggan berbicara banyak kepada wartawan perihal pemeriksaan yang dilakukan oleh tim penyidik KPK. Wihadi memilih bungkam dan langsung menuju mobil yang telah menunggunya.

"Tanya saja ke penyidik," kata politikus Partai Gerindra ini usai diperiksa KPK pada Kamis (18/7) petang.

KPK memeriksa Wihadi dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk dua orang tersangka sekaligus, yaitu Putu dan juga Yogan Askan. Putu merupakan anggota DPR Komisi III, rekan Wihadi yang terjaring dalam operasi tangkap tangan. Ia menerima uang suap dari Yogan Askan.

Pemberian suap oleh Yogan, yang merupakan seorang pengusaha sekaligus salah satu pendiri Partai Demokrat di Sumatera Barat, itu bertujuan untuk memuluskan proyek 12 ruas jalan di provinsi itu. Nilai total proyek itu pun cukup besar, mencapai Rp300 miliar.

Kasus ini sendiri berkaitan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang pembahasannya dilakukan oleh Banggar dan juga Kementerian Keuangan. Pada 2016, Dana Alokasi Khusus (DAK) mencapai Rp55,3 triliun. Jumlah ini naik dua kali lipat dari tahun 2015 yang hanya Rp27,1 triliun.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjoyono menyatakan alasan meningkatnya DAK ini untuk efektivitas program daerah dan nasional sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung masyarakat.

"Kegiatan yang dikerjakan berdasarkan usulan yang telah masuk. Jika tidak akan menjadi pertanyaan pihak pemeriksa, kenapa yang dilaksanakan di luar yang diusulkan," katanya seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat 20 November 2015.

Penggunaan DAK sendiri disesuaikan dengan proposal yang masuk dari gubernur, bupati atau walikota. Usulan DAK yang sesuai dengan proposal yang diajukan dan dialokasikan menjadi tiga jenis kategori yakni Reguler, Afirmasi dan Infrastruktur Publik, serta sasaran prioritas disesuaikan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Khusus untuk usulan DAK 2016 yang masuk besarannya mencapai sekitar Rp168,7 Triliun. Porsi (usulan) terbesar ada pada subbidang jalan (Rp115,9 triliun) guna keperluan peningkatan kemantapan jalan provinsi (71,8%), jalan kabupaten/kota (61,2%), serta peningkatan jalan strategis daerah, termasuk jalan lingkungan/desa.

Atas perbuatannya, Yogan bersama Kepala Dinas Prasana Jalan dan Tata Ruang Pemukiman Sumatera Barat, Suprapto selaku pemberi suap disangka dengan Pasal 5 huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sementara Putu bersama tersangka lain yaitu Novaini dan Suhemi yang menerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

SEREMPET BANGGAR - Wihadi selain merupakan anggota Komisi III DPR RI diketahui juga merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar). Atas jabatan tersebut, ia diduga mempunyai kewenangan untuk membantu memuluskan proyek jalan di Sumatera Barat.

Dugaan kaitan Banggar DPR dalam kasus ini karena penetapan APBN berkaitan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang pembahasannya langsung dilakukan oleh Banggar dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pembangunan jalan tersebut memang masuk kategori dalam DAK.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengamini jika pemanggilan Wihadi bertujuan untuk mengetahui pembahasan proyek di Banggar DPR RI. Yuyuk mencurigai ada sejumlah pertemuan antara Putu dan anggota Banggar berkaitan dengan pemulusan proyek itu.

"Informasi apakah Banggar atau apa tapi dia anggota komisi tiga tapi didalami peran tersangka IPS (I Putu Sudiarthana) apa yang dia ketahui kalau dalam kaitan dengan Banggar apakah ada yang sempat dibicarakan dengan tersangka," tuturnya.

Sedangkan untuk pembahasan anggaran itu sendiri memang menjadi salah satu materi pemeriksaan yang ditanyakan tim penyidik. "Ada hubungan atau tidak itu yang didalami dalam pemeriksaan tersebut," imbuhnya.

Wihadi, kata Yuyuk, bukanlah orang terakhir dari Banggar DPR RI yang akan dipanggil oleh penyidik untuk mendalami kasus ini. "Tergantung kebutuhan penyidik apakah dibutuhkan diperiksa," pungkasnya.

Yuyuk juga membenarkan bahwa pengembangan kasus ini juga sangat dimungkinkan. Apalagi dalam pemulusan suatu proyek, dibutuhkan "kerjasama" baik pihak eksekutif maupun legislatif khususnya untuk pembahasan anggaran.

"Dia yang berikan uang ke IPS dan ada kaitan dengan IPS alokasi dana ke siapa saja dan dalam perjalanan memberikan komisi itu ada pertemuan-pertemuan yang akan didalami oleh penyidik," kata Yuyuk.

"Kalau penetapan tersangka tidak hanya anggota Komisi III dan juga Banggar dalam perjalanan kasus ada perjalanan tadinya tidak ada kaitan bisa saja temuan baru dan ternyata ada kaitan di mana saja ada kaitan dan ada titik-titiknya," sambung Yuyuk.

BACA JUGA: