-
Implementasi Pengebirian dalam UU Perlindungan Anak dan Kode Etik Kedokteran
Kamis, 15/06/2017 13:00 WIBPengebirian merupakan bentuk hukuman yang bertujuan untuk mengurangi keinginan hasrat seksual seseorang.
Berharap Sikap Bijak MK Menguji Pasal Anti Penghukuman Terhadap Anak
Rabu, 14/06/2017 13:00 WIBAtas permohonan ini, kata Supriyadi, ICJR sebagai organisasi yang menolak secara tegas setiap bentuk bentuk penghukuman atas badan atau Corporal Punishment menilai, permohonan ini justru akan memutuskan rantai perlindungan anak atas praktik-praktik kekerasan dalam wujud Corporal Punishment di dunia sekolah Indonesia.
Dipenjara karena Pekerjakan Anak, Tajudin Gugat UU Perlindungan Anak
Jum'at, 26/05/2017 18:39 WIB
Pernah dipenjara karena mempekerjakan anak untuk menjual cobek, Tajudin pedagang cobek menggugat Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan UU Perlindungan Anak ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pasal ini banyak dikhawatirkan. Oleh karena itu kita minta polisi lebih selektif dalam memproses kasus semacam Tajudin, paling tidak harus melihat kondisi masyarakat," ujar kuasa hukum Tajudin, Abdul Hamim Jauzie usai mendaftarkan gugatan di Gedung MK, Jumat (26/5).
Hamim mengungkapkan di daerah Padelarangan banyak orang yang seperti Tajudin yang usahanya berdagang cobek. Mereka rentan dikriminalkan oleh penegak hukum karena persoalan yang sama.
"Kami tidak minta dibatalkan (Pasal Eksploitasi Anak di UU Perlindungan Anak), tetapi ditafsirkan dengan perbuatan yang ada harus dikecualikan aturan tidak tertulis di masyarakat," tutur Hamim dari LBH Keadilan itu.
Menurut Hamim banyak tokoh-tokoh nasional yang melihat kasus seperti Tajudin tidak layak dipidanakan. Ada pernyataan dari Jusuf Kalla soal tidak layaknya orang seperti Tajudin dipidanakan, juga pernyataan saksi lurah dan tokoh masyarakat.
Tajudin sendiri mengaku masih resah. Sebab meski telah dibebaskan PN Tangerang, jaksa masih mengajukan kasasi. Ia sebenarnya berharap persoalan ini cepat selesai dan dibebaskan.
"Lagian buat apa jaksa kembali nuntut (banding), saya ini siapa ? duit juga tidak ada, jabatan juga apa. Saya cuma orang kecil," ujar Tajudin.
Ia sekarang mengaku memilih untuk tidak lagi berjualan cobek, karena trauma dengan kejadian yg menimpanya.
Sebelumnya Tajudin dinyatakan bersalah dan hasru menghuni penjara sejak 20 April 2016 karena dituduh mempekerjakan dua anak dibawah umur yakni Dendi dan Cepi. Baru pada 12 Januari 2017, PN Tangerang memutus melepaskan Tajudin dari segala tuntutan hukum dan dan pada 14 Januari 2017 Tajudin keluar Rutan Tangerang. (dtc/rm)ICJR: Korban Kejahatan Seksual dan KDRT Masih Dibebani Biaya Visum
Selasa, 02/05/2017 19:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Institute for Criminal Justice reform (ICJR) mendukung langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pembebasan Biaya Visum bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RSUD dan Puskesmas. "Kebijakan ini merupakan langkah maju terkait perlindungan korban yang telah dinyatakan dalam berbagai regulasi. Peraturan ini harus segera difinalkan," kata Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono kepada gresnews.com, Selasa (2/5).
Sebelumnya dalam UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dinyatakan, korban berhak mendapatkan pemulihan dalam bentuk pelayanan kesehatan (Pasal 39). Peraturan Pelaksanaan UU tersebut yaitu PP No 4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyebutkan, salah satu pelayanan kesehatan yang wajib diberikan oleh tenaga kesehatan kepada korban adalah pembuatan visum et repertum.
"Dalam PP ini dinyatakan secara tegas bahwa biaya pemulihan kepada korban, termasuk di dalamnya fasilitas pembuatan visum dibebankan kepada APBN dan APBD," terang Supriyadi.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional juga dinyatakan, pelayanan pembuatan visum masuk ke dalam pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), yang merupakan badan hukum yang menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional, lewat peraturan Kepala BPJS No 1 tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan juga menyatakan, pelayanan kedokteran forensik termasuk pembuatan visum merupakan bagian dari pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan.Hal ini berarti bahwa pembuatan visum merupakan salah satu layanan kesehatan yang dijamin oleh jaminan kesehatan nasional. Upaya pemenuhan hak korban atas visum yang ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional hanya dapat diberikan kepada korban yang memiliki jaminan kesehatan nasional, hal ini pun juga telah diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 1618 tahun 2016 tentang Jenis Pelayanan Kesehatan pada Puskesmas dan RSUD
Namun dalam praktiknya hal ini jauh dari harapan. "Masih banyak korban yang menanggung sendiri biaya visumnya sendiri. Di sisi lain banyak korban yang belum memiliki atau mengikuti jaminan kesehatan, dan mereka ini tidak dijamin pemenuhan hak atas visum gratis," terang Supriyadi.Sehingga pada praktiknya korban justru harus dibebani biaya visum yang jumlahnya beragam pada setiap rumah sakit bahkan sampai dengan Rp1,5 juta. Padahal visum yang merupakan bagian dari alat bukti tindak pidana secara teori masuk ke dalam anggaran penyelesaian perkara pidana yang berdasarkan Pasal 136 KUHAP seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Dalam Pasal 136 KUHAP sebetunya telah tegas menyatakan: "Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua Bab XIV -(bab XIV: penyidikan) ditanggung oleh negara". "Hal ini berarti bahwa biaya visum dibebankan kepada anggaran negara, bukan dari uang pribadi korban," tegas Supriyadi.
Oleh karena itu, langkah Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta untuk memasukkan biaya pemeriksaan atau penyidikan ke dalam APBD merupakan suatu langkah maju bagi pemenuhan hak korban dan patut dicontoh oleh daerah lain di Indonesia. Rencana peraturan gubernur DKI Jakarta tentang pembuatan visum gratis bagi korban akan berdampak positif bagi memenuhi hak korban atas pelayanan kesehatan."ICJR bahkan mendorong layanan kesehatan tidak hanya diberikan kepada korban KDRT namun juga kepada korban kekerasan lainnya terutama korban kejahatan seksual," pungkas Supriyadi. (mag)
Waspada Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kamis, 30/03/2017 11:00 WIBKasus kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat baik intensitas maupun ragam bentuk kejahatannya. Salah satu yang saat ini menjadi sorotan adalah kasus kekerasan seksual bergerombol atau gang rape yang makin marak terjadi.
Pendampingan dan Reparasi Bagi Anak Korban Pedofilia
Selasa, 21/03/2017 09:00 WIBKarenanya ECPAT Indonesia dan ICJR mendesak lembaga pemerintah dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera melakukan langkah-langkah cepat untuk reparasi dan rehabilitasi para anak korban pedofilia dalam kasus ini.
Terulangnya Kasus Kekerasan anak oleh Pelaku Berkelompok
Jum'at, 13/01/2017 19:00 WIBKomisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan terulangnya kembali kasus perkosaan yang diakhiri dengan pembunuhan terhadao anak oleh pelaku berkelompok (gang rape).
Waspadai Peningkatan Wisata Seks Anak
Kamis, 22/12/2016 18:00 WIBDalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia menempati posisi nomor tiga setelah Brasil dan Vietnam dalam pariwisata seksual anak.
Ada Ribuan Anak dalam Cengkeraman Prostitusi Gay
Jum'at, 02/09/2016 16:00 WIBTerungkapnya kasus prostitusi puluhan anak untuk dipasarkan kepada kelompok gay secara online, sontak membuat geger masyarakat.
Siswa Dikeluarkan, Orang Tua Somasi Sekolah
Jum'at, 29/07/2016 14:00 WIBDianggap menderita gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas seorang siswa Sekolah Dasar (SD) Budi Luhur Pondok Aren, Tangerang Selatan dikeluarkan dari sekolahnya.
Model Peradilan Pidana Anak Masih Jauh dari Harapan
Senin, 25/07/2016 09:00 WIBSetelah empat tahun disahkan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) ternyata implementasinya belum bisa berjalan dengan baik.
Menghapus "Hantu" Pekerja Anak
Senin, 13/06/2016 09:00 WIBNovi kemudian mengingkapkan hasil studi kualitatif Kasus Pekerja Anak Perkebunan di Kabupaten yang pernah dilakukan pada 2014. Dia mengungkapkan, dari hasil penelitian itu, dari 24 informan pekerja anak yang dilibatkan dalam penelitian, sebagian besar mengaku mulai bekerja karena disuruh oleh orang tua.
Konflik SAD-Asiatic Persada Berlanjut
Sabtu, 16/04/2016 19:00 WIBTerbitnya Surat Keputusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang Nomor 1373/020/III/2016 tentang penyelesaian konflik agraria antara Suku Anak Dalam dan PT Asiatic Persada tidak lantas menyelesaikan masalah.
Titik Terang Konflik Lahan Suku Anak Dalam
Minggu, 03/04/2016 19:00 WIBDikeluarkannya SK Menteri Agraria dan Tata Ruang ini memang diharapkan akan menjadi titik terang penyelesaian konflik yang sudah berlangsung hampir 30 tahun itu. Terhadap SK tersebut, Ahmad Rifai tim advokasi SAD mengaku senang karena dalam waktu dekat SAD kembali bisa mengakses lahannya.
Lion Group Kuasai Sebagian Bandara Halim
Sabtu, 19/03/2016 09:00 WIBMeski dinyatakan menang dalam sengketa pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma oleh Mahkamah Agung.Pihak Lion Group tidak bisa mengambil keseluruhan pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma.